Tuesday, May 31, 2011

GUWEH LULUS, CYIIIIN!

Damar Wijayanti, 31 Mei 2011. Jam 09.00
Handyna I. Prafiska. 31 Mei 2011. Jam 13.00

Itu adalah satu-dua tweet yang beredar di lini masa twitter saya seminggu lalu. Apakah itu? Itu merupakan jadwal pendadaran. Pendadaran berarti sidang skripsi. Jika sudah sidang skripsi berarti sudah selesai skripsi. Jika sudah selesai skripsi dan sudah pendadaran berarti sudah berhak LULUS. Berarti sudah menyandang gelar S.IP. Sarjana Ilmu Politik.

"Cum, kamu dateng dong." begitulah semacam mention yang masuk di akun saya. Dateng? Iya, datang melihat pendadaran. Saya mengiyakan. Berhubung saya selo. Super selo. Ehm, lebih tepatnya menyelokan diri.

Tapi saya pikir sekedar datang, melihat orang presentasi, dan memberi ucapan selamat itu kurang asyik, mamen. Kurang apa ya. Kurang greget. Kurang asik aja rasanya.

Berhubung saya selo. Kurang kerjaan. Lagi banyak uang. Dan terinspirasi oleh proyek random Ardi Wilda saat merayakan kelulusannya, maka saya melakukan sesuatu. Apakah itu?

Iseng saja sih. Saya membeli beberapa kertas buffalo dan menulis kata-kata yang intinya merayakan kelulusan. Hanya saja, kata-kata di sana disesuaikan dengan karakter si penerimanya. Dan sedikit bahasa yang rodo wagu. Buat lucu-lucuan saja.

Untuk Damar, ucapannya adalah "AKU SUDAH JADI SARJANA. HORE!" dan "CONGRATZ DAMAR W, S.IP. SARJANA ILMU PATIGON HYDRO. SARJANA SAKINAH MAWADDAH WARRAHMAH PEMENANG CITRA PARIWARAH SIAP NIKAH"

Untuk Ndy, ucapannya adaah "GUWEH LULUS CYIIN!" dan "CONGRATZ HANDYNA I. PRAFISKA, S.IP. SARJANA ILMU POURSQUARE POOD PEST"

Dan datanglah hari ini. 31 Mei 2011. Jam 9.30 Damar masuk ke ruang presentasi.


Damar lagi presentasi

Saat itulah, kami (saya, citra, dan Tania) mulai membuat spanduk untuk Damar. Yang satunya sudah saya selesaikan dini hari tadi.


Persiapan

Sekitar jam 10.10 Damar selesai presentasi dan dinyatakan LULUS. Sayangnya saya tidak ada di sana, karena sedang, ehm, bayar utang.


Sudah resmi jadi S.IP


Girang sekali. Sampai lompat-lompat.


Foto bareng, cyiiin!

Tapi nampaknya itu pun kurang nampol. Sebagai "hukuman" karena lebih cepat lulus, saya dan Gading berencana untuk mengguyurnya dengan Coca-Cola. Kami pun bergerilya mencari minuman ini dan menemukannya di kantin Pasca Sarjana Ekonomi. Kami borong. Semuanya.

Dan dimulailah acara penyiraman Damar dengan Coca-Cola plus Fanta. Dugaan saya, Damar pasti langsung berniat cuci blow dan luluran di Rinjani dengan Mbak Indah. Dan ternyata benar.


Damar yang sudah diguyur 1,5 liter Coca-Cola dan Fanta.

Proyek Damar selesai dengan sukses. Saya menunggu gilran Ndy. Jam 13.30 Ndy masuk ruang sidang. Sayang beribu sayang, saya tak bisa melihatnya karena sedang di KFC. Makan.

Ketika datang ke kampus menjelang Ashar, Handyna I. Prafiska sudah resmi menyanadang gelar S.IP alias Sarjana Ilmu Porsquare Sarjana Ilmu Politik. Saya pun menyerahkan spanduk itu kepada si Mbak kembaran Tiwi T2 dan tentu saja dilanjutkan dengan foto-foto.





Uno, dos, tres, kimchi!


Anyway, SELAMAT untuk Damar dan Ndy. Semoga menjadi sarjana sakinah mawaddah berguna bagi nusa dan bangsah. Piss, lop, en gaul, mamen!

Dan itulah dua korban pertama saya. Menyenangkan juga rasanya melihat orang lain senang. Saya pun berencana melanjutkan proyek ini. Dan simsalabim abrakadabra, saya menjadikan ini sebagai proyek saya di bulan Juni. Ayo, siapa yang mau dibikinin spanduk? Mention sayah!

Monday, May 30, 2011

One Fine Day

Harusnya hari ini saya menulis review film Kill Bill. Harusnya. Rencananya sih begitu. Tapi apa daya, saya tak kunjung menulis ulasan untuk film ini. Karena: 1. Menulis review film favorit itu membutuhkan waktu yang lama karena saya merasa harus mengeluarkan segala kemampuan menulis saya di sana. 2. Menulis review Kill Bill + lagu jedak-jeduk + tanpa kopi = buntu. 3. Saya sudah terlalu lelah muter-muter seharian.

Dan alasan yang ketiga itulah yang menjadi hambatan terbesar untuk mengulas film besutan Quentin Tarantino itu. Boomtown Rats boleh bilang "I don't like Monday", saya pun biasanya begitu. Tapi mbuh piye ceritane, hari ini saya banyak beraktifitas. Tidak hanya guling-guling di kamar.

Jadi ke mana dan ngapain saja seharian ini? Bolehlah naik dengan percuma. Eh bolehlah dibaca ya, kakak.

I'm at Kosan Matahari Ceria.

Pagi ini diawali dari bunyi weker yang annoying. Matikan. Beranjak ke kamar mandi. Sholat. Mengaji. Dan…tidur lagi. Saya bangun lagi jam 9. Untuk kemudian cumuk gogi (cuci muka sikat gigi). Menyalakan dispenser dan membuat kopi. "Cilaka, krimer habis". Itu yang saya katakan saat melihat botol Coffee-Mate saya sudah ringan sekali. Usut punya usut, memang tak ada sebutir bubuk pun di dalamnya. Saya nesu dan misuh-misuh.

Setelah itu, ambil iPod dan memutar lagu kebangsaan hari Senin. Ya, "I Don't Like Monday" versi Boomtown Rats.

"Tell me why I don't like Monday. Tell me why I don't like Monday. Tell me why I don't like Monday. I wanna shoot, oooh, the whole day down," saya menyanyikan ini sepanjang pagi.

Kemudian nonton BOSS dan lagi-lagi kagum dengan Kichise Michiko. Astaga, tante satu ini cantiiiiiiiiiiiik sekali!

Pukul 11.30…Trong! Si Mimi berbunyi. Ada email masuk. Dari Arum, ngajakin makan katanya. Di mana? Di Rempah Asia. Lina mau ikutan juga katanya. Oh ya, oke. Saya beranjak mandi. Lagunya saya ganti. Dari I Don't Like Monday ke Kissing You Baby. Dari Boomtown Rats ke SNSD. Ga usah protes.

Selesai mandi. Saya menuju Rempah Asia bersama Raden Mas (ini nama sepeda, btw). Saya lirik jam. Jam 12.30.

I'm at Rempah Asia Resto khas Malaysia.

Sesampainya di sana. Arum sudah menunggu. Lina? Belum datang. Ah elaaah. Saya kasih dia Sooyoungie. Bukan, ini bukan nama personel SNSD yang kakinya panjang sekali. Ini nama hard disk saya. Ya, saya kasih itu Sooyungie. Tak beberapa lama, Lina datang. Lina datang bersama kembarannya eh adiknya, Laras alias Aas.

Kami pesan makanan. Arum: Nasi Lemak Ayam Rempah dan Es Teh Tarik. Aas: Nasi Lemak Ayam Kari dan Es Teh. Lina: Nasi goreng kampung dan es teh. Saya: nasi papdrik ayam dan es teh tarik. Saat itu, saya baru nyadar namanya "papdrik", bukan "paprik", padahal sudah setahun langanan di situ.

Kami makan dan cerita-cerita. Panjang, lama. Mulai dari drama Asia sampai topik yang selalu dibicarakan mahasiswa tua, sebut saja namanya S. Lina juga bilang jika dia mau pulang nanti sore. Ckckck…Lina ini lebih sering pulang dibanding saya yang rumahnya dekat. Di tengah-tengah, saya bilang sama Arum akan bayar makanannya. Karena dia selalu bayarin saya waktu insiden atm hilang." Serius?," tanyanya. Serius, saya bilang. Hakkul yakin.

Kemudian hujan deras. Deras sekali. Sangat deras. Mungkin efek dari saya yang niat bayarin makan…

Berhubung hujan, akhirnya kami tertahan di situ hingga menjelang sore. Kemudian Lina dan Aas pulang. Saya dan Arum ke Platinum.

I'm at Platinum Internet Café.

Yak, kami berdua menuju ke warnet yang terletak di lantai atas Hoka-Hoka Bento. Arum mau kirim email katanya. Saya ngapain? Ceritanya saya mau mengulas film Kill Bill. Saya cari bahan. Sambil, ehm, mencari video Hello Baby episode dua. Jangan protes.

Tapi ternyata saya tidak bisa posting, karena…ehm, saya tidak nyanding kopi. Serasa buntu otak ini. Lalu Shiro lowbatt dan saya pulang deh.

I'm at Mirota Gejayan.

Di jalan, saya ingat jika lampu belakang Raden Mas baterenya sudah habis. Saya pergi ke daerah Mirota Gejayan untuk beli baterenya. Saya gowes santai. Lihat kanan kiri. Lihat langit. Menghindari lubang. Loncatin polisi tidur (ceritanya akrobat). Dan iseng bunyiin bel sepeda. Kriing.

Sampai saya di sana. Menuju ke tempat reparasi jam. Beli batere. Duduk di sebelah Bapaknya yang ramah. Kami sempat berbincang sebentar tentang sepeda. beliau tanya, hari Jumat lalu mengapa banyak orang bresepeda. hari Jumat? Saya mikir sejenak. Ooh, JLFR (Jogja Last Friday Ride). Saya jelaskan tentang JLFR. Beliau angguk-anguk dan bertanya kenapa saya tidak ikutan. Saya cuma mesem. Males pak, hehe. Bapaknya juga ketawa, hehe.

Sehabis beli batere untuk Raden Mas, saya teringat jika harus membeli refill Coffee-Mate. Saya menuju ke Mirota dan ke bagian kopi. Celingak-celinguk. Tolah-toleh. Tolah-toleh. Tidak ada. Jikalau ada itu pun bungkus kotak 450 G. Terlalu besar dan akan jadi mubadzir, pikir saya. Saya cari lagi sekali lagi. Gak ada. Saya pergi.

I'm at Indomaret Gejayan.

Dengan asumsi minimarket ini lebih komplit jualannya, saya gowes ke sana. Sampai. Menuju bagian kopi. Kembali melihat dari atas sampai bawah rak. Tidak ada. Saya tanya karyawannya. Kosong, katanya. Dongkol, saya pergi. Menuju Indomaret di Jalan Affandi.

I'm at Pom Bensin Gejayan.

Demi mencari refill Coffee-Mate, saya menyusuri Jalan Gejayan. Sebuah keputusan yang salah. Jalan Gejayan pada pukul 17.15 di hari Senin adalah sebuah siksa dunia. Semua penggunanya seakan-akan berlomba memanfaatkan setiap jengkal jalanan. Sampai saya di Pom Bensin Gejayan. Indomaret ada di seberang. Tapi jalan status jalan masih pamer subang. Padat merayap susah menyeberang.

Satu menit. Dua menit. Lima menit. Sepuluh menit. Masih pamer subang.

Tiba-tiba ada Vinia. "Vince!" saya panggil dia. Keras. Menepi dia. Dan kami bercerita tentang musibah jatuhnya glider beberapa waktu lalu. Tak dinyanya, sang pilotnya adalah narasumber tugas PSTV kami. Dia juga yang menerbangkan pesawat yang saya tumpangi saat harus mengambil aerial shot. I feel sorry for him , karena menurut Vince, beliau trauma.

Dan kemudian Vinia bilang jika dia bertemu FACHRY ALBAR di dekat McD Sudirman. Apa? Fachry Albar. Tanpa memedulikan apapun, saya teriak. "Ahhhhh! Vince! Kok kowe iso ketemu bang Fachry?" (arti: ahhh, Vince! Kok kamu bisa bertemu bang Fachry). "Yo mbuh, kethoke de'e syuting lho, cum" (ya ga tahu. Sepertinya doski syuting deh cum). Dan sungguh, sungguh, saya lepas kendali saat Vince bilang "bang Fachry ki asline ngguanteng banget lho cum" (bang Fachry aslinya tampan sekali lho, Cum). Ah cukup!

Kemudian Vince pulang. Dan situasi masih pamer subang.

Itu, Indomaret ada di seberang mata. Dan saya masih di tempat yang sama. Sudah 20 menit saya ada di sini. Lama-lama putus asa. yah , sudahlah, ngaso sebentar. Akhirnya saya duduk di trotoar. Sambil minum Mijon. Gluk, gluk.

30 menit. Ada mobil dengan lampu angel eyes, HID, dan halogen menyorot saya. Terkutuk.

45 menit. Akhirnya arus lalu lintas lumayan lancar. Saya cepat-cepat menyeberang. Edan! mau nyeberang jalan saja butuh 45 menit. saya mulai merasa jalan gejayan tidak jauh beda dengan jalan Pasar Mingu Raya.

I'm at Indomaret Jalan Affandi.

Akhirnya! setelah menunggu lama, bisa juga menyebarang. Langsung saya ke bagian kopi untuk mencari Coffee-Mate dan….DANG! Tidak ada. Oalah Gustiiiiiiii! Sudah lama saya nunggu ke sini. Sampai rontok rambut nungguin dan apa yang saya dapat? Mendapati jika stok Coffee-Mate kosong? Rasanya tidak bisa dideskripsikan.

I'm at Gading Mas 4 Swalayan.

Pengalaman pahit tadi tidak menyurutkan niat saya untuk beli refill Coffee-Mate. Saya ke Gading Mas Perut mulai kelaparan. Mata mulai berkunang-kunang. Tapi, tetap saja tidak ada. Akhirnya saya beli cokelat sebatang. Langsung saya lahap. Lumayan. Ketimbang pingsan.

Hah! Lemes saya sekeluarnya dari sana. Gimana nih? Ga ketemu krimernya. Ga ada krimer ga ngopi. Saya sempat bingung. Tiba-tiba…EUREKA! Saya ingat satu toko yang PASTI menjualnya.

Circle K.

I'm at Circle K Jl. Affandi.

Saya cepat gowes ke toko berlogo K Merah ini. Bego juga ya, Circle K kan di sebelah Indomaret. Kenapa ga kepikiran ke sana. Ah entahlah, saya benar-benar tidak terpikir saat itu. Cepat-cepat saya gowes ke sana. Menentang arus jalan Gejayan yang menggila. Sampai. Saya menuju bagian kopi dan HORE! Ternyata ada. Syukurlah!

Dipikir-pikir kenapa sih saya ngotot HARUS beli Coffee-Mate refill. Tapi itulah saya. Jika mau beli Coffee-Mate ya HARUS beli Coffee-Mate. Jika maunya yang refill ya HARUS dapat yang refill. Andai kengototan ini digunakan di bidang akademis, mungkin saya bisa memahami rumus lilitan dioda. Sayangnya, tidak pernah dan tidak mau diterapkan.

Dan kemudian saya beli makan. Dan kemudian saya pulang sebentar. Karena saya ingat harus beli sesuatu. Saya ganti jaket dan pergi ke tempat fotokopian. Beli kertas Buffalo. Buat apa? Rahasia!

I'm at Kosan Matahari Ceria.

Dan akhirnya saya pulang. Benar-benar pulang. Tepar. Tiduran di kasur. Namun satu hal yang penting, setelah tiduran di kasur, saya beranjak MANDI. Itu artinya saya mandi dua kali sehari. HORE!

Dan selain mendapat refill Coffee-Mate, Circle K juga memberikan kebahagiaan lain. Itu adalah iklan Volvic yang modelnya Takeshi Kaneshiro lagi minum air.


Oom Takeshi di iklan Volvic *gulp*

ASTAGA... Saya langsung berasa haus dan ingin minum air segalon. Kyaaaa!
Published with Blogger-droid v1.6.8

Sunday, May 29, 2011

Dear Admin @autisBego

Hari ini hari Minggu. Tidak ada yang istimewa. Paling saya cuma meratapi uang yang tinggal dua puluh ribu di dompet. DUA PULUH RIBU. Itu pun uang boleh ngutang teman. jadi tidak ada yang istimewa.

Paling saya menahan lapar karena memikirkan kelanjutan hidup di hari-hari ke depan. Paling pol, saya masak mie dan bersihin toilet. Cihui, saya terlihat rajin sekali saat menuliskan kata "bersihin toilet". Oh ya, saya MANDI, KERAMAS, dan MASKERAN juga loh. Akhirnya, muka saya terlihat bersinar (bayangkan betapa tebalnya daki yang ada sebelum ini). Walau begitu, masih saja keluar gumaman "Belum semulus muka Sooyoung". Manusia memang tak pernah puas.

Kelar maskeran, saya raih si Mimi dan buka Twitter. Ternyata situs 140 karakter ini sedang ramai oleh suatu akun. Nama akun itu @autisBEGO. ASTAGA!

Saya buka profilnya dan terpampanglah ini:



Saya baca timeline akun ini. Andai ini lagu Horobushko-Bond, saya sudah sampai pada tahap akhir. Saat Haylie menggesek biolanya dengan kecepatan yang luarbiasa.

Apalagi saat sang admin menulis tweet ini:


Emosi saya langsung crescendo saat itu.


Saya emosi. Begitu juga dengan banyak teman-teman yang lain. Karena itulah, saya menulis ini.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu betapa beratnya menjalani hidup saat semua orang memandang anda berbeda? Betapa beratnya hidup saat setiap kalimat yang anda ucapkan hanya dianggap ceracaua? Betapa beratnya hidup saat orang selalu menganggap anda hidup di dunia lain, bahkan diangap alien saking anehnya?

Mungkin anda belum tahu

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu jika penyandang autisme selalu mengalami masalah di sekolahnya? Apakah anda tahu perjuangan mereka mendapatkan pendidikan yang layak? Apakah anda tahu jika mereka bisa ditolak sebuah universitas hanya karena mereka "penyandang autisme"?

Mungkin anda belum tahu.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu jika banyak penyandang autisme sering dihina di lingkungannya? Apakah anda tahu mereka dihina hanya karena sedikit "perbedaan" yang mereka miliki? Hanya karena mereka sedikit "tidak normal"?

Mungkin anda belum tahu.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu betapa berat perjuangan keluarga penyandang autisme? Betapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk terapi ini-itu? Untuk tes ini-itu? Untuk tes alergi ini-itu?

Mungkin anda belum tahu.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu, betapa besar perhatian orangtua penyandang autisme harus tercurah pada anaknya yang istimewa itu? Apakah anda tahu, sedotan perhatian itu bisa saja mengabaikan sudaranya yang "normal"? Apakah anda tahu setiap anggota di keluarga itu harus mengorbankan banyak hal untuk mereka?

Mungkin anda belum tahu.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu tantrum, suatu keadaan di saat penyandang autisme kehilangan kendalinya? apakah anda tahu betapa kerasnya mereka mengendalikan diri untuk tidak menyakiti diri mereka? apakah anda tahu beberapa dari mereka bisa saja membentur-benturkan kepalanya ke tembok saat tantrum?

Mungkin anda belum tahu.


Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu hingga kini belum diketahui penyebab dan obat untuk autisme?

Mungkin anda belum tahu.


Dear admin @autisBego, saya yakin anda terpelajar dan pintar. Tapi sungguh sayang jika kecerdasan anda tidak diimbangi dengan rasa empati pada orang-orang yang tak seberuntung Anda.

Dear admin @autisBego, setiap orang pernah melakukan kesalahan. Tapi tak banyak yang mengakuinya dan belajar darinya.

Salam.

Saturday, May 28, 2011

Filosofi Secangkir Kopi

Hari ini saya bangun. Kesiangan. Lagi. Mungkin terbawa atmosfer akhir pekan yang menyugesti saya untuk bermalas-malasan. Oke, saya bohong. Saya memang melakukan the art of doing nothing. Selanjutnya ngulet dengan dua tangan karena eh karena BAHU KIRI SAYA SUDAH SEMBUH. HOREEEE! Belum sembuh sempurna sih karena belum bisa digunakan secara normal. Ini artinya bahu kiri saya masih nyeri jika digunakan secara ekstrem. Artinya lagi, saya belum bisa salto, push-up, angkat galon, atau koprol untuk hari-hari ke depan.

Oke, lupakan itu. Hari ini, seperti juga hari-hari yang lain, saya melakukan rutinitas pagi hari. Ngulet. Matiin weker. Nyalain dispenser. Buka jendela. Cuci muka. Sikat gigi (gini-gini, saya rajin sikat gigi). Mandi? Mari kita singkirkan hal itu untuk sementar waktu (eh?). Kemudian saya mengambil mug. Ambil Nescafé Gold. Menyendoknya. Menyeduhnya dengan air panas. Ambil gula. Ambil Coffe-Mate. Dan memasukkannya secara berurutan. Kemudian saya beranjak ke kasur bawah. Meletakkan mug di meja. Duduk. Menghirup aromanya. Harum. Kemudian, slurp, menyeruputnya pelan. Ahh, kopi pagi ini enak.

Saya suka ngopi. Suka sekali. Jika Milo adalah energi untuk menang setiap hari (saya terdengar seperti staf pemasaran Nestlé), maka Nescafé adalah sesuatu untuk mengawali, menemani, dan menemani hari saya. Dengan kata lain, dia adalah sesuatu yang menemani saya sepanjang hari.

Saya suka ngopi. Bagi beberapa orang, kopi adalah sumber inspirasi. Begitu pula saya. Entah mengapa kopi dan aromanya selalu bisa menimbulkan inspirasi bagi sebagian orang. Saya berusaha mencari penjelasan ilmiahnya. Dan kira-kira beginilah penjelasan tak bermutu saya.

Kopi adalah minuman yang mengandung kafein. Kafein merupakan zat yang bersifat stimulan. Mengingat sifatnya, zat yang memiliki formula kimia C 8 H 10 N 4 O 2 adalah zat yang mampu memicu debaran jantung. Meningkatnya denyut jantung berarti membawa banyak aliran darah yang mengandung oksigen ke otak. Mungkin karena itulah sebagian orang merasa "otaknya encer" setelah mengonsumsi kopi. Itu karena aliran darahnya lancar. Ini penjelasan ilmiah ngawur yang bisa saya kemukakan.

Tapi arti secangkir kopi lebih dari sekedar penjelasan sok ilmiah di atas. Bagi saya, menikmati secangkir kopi memiliki filosofinya sendiri. Jika Dewi Lestari menulis buku yang berjudul Filosofi Kopi, yang saya belum tahu isinya apa, maka saya punya Filosofi Secangkir Kopi.

Life is like a cup of coffee. Itu judul blognya mas Brama, sang bintang video klip Bondan Prakoso. Itu pula yang menjadi salah satu motto hidup saya ("tidak percaya" kata pembaca). Boleh percaya boleh tidak, tapi memang seperti itu kenyataannya.


Jadi bagaimana penjelasan makna secangkir kopi?

Pernahkah anda menyesap secangkir kopi? Pasti pernah. Rasanya lebih banyak orang yang meminum kopi dibanding Coca-Cola. Persetan dengan fakta Coca Cola adalah minuman paling populer di dunia, tapi saya pikir kopi diminum oleh lebih banyak orang dibanding minuman berkaleng merah itu. Kopi bisa menembus semua kalangan. Rasanya wajar melihat bos mafia menyeruput kopi di sebuah kedai, sewajar melihat abang penarik becak minum kopi di warung kopi sederhana. Terapkan hal itu pada Coca Cola dan saya rasa akan banyak kejanggalan.

Tapi bukan itu yang mau saya bicarakan. Ding dong!

Dalam secangkir kopi apa yang anda temukan. Pahit, getir, namun bukan hanya itu. Ada juga gurih dan manis. Semuanya berpadu dalam satu tegukan. Bukankah itu seperti hidup? Ya. Ada masa di mana hidup terasa sangat pahit. Katakanlah saat Tottenham Hotspur kalah di perempat final Liga Champions dan kalah melawan Manchester City dalam waktu seminggu. Pahit. Pahit sekali. Seperti meminum double espresso tanpa gula (dan saya bakal kumat maag). Tapi ada kalanya hidup terasa sangat manis. Contohnya saat anda pergi ke jurusan dan melihat proposal skripsi and diterima. Manis. Manisssssss sekali. Layaknya meminum kopi dengan 5 sendok gula (ngomong-ngomong gimana skripsi? BAB..LASS! -___-)

Ngomong-ngomong soal kopi, saya punya konsep untuk secangkir kopi yang sempurna alias the perfect coffee. Apa itu? Itu adalah keadaan di mana kopi, krimer, dan gula bercampur dalam campuran dan kadar yang sempurna. Saat pahitnya kopi, gurihnya krimer, dan manisnya gula berpadu dengan sempurna dan menghasilkan sesungging senyum di muka saya. Kopinya masih terasa, krimer menambah rasa gurih, dan tidak terlalu kemanisan berhubung saya Silahkan tertawa, tapi saat sudah meminum secangkir kopi yang sempurna maka sepanjang hari mood saya akan sangat bagus. Apalagi jika bertemu pembuat tremor.


Bentukan dan warna kopi sempurna versi saya

Terbentuknya secangkir kopi yang sempurna bukanlah secara kebetulan. Jadi bukan berarti bim salabim abrakadabra prok prok prok saya bisa menghasilkan secangkir kopi yang sempurna. Ada tahapan yang harus dilalui. Ada waktu di mana rasa kopi terlalu dominan. Hasilnya saya maag. Ada waktu di mana rasa gula begitu menyengat. Lidah saya mati rasa. Setelah sekian waktu dan terus mencoba racikan baru maka voila! Terciptalah secangkir kopi yang sempurna.

Life is like a cup of coffee. Indeed. Ada keseimbangan yang harus dicapai di sana. Jika tidak, anda takkan bisa menikmatinya. Untuk mencapai itu, anda perlu berusaha untuk mencapainya. Sama seperti usaha untuk membuat secangkir kopi yang sempurna.

Dan itulah filosofi secangkir kopi hasil rekaan saya.

Friday, May 27, 2011

Cappo di Tutti Milo



Milo Fuze dan kemasan stickpacknya

Saya maniak Milo. Mungkin Anda sudah tahu hal itu. Layaknya Jinchoge Haname, saya takkan bisa menjalani hari tanpa diawali mengonsumsi Milo (dan Nescafé, tentunya). Mungkin Anda juga sudah tahu akan hal itu. Saya minum Milo sejak umur 3 tahun dan menjadikannya alasan utama mengapa saya tidak setinggi Sooyoung. Ini juga sudah anda ketahui. Saya mengonsumsi segala jenis bentukan Milo di pasaran. Anda juga sudah tahu ini.

Jadi bayangkan betapa bahagianya saya saat mendapat pasokan Milo Fuze dari dik Ijah yang lucu. Dan jika anda bertanya apa itu Milo Fuze, lemme tell ya (pake nadanya T.O.P). Milo Fuze adalah sebuah varian Milo yang dijual di negeri Siti Nurhaliza, Malaysia. Tapi itu tidak penting. Yang patut digarisbawahi adalah, Milo Fuze adalah varian Milo paling ciamik yang pernah saya rasakan selama (hampir) 22 tahun hidup di dunia ini. Duh, jadi ketahuan umurnya kan, bodo deh.

Saya berkenalan dengannya lima tahun yang lalu. Alkisah teman saya, namanya Sinta, yang dari Riau pernah membawanya ke asrama. Iseng, saya minta. Dikasih. Diseduh Diminum. ADUHAI! Andai ini cerita di komik, mata saya akan bersinar-sinar. Saya akan terbang ke langit sambil tersenyum lebar. B-A-H-A-G-I-A.

Oh….rasa coklat yang berpadu dengan Milo.

Oh…kadar kekentalan yang sempurna.

Oh….semburat lembut vanili yang menentramkan hati.

Oh…oh…oh…oh…oppareul saranghae (kenapa jadi nyanyi????)


Terus saya jalan-jalan ke mall. Belanja. Menemukan Fuze. Saya beli dua bungkus. Habis dalam dua minggu. Tapi semenjak kuliah, saya berhenti mengonsumsinya. Tak hanya itu, Fuze pun seakan menghilang di pasaran.

Alkisah tiga minggu lalu, Ijah sempat tweeting jika dia mau pulang kampung. Ke Pekanbaru, katanya. Iseng, saya nitip Fuze. Eh….tak tahunya doi mau dititipin. Ah…senangnya. Bahagianya. Bahagia banget kah? Iya. Sangat Bahagia. Saking bahagianya, saking euforianya, begitu Ijah datang dan mengeluarkan Fuze, saya lonjak-lonjak dan menciumi bungkusnya. Norak memang.

Saya menyeduhnya saat malam menjelang. Ah, dia masih sama. Masih dengan kemasan stickpack (seperti bungkus Nescafé 3 in 1). Masih dengan rasanya yang lezat dan kental. Masih dengan kalorinya yang 10% lebih tinggi dari Milo biasa (Milo biasa 110 kcal, Fuze 121 kcal). Masih dengan bungkus yang sama.

Ah, dia mengingatkan saya semasa di asrama. Milo Fuze mengingatkan saya akan hari-hari di masa kelas tiga. Saat bangun setengah lima dan tidur setengah dua. Fuze selalu ada di samping meja saya saat mengerjakan PR Matematika. Fuze mengingatkan saya saat begadang mengerjakan akutansi di buku besar buku besar buku besar....TIDAAAK!

Milo Fuze juga selalu mengingatkan saya dengan guru Ekonomi (sekaligus wali kelas) jaman SMA MAN. Bu Ifat, namanya. Itu waktu kami masuk bab Manajemen. Dari penjelasn beliau saya menjadi paham tentang maksud efisiensi produksi. Beliau mengomparasi Milo Fuze dengan produk Milo 3 in 1 lokal. Betapa ironisnya ketika harga barang produksi luar negeri lebih murah dibanding produk dalam negeri. Okelah, bedanya hanya seribu (Milo Fuze 39 ribu, Milo 3 in 1 40 ribu). Tapi bayangkan Fuze sudah terkena PPN (pajak pertambahan nilai) 10%, bea masuk, dan belum lagi ongkos kirim yang tercangkup di dalamnya. Dan kesemuanya itu masih membuat harganya lebih murah dari produk lokal.

Bayangkan betapa tidak efisiennya produk kita, begitu kata beliau. Lalu beliau menjelaskan lebih lanjut dengan membandingkan harga beras Thailand dan Indonesia. Sederhana tapi mengena. Jadi saya tidak kaget jika harga Pertamax lebih mahal dari Shell Super. Call me unpatriotic, tapi konsumen kere seperti saya harus menerapkan prinsip ekonomi untuk bertahan hidup.

Sekali lagi saya bilang: Saya SUKA SEKALI MILO FUZE.

Dan dengan tulisan ini saya nobatkan Milo Fuze sebagai Cappo di Tutti Milo. Best of the Best Milo.

(p.s: Dek Ijah, kalo pulang lagi, boleh dong saya nitip Fuze Mocha)
Published with Blogger-droid v1.6.8

Thursday, May 26, 2011

Syukur

Setelah dipikir-pikir, saya ini...

Mata minus 4, silinder 3.

Pelipis robek, dijahit enam.

Sel otak kiri sudah ada yang mati.

Perut sudah dibedol. Jejaknya sepanjang 20 cm.

Bahu kiri cidera gara-gara matiin weker.

Tendon di lutut terlalu panjang.

Kelingking kiri gepeng karena kejepit pintu mobil.

Sempat skoliosis. Syaraf punggung terjepit.

Tapi...

Saya masih hidup secara normal. Saya masih bisa belajar. Masih ada orang-orang yang perhatian.

Walaupun itu hanya sebatas menanyakan kabar. Atau sekedar bertanya "bahumu gimana?" Atau sekedar bertanya "mbak, kok jarang kelihatan?"

Tapi itu cukup. Lebih dari cukup. Terimakasih semuanya :)

Published with Blogger-droid v1.6.8

Wednesday, May 25, 2011

Moonshadow

“I'm being followed by a moon shadow. Moon shadow-moon shadow. Leaping and hopping on a moon shadow. Moon shadow-moon shadow” (Moon Shadow – Cat Steven)

Salah satu hal yang sering saya lakukan, selain ngopi, tidur-tiduran, guling-guling, males-malesan, dan nonton film (kok ga produktif semua ya), adalah melihat langit malam. He? Iya, melihat langit malam. Saya suka melihat langit malam. Mungkin ini pengaruh dari lagu Bintang Kecil. Bintang Kecil di langit yang biru, amat banyak menghias angkasa. Saya jadi penasaran, mengapa langit malam yang warnanya hitam itu dikatakan biru di syairnya. Saya penasaran, memangnya ada segitu banyaknya bintang di langit. Memangnya sebanyak apa sehingga tak bisa dihitung?

Saya juga terpengaruh lagu “Ambilkan Bulan” gubahan almarhum AT Mahmud. Lucu saja pikir saya. Kok anak itu minta bulan. Kenapa tidak minta jajan. Kenapa tidak minta permen. Kenapa tidak minta Milo (masih kecil sudah maniak Milo, duh!).

Apalagi dulu di kampung suka ada acara Terang Bulan. Bukan nama martabak, ini semacam acara saat anak-anak main ke luar saat sedang terang bulan. Saaat bulan sedang terang-terangnya memancarkan cahayanya. Kadang saya hanya diam terpaku duduk di lapangan sambil memandang langit malam. Indah.

Mungkin sejak saat itu saya suka memandang langit malam. Kenapa? Menyenangkan saja. Menyenangkan melihat taburan bintang yang banyak itu. Menyenangkan melihat bulan dan perubahan bentuknya. Menyenangkan melihat bulan sabit. Karena itu mengingatkan saya tentang Sailormoon. Menyenangkan melihat bulan purnama yang terang. Ya, saya suka memandang langit malam. Sampai di asrama pun saya memilih menghabiskan waktu memandangi langit malam daripada belajar Fisika.

Jika berbicara tentang langit malam, mau tak mau saya teringat Miranti, sahabat saya. Kami berdua sama-sama suka memandangi langit malam. Miranti ini punya buku yang berisi peta rasi bintang. Lengkap. Dua halaman full colour. Dan kami memutuskan untuk menghafalkannya. Kebetulan langit di asrama terkadang sangat cerah. Bintang-bintang terlihat semua. Saat itulah kami sering berlomba mencari rasi Oricon, Scorpion, atau rasi bintang biduk. Ah, saya kangen masa muda….

Saya juga suka memandangi bulan. Bulan itu bagus. Bulan itu romantis. Tapi saya tidak suka digombali dengan menyamakan muka saya dengan bulan. “Maya, muka kamu indah layaknya bulan”, misalnya. Ih ogah deh. Itu berarti muka saya tidak mulus, banyak lubang di sana-sini, dan bergelombang. Atau gombalan “Maya, sinar di wajahmu mengalahkan sinar bulan”. Ih males. Muka kan tidak bercahaya, mana bisa mengalahkan cahaya bulan (eh padahal bulan juga memantulkan cahaya matahari ya). Ilmiah sedikit lah jika merayu.

Dan jika beneran ada yang menggunakan rayuan tidak bermutu itu, siap-siap terkena SNSD Kick dari saya *minjem kaki Sooyoung*.

Jika ingat bulan, saya selalu ingat terang bulan. Dan ini membuat saya teringat KKN lagi. Ketiadaan listrik ternyata membuat berkah. Kami kembali merasakan yang dinamakan terang bulan. Sungguh, saat itu saya merasa langit terang seterang-terangnya. Tak perlu listrik, tak perlu alat penerangan lainnya. Mendongak ke atas, terlihat ribuan bintang bertaburan. Kami pun refleks menyanyikan soundtrack serial Meteor garden. Lengkap dengan tarian tunjuk-tunjuk bintangnya. Ah elah!

Dan malam ini langit mendung. Tak terlihat bulan atau bintang di langit.

Tapi saya tetap memandang langit malam sambi ditemani alunan Cat Steven dan Moonshadow-nya.

“I'm being followed by a moon shadow
moon shadow-moon shadow
leaping and hopping on a moon shadow
moon shadow-moon shadow

and if I ever lose my hands
lose my plough, lose my land
oh, if I ever lose my hands
oh, well...
I won’t have to work no more

and if I ever lose my eyes
If my colours all run dry
yes, if I ever lose my eyes
oh well …
I won't have to cry no more.

yes, I'm being followed by a moon shadow
moon shadow - moon shadow
leaping and hopping on a moon shadow
moon shadow - moon shadow

and if I ever lose my legs
I won't moan and I won't beg
oh if I ever lose my legs
oh well...
I won't have to walk no more

And if I ever lose my mouth
all my teeth, north and south
yes, if I ever lose my mouth
oh well...
I won't have to talk...

Did it take long to find me
I ask the faithful light
Ooh did it take long to find me
And are you going to stay the night

I'm being followed by a moon shadow
moon shadow - moon shadow
leaping and hopping on a moon shadow
moon shadow - moon shadow
moon shadow - moon shadow
moon shadow - moon shadow”


Published with Blogger-droid v1.6.8

Tuesday, May 24, 2011

Nestapa (Balada Anak Kos)

"Nestapa (kata sifat) keadaan yang sangat sedih atau susah sekali (Kamus Besar Bahasa Indonesia)"

Saya tidak tahu harus berkata apa untuk hari yang sebentar lagi akan berakhir ini. Sudah jatuh tertimpa tangga. Peribahasa itu sungguh tepat untuk menggambarkan nasib saya.

Berawal dari kejadian pagi tadi, saya sudah wangi, rapi jali dan bersiap untuk pergi ke kampus Seperti biasa, saya bersama Raden Mas (Raden Mas Singomenggolo Jalmowono lengkapnya, jika Anda ingin tahu). Hanya beberapa meter dari kos, saya kok merasa Raden Mas ini bagian belakangnya tidak satabil. Gludak gluduk suaranya. Penasaran, saya lihat ban belakangnya…

Ulala, ban belakangnya sudah rata. Jika Anda mengenal istilah run flat tyres maka ban sepeda saya adalah flat tire dalam arti harfiah. Benar-benar rata. Rim-nya sudah hampir keluar. Dan yang bikin saya panik adalah dop (pentil ban) si Raden Mas entah ke mana. Panik, saya mencari dop yang berwarna hitam di hamparan aspal yang hitam juga. Ketemu. Saya menuju bengkel motor terdekat, yang pemiliknya adalah kenalan saya mengingat kami suka bersepeda. Waktu menunjukkan pukul 09.45….

“Pak, ada dop ukuran 26?” tanya saya

“Wah ga ada, mbak. Adanya yang ukuran 27” katanya. (dalam hati saya berkata, “besok-besok harus upgrade ban jadi 27”)

Si Bapak menyarankan agar saya pergi ke bengkel pak Topo, tetangga yang juga suka sepeda (beliau punya sebuah Pinarello yang selalu diajak ke Pakem setiap Minggu pagi). Saya berjalan menuntun Raden Mas.

Suara vokalis Four Non Blondes yang sedang bernyanyi di iPod memenuhi kepala “What’s going on?

Waktu menunjukkan pukul 10.05…

Sesampainya di sana, bengkelnya belum buka. Asem.

Apa daya, saya memutuskan menuju toko sepeda di daerah Gejayan. Berjalanlah kami di trotoar, muka saya panas. Wajah saya sudah asin asin pahit karena lunturan bedak. “Coba bedakku Shiseido Maquillage, ga luntur deh” begitu pikir saya *plak* *sempet sempetnya*.

Akhirnya kami sampai. Saya langsung mencari ban dalam. Dan kepikiran jika lampu belakang mati dan joknya agak sedikit keras. Saya memutuskan untuk membeli lampu belakang dan sadel Velo Plush. Ditotal sama mbaknya. 210 ribu katanya. Saya pamit menuju ATM terdekat.

Sesampainya di ATM, saya buka dompet. DANG! Yang ada hanya ATM Mandiri.

ATM Shar’e saya entah di mana.

Saya kubek-kubek dompet. Membuang semua nota. Tidak ada.

Waktu menunjukkan pukul 10.45...

Suara vokalis Four Non Blondes yang sedang bernyanyi di iPod semain kencang terdengar di kepala “Hey! What’s going on?

Saya balik ke tokonya. Lemas dan pucat. Ditanya saya oleh mbaknya kenapa. ATM hilang kata saya. Mbaknya menenangkan saya. Saya telpon teman. Tapi dia juga ga punya uang. Saya telpon ibu kos.

Eh di tengah perbincangan tahunya putus. Pulsa habis

Saya mengutuki provider merah.

Akhirnya saya pinjam telpon di toko untuk menelpon kos. Si Mbaknya terus menenangkan saya. Ibu kos bisa meminjamkan uang. Tapi…”kamu ambil ke kos ya, May. Aku mau pergi soalnya”. Jadi saya berjalan ke kosan.
Waktu menunjukkan pukul 11.15...

Suara vokalis Four Non Blondes yang sedang bernyanyi di iPod semain kencang terdengar di kepala “Hey! WHAT’S GOING ON?”

Sampai di kos saya bongkar kamar. Berharap si ATM nyelip atau ternyata ada di saku celana. Sia-sia. Nihil adanya. Saya balik ke toko sepeda.

Waktu menunjukkan pukul entah berapa...

Suara vokalis Four Non Blondes yang sedang bernyanyi di iPod semain kencang terdengar di kepala “I said, ‘Hey!’ WHAT’S GOING ON?”

Saya akhirnya hanya membeli ban dalam. Saya terus-terusan meminta maaf sama mbaknya. Untung mbaknya baik.

Lalu saya ke kampus. Lho? Soalnya saya sudah bingung mau ngapain lagi. Sampai di sana. Duduk di lobi dan berpikir tentang nasib hari ini. Saya ketik kalimat ini:

“Ban dalam sobek, ATM hilang, pulsa habis. What’s worse?”

DibalAs oleh Nea, teman KKN saya “tangan kiri cidera”.

Raam Punjabi bisa bikin sinetron dari cerita saya hari ini.

Di saat kebingungan melanda, saya baru sadar ada email masuk. Dari Arum. Ngajakin sarapan. Saya bales “ATM ku hilang”. Terkejut dia, padahal dia tidak perlu terkejut karena temannya ini sering bertingkah ajaib. “Cepetan diurus” katanya. Ah..Arum ini memang pintar dan bijaksana (yakin saya dia pasti senang jika baca ini).

Maka saya pergi ke kantor Muamalat. Setelah ditanya macam-macam, untuk verifikasi, dan saya minta pemblokiran rekening (ah, saya merasa brilian sekali saat menanyakan ini), kesimpulannya adalah “kartunya nanti kita cetak. Waktunya dua minggu kerja.”

Saat itu saya merasa penyakit tekanan darah rendah saya kumat. Pusing dan berkunang-kunang.

Dan suara vokalis Four Non Blondes yang sedang bernyanyi di iPod semain kencang terdengar di kepala “I SAID, ‘HEY!’ WHAT’S GOING ON?”

Saya lapor Arum. Doi tetap ngajakin makan. Tempatnya? Rempah Asia. Posisi saya di Masjid Kampus. Pendapat saya ada dua:

Pertama, “Arum ngajak berantem sumpah. Masa aku sepedaaan dari Maskam ke Rempah Asia, panasan begini, bahu kiriku sakit lagi”

Kedua, “Ya udah sih, makan mah makan aja. Daripada pingsan seharian belum makan.”

Pendapat kedua yang menang. Saya kayuh Raden Mas dengan sisa tenaga yang ada. Sepanjang jalan menguatkan diri agar tidak pingsan dan meringis menahan sakit. Syukur Ya Allah, saya sampai dengan selamat. Di sana sudah ada segerombolan mas-mas Malaysia lagi ngobrol sampai ketawa ngakak. Saya duduk di seberang cowok yang mukanya mirip Ashraff. Lumayan. Ngademin kepala.

Tak beberapa lama, Arum datang. Kami makan sambil cerita-cerita. Untungnya dia baik mau bayarin saya. Sebenarnya saya takut akan ada hujan badai disertai petir karena perbuatannya itu, tapi ternyata tak ada apa-apa.

Kami pun berpisah. Dia perawatan. Saya balik kosan. Sampai saya di kosan. Utuh tanpa kurang apapun. Lapor lagi ke Arum. Saya mesti anteng. Ga boleh salto katanya. Saya turutin.

Saya buka dompet. Yang tersisa tinggal selembar sepuluh ribuan, selambar lima ribuan, dua lembar uang dua ribu, dan selembar uang seribu. Saya lihat kalender.

Tanggal 30 masih lama.

Kali ini suara Natalie Oreiro yang bermain di kepala “Cambio dolor por libertad...”

Saya tiduran, buka laptop dan marathon nonton tiga judul film sekaligus.

Jika hari Sabtu dan Minggu kemarin kata yang cocok untuk mendeskripsikan nasib saya adalah "DERITA". Maka di hari Selasa ini kata itu berubah menjadi "NESTAPA".

Sekarang tinggal memikirkan cara bertahan hidup dengan uang 20 ribu untuk 3 - 4 hari ke depan *putar otak*

HORUMOOOOO!

Published with Blogger-droid v1.6.8

Monday, May 23, 2011

(apalah) Arti Sebuah Nama



Tadi pagi saat hendak mengoleskan salep ke bahu (jangan tanya caranya), saya membaca tulisan di boxnya. Tertulis di sana, "SUMAYA". ehh, wat!? Sumaya. Dengan Y tunggal.

Ampun deh. Padahal saya sudah jelas-jelas menulis "SUMAYYA". Dengan Y dobel.

William Shakespeare pernah berkata "what is in a name", apalah arti sebuah nama. Ya, boleh saja pengarang Much Ado About Nothing itu berkata begitu. Tapi secara pribadi, saya kesal jika nama salah ditulis. Dan kejadian ini sudah berulang puluhan kali. Saya kesal.

Dan kesal adalah hak.

Ah mutung. Ndak mau minum Neurodex *plak* *kapan sembuhnya*
Published with Blogger-droid v1.6.8

Sunday, May 22, 2011

Arti Tangan Kiri

Apa arti tangan kiri? Ternyata tangan kiri tidak hanya sekedar untuk c*bok. Tanpa disadari, tangan kiri juga menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari keseharian ummat manusia. Aduhai, saya terlihat intelek dan bijaksana sekali saat menulis ini. Jangan tertipu hihihih

Saya kemarin melakukan sebuah kebodohan yang berakibat bahu kiri saya sakit sakit sekaliiiiii (pake nada "naik-naik ke puncak Gunung"). Namun saya tetap melaukan kegiatan seperti biasa. Well, tidak seperti biasa sih, tapi ya intinya tidak ada perbedaan yang signifikan. Tapi dalam perjalanan pulang dar markas Gorgom saya mengalami nyeri yang luar biasa. Apa daya, saya mampir ke apotek langganan (langganan kok ya apotek sih, miris sekali lho nasibku) untuk membeli Salonpas. Berhubung saya lagi banyak uang, saya beli dua macam sekaligus. Varian normal dan varian Pain Relief Patches. Langsung saya pasang toga lembar. Panas? Ho oh. Tapi apa daya, nyeri mengalahkan segalanya.

Nah tadi pagi, di saat saya mengangkat gelas untuk bikin kopi, baru terasa sakit yang amat sangat luar biasa. Onde Mande! Saya meringis kesakitan. Cepat-cepat saya pindahkan gelas dan membuat kopi semata-mata hanya mengandalkan tangan kanan. Kemudian saya tidur-tiduran

Dan selanjutnya saya ingat jika harus mencuci. Dan harus menengok sepupu yang lagi ikutan bimbingan belajar di daerah Taman Siswa. Saya coba mencuci secara normal dan gagal. Karena jangankan mengucek, mengangkat tangan saja saya merasa kesakitan. Ya sudah saya mencoba mencuci dengan satu tangan. Dan itu repot kakak. Tapi saya bangga sekali bisa mencuci dengan satu tangan.

Karena semakin lama semakin nyeri (dan semakin ga bisa ngapa-ngapain), saya mendatangi teman yang kuliah di FK. "Mbak, ini kayaknya robek deh. Coba kamu periksa dokter." katanya Duh, serem saya. Tapi saya ingat satu kewajiban lagi, menengo sepupu di Taman Siswa. Uh...jika boleh memilih saya lebih baik mendatanginya di saat keadaan bahu ini sudah lebih baik. Tapi berhubung saya sepupu yang baik hati, cantik, rajin menabung, dan berkebun (Pembaca langsung melempar batu), maka saya berangkat ke sana. Oh Mama Oh Papa, setiap saya menarik tuas rem itu adalah saat paling menderita. Dan saya harus menarik tuas rem berulang kali kecuali saya ingin kecelakaan lagi (dan di jalan saya bertemu gebetan. IHI!)

Rasa sakit yang mendera sepanjang perjalanan membuat saya berkata "This is it!" eh bukan "That's it. Aku harus beli obat!" Maka saya menuju apotik di samping UNY. Masuk ke sana dan mencari Counterpain. Mungkin karena muka saya terlihat sakit sekali, saya disarankan untuk perikas dokter. Hasilnya? "Mbak, itu ligamen di sekitar tulang belikatnya ada yang robe" kata mbak dokter. "APAAA!?" saya terkejut. "Iya, mbak. Tapi cuma sedikit kok" ujar mbak dokter buru-buru menenangkan. Saya diberi salep dan obat yang harus diminum. Plus saran lain "tangan kirinya jangan banyak beraktifitas ya, mbak"

Sesampainya di kos, saya memikirkan arti tangan kiri.

Tanpa tangan kiri kita tidak bisa mengucek dan memeras cucian dengan benar.
Tanpa tangan kiri kita tidak bisa membuat kopi dengan cepat.
Tanpa tangan kiri kita tidak bisa mengetik di hape QWERTY dengan nyaman.
Saat tangan kiri kita tidak bisa dipakai, maka memakai baju menjadi kegiatan yang sungguh menghabiskan waktu.
Saat tangan kiri sakit, maka kegiatan menarik tuas rem motor menjadi kegiatan yang menyiksa.
Saat tangan kiri tidak bisa dipakai, maka menulis blog menjadi kegiatan yang rasanya dilakukan sejak jaman megalitikum. Saking lambatnya kita mengetik.

Seperti yang saya lakukan hari ini.

*tenggak Neurodex*

Saturday


(hasil buruan hari ini)

"Hot motel. Stuffy inside. I know well. This eleven walls…."

Hari ini saya tidur jam dua pagi. Salahkan drama Rebound. Saking menariknya, saya harus menonton tiga episode berturut-turut kemarin malam. Saya tidur dan bermimpi indah. Ceritanya Arien pulang dari Turki dan pergi ke kampus sambil membawa Aediz, anak Turki umur 6 tahun yang skala gantengnya 12 dari 10. “Kriiing!” tiba-tiba weker saya berbunyi. Asem.

Saya bangun dan melihat jam. 06.30. “Masih pagi”, pikir saya yang lanjut narik sarung, setel weker, dan tidur lagi. “Kriiing!” kembali weker saya berbunyi pada pukul 08.00. Kali ini bebunyiannya berpadu dengan simfoni pagi hari. Yang tak lain dan tak bukan dalah suara dak dak duk duk tukang yang lagi bongkar kosan. Karena annoying, saya memutuskan untuk bangun. Bangun beneran. Sebelum itu, saya matikan dulu weker yang suaranya tidak kalah annoying. Bergulinglah saya ke ujung kasur dan berusaha menggapai weker yang ada di lantai . Saya rentangkan tangan dan meregang tubuh. Tiba-tiba….

”KLEK!” muncul bebunyian dari bagian belakang tubuh. Alamak, otot bahu saya tertarik. Saya coba ngulet. Ampun, Nyeri sekali. Tergopoh-gopoh saya bangun mencari Salonpas. Sambil meraba-raba barang di kamar, saya tidak pake kacamata, ketemu juga koyo ini. Susah payah, saya memasangnya di bahu kiri. Dua sekaligus. Bodo deh udah bau Salonpas pagi-pagi. Bahu-bahu sendiri.

Kemudian saya menyalakan dispenser dan memanaskannya sebagai persiapan ngopi. Ga ngopi ga melek, dan ga bisa ngopi kalo ga ada air panas. Sembari menunggu airnya panas, saya sikat gigi (sebenarnya saya ini rajin lho. Rajin sikat gigi :p). Selesai. Buka pintu. Keluar kamar mandi. Dan saya tersandung kabel dispenser yang meilntang di depan pintu amar mandi. Kali ini kaki kiri saya yang jadi korban.

“Klik!” dan sumpah itu nyeri sekali. Sangat nyeri, sehingga saya memutuskan ngesot untuk membuat kopi, dan segera naik ke kasur bawah.

Mengingat bahu dan kaki kiri sudah (sedikit) cedera, dan ini hari Sabtu, saya memutuskan untuk berdiam diri di kasur. Oke, tidak hanya tidur di kasur tapi juga menonton dorama. Satu episode Rebound dan dua episode BOSS season 2 ditonton sambil sesekali twitteran. Menginjak jam 11, rasa lapar yang mendera memaksa saya ngesot untuk menyeduh Milo Fuze. Kemudian saya tidur-tiduran lagi.

"Coffee break. Lunch at noon. Pumpernickel steak. Green and orange room…"

Menjelang tengah hari, ada mention masuk. Mbak Pulung menawari saya dan Ocha Gorgom pancake buatannya (yang sumpah enak banget itu). Saya tergoda, tapi saya belum mandi dan tubuh ini terlalu malas untuk bergerak. Selang beberapa waktu, muncul sms dari Gorgom. “Ayo ke tempat mbak Pulung, ga usah mandi. Cumuk gogi aja” (cumuk gogi = cuci muka gosok gigi) . Aha! Saya cepat-cepat cumuk gogi, menuju markas Gorgom, dan kami berdua menuju ke rumah Mbak Pulung.

Selanjutnya Kak Maya dan Gorgom, dua mahasiswi di akhir bulan yang kelaparan tapi terlalu malas untuk sarapan, pun sampai. Kami segera disuguhi Pancake yang legendaris itu. Saya makan lima, dan Gorgom makan lima. Jadi totalnya kami mengonsumsi sepuluh buah pancake. Lapar atau memang rakus sih? Dua-duanya.

Sampai sore kami ada di sana. Ngapain? Emmm…ya ngobrol-ngobrol biasa aja sih. Tentang Dir En Grey, tentang majalah Elle (di mana saya dan Gorgom takjub dengan banyanya iklan di majalah itu), hingga akhirnya mengenalkan Gorgom dengan Taemin. Selama itu, saya lebih banyak diam. Kenapa? Karena saya memang aslinya pendiam (“DUSTA!” kata pembaca). Bohong ding, saya konsentrasi menghabiskan pancake. Laper banget soalnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 saat kami keluar dari kediaman mbak Pulung. Tujuan selanjutnya? Toko Barkas! Lha? Ya ga papa sih. Berhubung kami selo (senggang), tak ada salahnya kami berkunjung ke sini. Lagi pula saya sedang ingin melongok koleksi Tomica yang lumayan lengkap di sini. Syukur-syukur dapat Tomica Limited atau Tomica Limited Vintage dengan harga miring. Di dalam, kami menemukan barang-barang menarik. Ada mesin cuci, kulkas, tv, alat pembuat kopi (yang sumpah lucu bang-get dan harganya cuma 50 ribu!), magic jar, oke…kok jadi terkesan seperti orang pindah rumah ya? Anyway, kami akhirnya masuk ke tempat mainan.

Setelah lama terpaku dengan replica Lambretta 125 D (yang sumpah keren banget), kami beranjak ke lemari Tomica. Tapi….tapi….saat melewati lemari kaca guede yang isinya action figure One Piece, mata saya tertumbuk ke deretan mobil-mobilan di bagian bawah. Saya jongkok dan mengamati. Saya lihat tulisan yang tertera di boxnya: TO-MI-CA. Warna kardusnya hitam, modelnya retro.

“MATI! Ini Tomica Domestic version. TOMICA Jepang.” Jerit hati saya. Harganya, 60 ribu. MATI. MATI. Saya langsung tergoda buat membeli. Saya buka dompet dan langsung lemes. Tinggal selembar 50 ribuan di sana. Untung Gorgom baik hati, “udah lu pake uang gue aja dulu” katanya. Uh, Gorgom memang berhati Rinto!

Kemudian kami mengelilingi tempat mainan. Di mana kami kegirangan dengan action figure Chibi Maruko Chan, terpesona dengan carousel kaleng yang sangat klasik (yang akhirnya membuat Gorgom tergoda untuk membelinya lain wakyu), dan banyaknya barang Doraemon di sana. Sungguh, kami seperti anak kecil yang dibawa ke toko kue. Girang dan tak berhenti-hentinya takjub.

Kami kembali ke tempat Tomica. Tekad saya bulat, beli Tomica Domestic. Namun kembali dilemma menyapa. Mau beli yang mana? Uh, saya bingung. Ada Subaru R2, Mazda Cosmo, dan mobil berwarna merah yang saya ga tahu merknya (karena dusnya pake tulisan Jepang. Semua). Gorgom menunjuk R2. Lucu dan imut katanya. Tapi saya tertumbuk dengan tulisan di pilar B mobil merah. CE-LI-CA. ARA! Ini Celica generasi pertama! Langsung saya ambil.

"We're on our way. Roll the windows down. And scream out loud. Oh! we're tired now…"

Setelah menebus Tomica dan gantungan kunci Spongebob milik Gorgom, kami mampir sebentar ke Indomaret untuk membeli Indomie dan menarik uang. Saya lunasi utang ke Gorgom dan kami pulang. Mampir sebentar ke Bakul kedai Siomay karena kami sudah merasa lapar luar biasa (padahal ya baru makan Pancake). Setalah itu kami pergi ke markas Gorgom. Dia pulang, dan saya balik ke kosan.

Sampai kosan, saya buka dus Tomica. Kok sepertinya ini retro sekali? Saya telusuri tulisannya. Ada angka tertera di atasnya. 35. Apa itu 35? Saya baca lagi. Ooo…ini edisi 35th Anniversaries. Iseng, saya coba browsing tentang seri ini.

Untuk kesekian saya bilang “MATI!” tapi bedanya, kali ini sambil tersenyum lebar. Mengapa oh mengapa (diucapkan pake nada lagu “Janjiku”, yampun saya lawas sekali)? Karena eh karena: 1. Itu adalah Limited Series, 2. Di eBay dan situs-situs lainnya, harga normal seri ini berkisar dari $19 – $25, 3. Harga seri Celica ini $25 (sekitar 200 ribu rupiah) dan saya dapat menebusnya dengan harga 60 ribu. Imma lucky b*stard, I am!

"Home I lay. After shower clean. I hit my head. And I dream…"

Sekarang ini yang saya lakukan. Sudah mandi. Sudah wangi. Duduk mengetik sambil menyesap Milo Fuze sambil merasakan mantapnya 3 lembar Salonpas di bahu saya. Bodo deh bau Salonpas, yang penting saya bisa tidur. Ciao!

(judul dan potongan lirik berasal dari lagu Saturday – Nelly Furtado)
Published with Blogger-droid v1.6.8

Friday, May 20, 2011

1055



1055. Itu angka yang tertampang di depan mata saya. Bukan, ini bukan angka yang menunjukkan harga Indomie Ayam Spesial di Indomaret terdekat. Bakal hore banget saya jika ini terjadi. Ini angka yang menunjukkan jumlah hits di blog ini. Saya ternganga dan sedikit tidak percaya. Berkali-kali saya gosok kacamata yang sudah seminggu tidak dibersihkan ini. Terakhir, saya semprotkan cairan pembersih lensa ke arahnya, cratt…cratt, dan saya usap dengan lap khusus. Saya tepuk-tepuk pipi. Saya cubit-cubit pipi. Angkanya tak berubah. Ini ternyata bukan mimpi. Jumlah hits blog ini sudah melampaui 1000.

Bagaimana perasaan saya? Senang. Iya, saya senang. Tidak bangga. Apalagi tremor, karena oknum pembuat tremor tidak terlihat di depan mata. Kalaupun ada, saya jelas akan mengalami sesak nafas dan tidak bisa berpikir jernih.

Jadi saya cuma bisa bilang “senang”. Itu artinya ada orang yang membaca tulisan di blog ini. Itu artinya ada orang yang rela menyisihkan waktunya untuk membaca tulisan –tulisan saya. Senang rasanya saat melihat orang lain menyenangi isinya. Senang rasanya saat seorang teman memberitahu jika dia rajin mengikuti blog ini. Wah, I didn’t expect that much. Saya tidak berpikir sampai ke sana. Mengingat tidak ada yang istimewa di sini.

Tapi, jujur saja, ini pencapaian yang besar. Jumlah hits di blog ini mampu mencapai 1000 dalam waktu kurang dari sebulan. Jika saya melongok grafik statistik dari bulan ke bulan, terlihat sekali grafiknya bergerak cepat dan tajam. Secepat pergerakan saham IHSG ataupun pergerakan harga minyak Brent di Bursa London. Untuk itu saya patut berterimakasih.

Pertama, saya ucapkan terima kasih pada ARDI WILDA IRAWAN aka AWE, sang penggagas gerakan 31 Hari Menulis. Sedikit banyak, gerakan ini melecut semangat saya dan banyaaaaak teman-teman lain untuk menulis setiap hari. Sungguh, walaupun Awe terkadang marmos ([kata sifat] marai emosi = membuat emosi. Keadaan yang membuat kita ingin melempar jumroh kepada yang bersangkutan) dan absurd, tapi dia ini adalah anak muda yang punya segudang gagasan brilian.

Terima kasih Ocha si Muntah Gorgom dan Ijah Jezie Laurensia yang dengan sukarela menjadi admin 31 Hari Menulis dan dengan rajin melongok blog semua peserta (termasuk blog saya, miauw), merekap, dan memposting hasil rekapan yang kalian lakukan. Terima kasih mbak Pulung Uci, yang sui menjadi juri kompetisi ini dan sering memposting tulisan yang menyentuh hati.

Terima kasih Nescafé, Coffee – Mate, Milo, Milo Fuze, permen Fox. Terima kasih Kim Tae Yeon, Celine Dion, Chiaki Kuriyama, Angela Aki, Tokyo Jihen, Syaharani and The Queen Fireworks, Teresa Teng, Nouvelle Vague, Bond, Maksim, Johann Bach, Edvard Grieg, Lara Fabian, dan Cat Steven/Yusuf Islam yang sering menjadi teman sekaligus sumber insprasi.

Terima kasih Salonpas, Neurobion, dan balsem otot Geliga. Kalian adalah penyelamat di saat otot mulai tak enak.

Terima kasih si Mimi aka Sony Ericsson Xperia X10 Mini Pro, Blogger-Droid, dan Office Suite Pro. Dengan adanya kalian, saya mampu blogging di manapun dan kapapun. Walaupun untuk itu saya harus jumpalitan untuk mencari sinyal si provider merah #eh #curhatsaya.

Terima kasih untuk Shiro, si MacBook White yang setia menemani saya dan rela disiksa saking kerasnya saya mengetik di keyboardnya. Terimakasih untuk si meja baru.Tempat saya bisa menulis dengan nyaman dan meletakkan semua barang dalam jangkauan. Bahkan kaki saya bisa selonjoran di sana. Mantap!

Tak lupa saya mengucapkan terimakasih untuk kalian, wahai pembaca. Terima kasih yang sebesar-besarnya sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya. Terimakasih atas apresiasi yang anda berikan. Sungguh, saya tak pernah terpikir akan ada orang yang membaca tulisan tentang gadis yang bisa sakau karena 3 hari tidak minum Milo atau merasa sakit hati karena tidak bisa tumbuh lebih tinggi.

1055. Ini saatnya memikirkan kelanjutan rencana blog ini. Akan seperti apa blog ini di kemudian hari? Akankah terus berlanjut ataukah hidup segan mati tak mau layaknya zombie *berubah jadi Dolores O’Ridorian*? Bagaimana postingan yang selanjutnya? Akankah tetap mempertahankan gaya yang serabutan, ngawur, dan sekenanya atau berkembang kea rah yang lebih serius? Dan masih banyak pertanyaan lain yang jawabannya masih berupa “entahlah”.

Oh ya, tolong dimaklumi jika anda mendapati banyak kata “Sooyoung” tersebar di sini. Soalnya saya tidak suka Yoona dan Jessica (ampun kakak! Jangan lempari saya…). Eh bukan itu maksudnya! Tolong dimaklumi banyaknya sebaran kata “Sooyoung” di sini, soalnya dia itu tinggi tinggi sekaliii, dan saya terobesi menjadi tinggi. Gomen ne, minna-san!

Akhir kata, saya ucapkan sekali lagi, selamat mengikuti Dunia Maya. Selamat menikmati dunia dari kacamata saya. Sebuah dunia di mana kehidupan terkadang tidak berjalan seperti biasanya.

(teman-teman dalam kegiatan 31 Hari Menulis. Sedang bermain dengan aplikasi Little Photo)
Published with Blogger-droid v1.6.8

Thursday, May 19, 2011

Cah (replika) Mobil


Jadi saya suka mobil. Tapi saya tidak punya mobil. Oke, lebih tepatnya belum punya uang untuk membeli mobil. Namun orang bijak berkata “tak ada rotan akar pun jadi”. Tak punya mobil beneran, mobil-mobilan pun jadi. Itu yang saya lakukan.

Sejak kecil saya main mobil-mobilan. Mulai dari mobil-mobilan plastik, mobil remote control (maunya yang merk Nikko), Tamiya (merknya HARUS yang Tamiya), sampai mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali (yang modelnya itu-itu saja. Belum pernah ditemukan yang modelnya seperti Ferrari, misalnya). Praktis saya tidak pernah mengenal apalagi mengoleksi Barbie. Memang kelainan kok saya ini.

Saya dulu pernah berkecimpung di dunia Tamiya. Koleksi paling berharganya adalah Tamiya seri F1. Mobilnya Ferrari F1 1991 yang dikendarai Alain Prost. Harganya 50 ribu dan dibeli dengan membobol tabungan dua bulan (dulu setiap ujian dan tugas dapat nilai 100, saya diberi uang 500 rupiah untuk ditabung).

Tamiya satu ini angker sekali. Larinya jauh lebih kencang dibanding Super Astute atau Winning Bird milik sepupu yang jadi jagoan di kampung. Tidak heran, karena spesifikasinya kelas tinggi. Dinamo, chassis, roller, bahkan bannya memang dirancang berbeda dari Tamiya yang lain. Namun nasibnya berakhir tragis saat dia hancur berkeping-keping karena menabrak kulkas di rumah. Nangis saya.

Menginjak SMP, karena merasa sudah gede, saya berhenti main Tamiya. Mungkin sudah merasa tidak pantas dan merasa Tamiya membutuhkan banyak uang. Selai ditambah kesadaran jika mahir melilit kawat dinamo itu tidak berarti membuat saya mampu memahami rumus lilitan dioda #oposihcum.
Jadi saya beralih ke replika, replika mobil untuk tepatnya. Kenapa? Emm…soalnya dulu saya diberi replika Mercedes S-Class 2001 skala 1:18. And I thought that was a cool toy. Dan simsalabim jadi apa prok prok prok saya memutuskan mengoleksi replika.

Selain itu ada juga pemicu lainnya.

Sewaktu liburan kelas 2 SMP, saya menemukan katalog BBurago di rumah dan terpaku selama berjam-jam. Beberapa hari kemudian, kerjaan saya cuma bolak-balik-bolak-balik halaman katalognya. Pucuk dicinta ulam tiba, saat pergi ke Jakarta untuk liburan, saya dibawa ke Toys R Us yang ada di depan PIM. Maaaak! Saya bagaikan Alice di cerita “Alice in Wonderland” atau Dorothy di “Wizard of Oz”. Takjub. Girang. Senang bukan kepalang. Mainan. Mainan Mainan. Mainaaaaan! Sejauh mata memandang yang terlihat hanya mainaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan semua. Segera saya berlari ke bagian mobil dan mengambil kit Bburago.

Sedikit saya akan bahas beberapa merk replika yang ada di pasaran. Bukan, bukan yang sekelas Revell atau Amalgam. Selain saya tidak punya koleksiya, membahas dua merk ini hanya akan membuat saya terdorong membobol tabungan yang sudah disiapkan untuk membeli sepaket Shiseido seri White Lucent (percaya? Tidaaak!)

Hot Wheel

Merk yang paling gampang dicari. Sampai di Indomaret saja ada. Spesialisasinya mobil-mobil Amerika, tapi tidak tertutup ada seri mobil dari negara lain. Punya seri tertentu yang dikeluarkan dalam kurun waktu tertentu juga. Misalnya Muscle Car Series, Nostalgic Series, atau yang paling banyak dicari, Treasure Hunter. Favorit saya seri Ferrari Limited Edition. Namun koleksi yang paling berharga adalah Mini Cooper lansiran 2001. Sewaktu masih aktif di milis Tomoci, mobil ini pernah ditawar sampai 600 ribu padahal saya cuma beli 30 ribu. Tapi saya keukeuh ga mau menjualnya #bodohbanget.


Mini Cooper si Trouble Trouble Trouble

Biasanya mobilnya dimodif macam-macam, sampai sering terlihat aneh. Detailnya biasa banget karena merk satu ini sepertinya lebih menekankan ke modifikasi model. Skalanya berragam, kebanyakan 1:43 tapi ada juga yang skalanya sampai 1:8, biasanya untuk seri khusus seperti Ferrari Series
Range harga: 30 ribu – 2 jutaan.

Majorette

Merk dari Prancis dan sudah tentu spesialisasinya mobil-mobil Prancis. Jika ingin mencari replica Peugeot, Citroën, atau Renault, maka carilah merk ini di toko mainan. Detailnya termasuk buruk. Ambil contoh detail headlamp, misalnya. Alih-alih dicat, Majorette cuma menempelkan stiker untuk detail headlamp. Kekuatan utama merk ini ada di versi truk dan dioramanya. Detailnya sedikit lebih berkualitas. Namun yang lebih penting adalah variasi edisi dan pengaturan dioramanya yang bikin ngiler *ngelap iler*. Sampai sekarang saya ngidam diorama Majorette versi tim Citroen WRC.

Range harga: 25 ribu – 300 ribu (versi diorama)

Bburago

Merk asal Italia yang terkenal dengan kualitas detailnya yang luar biasa. Tidak sampai level detail Revell sih tapi tidak bikin malu lah jika disandingkan. bBurago adalah produsen yang ditunjuk sebagai official licensed product merk-merk eksotis seperti Lamborghini, Ferrari, Bugatti, dan Alfa Romeo. Jadi kebanyakan ya koleksinya merk merk itu.

Tidak seperti merk yang lain, produk Bburago memiliki skala yang besar. Berkisar dari 1:12 – 1:43. Terbagi dalam beberapa seri dan level. Misalnya seri Mille Miglia (seri mobil balap klasik), bijoux, diamond, hingga street fire (koleksi model kit skala 1:43)

Bburago juga memiliki dua kategori produk. Pertama, Kit, artinya anda harus merakit sendiri replikanya. Butuh ketelitian, ketekunan, dan tekad sekuat baja untuk merakitnya. Saya butuh waktu 3 hari untuk merakit sebuah Dodge Viper skala 1:24. Bagian tersulitnya adalah memasang decal. Karena bentuknya decal, bukan stiker, maka anda harus ekstra hati-hati saat memasangnya. Dan ini yang membuat pengerjaaannya lama (atau saya yang emang bego banget, ya?). Kedua ya bentuk jadi. Skalanya besar sih. Mantap kali lah jika punya itu. Tapi tantangannya ga ada, mahal pula.

Oh ya, Bburago ini juga mengeluarkan seri motor. Motornya? Ya, motor-motor Italia yang super stylish dan klasik itu.


Aprilia Scarabeo 500ie

Merk ini dulu sempat bangkrut dan berhenti berproduksi selama dua tahun. Syukurlah, Maisto datang dan menyelamatkan perusahaan yang bermarkas di Milan ini. Oh ya, setiap pembelian bBurago anda akan mendapat semacam kartu pos. Isi dan kirimkan maka anda akan mendapat katalog produk terbarunya. Dikirim langsung dari Negeri Pasta. Kedatangan katalog ini sempat membuat heboh orang rumah. “Maya, kamu kirim surat ke siapa? Kenapa kamu dapat kiriman pos dari Italia?” *dialog ini terjadi tahun 2003*

Rentang harga: 90 ribu – 1 jutaan

Matchbox

Saudara sepupu Hot Wheels. Spesialisasinya mobil-mobil klasik. Kualitas detailnya sedikit lebih bagus dari Hotwheel tapi belum mendekati level Tomica.


Atas: Austin Mini Van 1965. Bawah: Alfa Romeo Giulia Sprint GTA (yang sangat amat cantik sekali)

Rentang harga: 40 – 50 ribu.

Tomica

Merk yang paling banyak saya koleksi. Pertama, harganya relatif murah. Kedua, modelnya lucu-lucu. Ketiga, kualitas detailnya bagus. Lebih bagus dari Hot Wheels, Majorette, ataupun Matchbox.


Sama-sama Mini Cooper. Yang kiri Hot Wheels, yang kanan Tomica.


Semakin terlihat jelas dari belakang

Tomica merupakan merk yang kaya akan variasi. Ada banyak cara membedakan dan mengoleksi Tomica. Ada orang yang mengoleksi berdasarkan nomor seri(dari 1- 200), edisi (macam-macam mulai dari Doraemon sampai mobil Vintage), atau berdasarkan box. Box? Ya. Karena warna box Tomica menandakan tempat produksi mainan tersebut. Box putih-merah berarti Tomica yang dibuat di luar Jepang (biasanya di China, Malaysia, dan yang baru di Vietnam), box hitam-kuning berarti Tomica asli Jepang.


Tomica buatan Jepang. Harganya tidak masuk akal

Skala mainan produksi Takara Tomy ini relatif seragam, berkisar di angka 1:50 – 1:64. Pengecualian harus dialamatkan ke seri Tomica Limited. Sebuah edisi yang, seperti namanya, diproduksi secara terbatas dalam kurun waktu tertentu. Perbedaannya terletak di kualitas detail dan cat yang jauh lebih bagus, pintu yang bisa dibuka (hampir semua Tomica tidak bisa dibuka pintunya), dan skala yang lebih besar. Sebanding dengan harganya yang hampir tiga kali lipat Tomica biasa.


Tomica Limited. Bannya karet.

Dari sekian banyak Tomica koleksi saya, yang menjadi favorit adalah unit bus Doraemon, saya beli di Grand Indonesia (jauh-jauh ke mall belinya mobil-mobilan) dan unit Nissan Fairlady Z 432 dari edisi 40th Anniversaries. Begitu favoritnya, sampai harus saya tempatkan di box khusus dan dibersihkan seminggu sekali (rajin!).


Koleksi berharga saya, bus Doraemon dan Nissan Fairlady edisi Tomica 40th Anniversaries.

Rentang harga: 30 ribu (biasa), 60 ribu (edisi khusus), 75 ribu (Tomica Limited), 150 ribu (Vintage edition), 300 – 400 ribuan (Tomica box hitam-kuning)

PS: Konon di Tokyo ada toko khusus Tomica. Sepertinya saya langsung pingsan jika beneran masuk ke dalamnya.


Itu Tomica semua, kakak!? #pingsan

Sudah lama saya bermain replica. Semakin lama semakin banyak mobil-mobil mungil ini menyesaki kamar saya. Jika dihitung-hitung, nilai total semuanya bisa lah buat beli sepaket Shiseido. Eh gilaaaaaa! Aish, sudahlah, yang lebih mendesak sekarang adalah mencari tempat display mobil-mobil imut ini. Uraaaaa!

(sedikit catatan: toko Barkas di Jalan Gejayan memiliki koleksi replica yang lumayan lengkap dengan harga miring)

Wednesday, May 18, 2011

Majalah Mobil


Jika saya ditanya pekerjaan paling asoy di dunia, jawabannya ada dua. Satu, presenter Top Gear. Gimana ga asoy? Kerjaannya setiap episode adalah test drive mobil dengan cara ekstrim. Bagaimana tidak ekstrim jika sebuah Renault Megané dihancurkan hanya untuk mengetes keamanannya, menjatuhkan Toyota Hi-Lux dari lantai 10 hanya untuk mengetes ketangguhannya. mengendarai Ford Fiesta di sebuah mall sambil dikejar sebuah Corvette, atau (ini yang paling gila) mengendarai Renault Twingo di dalam terowongan bawah tanah. Edan memang otak tim produksinya.

Yang kedua adalah jurnalis media otomotif di Indonesia. Alasannya sederhana. Mereka ini adalah orang-orang beruntung yang bisa mendapatkan kesempatan mengetes mobil-mobil terbaru yang beredar di pasaran. Bayangkan, mereka bisa saja tidak punya sebuah mobil tapi kerjaannya ya test drive. Mobilnya? Apa saja. Mulai dari Xenia-Avanza, Suzuki Swift, Honda Jazz, Nissan Micra, hingga yang ajaib seperti Porsche Boxster. Asoy sekali bukan? “Bukaaaan!” Kata pembaca. Terlalu kalian! #ambilbatu #lempar

Mengingat saya ini suka mobil, rasanya kurang afdol jika tidak membahas majalah yang membahas tentang moda transportasi berroda empat ini. Kenapa harus majalah? Soalnya saya suka membaca. Wuih, saya terlihat sophisticated sekali saat menulis “gemar membaca”. Jadi terlihat seperti anak pintar dalam iklan layanan masyarakat “ayooo sekolah” dulu. Padahal alasan saya suka membaca majalah mobil ya karena rasanya lebih mantep saja. Majalah itu kan salah satu bentuk media cetak. Media cetak berarti ada gambarnya. Jika gambarnya bagus (baca: mobilnya oke dan fotonya keren), nanti bisa saya gunting dan ditempel di tembok kamar. Tidak bermutu memang.

Oke, jadi saya akan membahas tentang majalah otomotif di Indonesia. Mengapa majalah otomotif? Karena saya mengalami kesalahan pertumbuhan. Begitu bisa membaca, yang saya baca koran Suara Merdeka dan tulisan komposisi di kaleng Milo. Gede sedikit, saya bergaul dengan sepupu laki-laki yang maniak koleksi tabloid otomotif. Jadi saat teman-teman membaca Bobo, saya membaca Otomotif (terus kovernya digunting dan ditempel di kamar. Ah sudahlah, jangan banyak cingcong. Lebih baik saya ceritakan saja.

Secara garis besar, majalah otomotif ini dibagi jadi dua kubu: kubu local dan kubu asing. Kubu lokal merujuk pada media yang memang asli Indonesia, misalnya Otomotif. Sementara kubu asing merujuk pada media hasil lisensi yang terbit di Indonesia, misalnya Autocar atau Top Gear.
Nah jika dipecah lagi, akan ada buanyaaaaaaaaaaaaak macam media otomotif. Mulai dari yang umum, seperti Otomotif. Yang ditujukan jadi user guide, seperti Autobild. Yang menyasar komunitas tertentu, seperti JIP. Atau yang ditujukan untuk orang-orang selo yang memang gila mobil, misalnya Top Gear. Jangan kaget jika ragam media otomotif lebih banyak jika dibandingkan majalah untuk remaja putri.
Daripada kebanyakan membahas media yang ada satu-satu, lebih baik saya bahas saja media yang sering saya konsumsi.

Auto Bild
Auto Bild terbit sejak tahun 2003. Saya ingat jelas gambar sampulnya, mobil konsep Peugeot H2O. Terbit dua kali sebulan dengan harga 23 ribu. Jadi bisa dibilang ini adalah majalah paling up to date untuk masalah permobilan. Ini dibuktikan dengan banyaknya artikel first drive, artikel yang membahas kesan pertama sebuah mobil yang akan diluncurkan ke pasar, yang ada di majalah ini. Mengingat ini majalah lisensi, tentunya banyak artikel asing yang dimuat di dalamnya. Saya kasih jempol untuk tim penerjemahnya. Hasil terjemahannya enak dibaca dan bukan hanya sekedar menerjemahkannya lewat Google Translate. Artinya, masalah terjemahan ini memang digarap dengan serius.

Sejak tahun 2006, Auto Bild memosisikan dirinya sebagai costumer guide. Artinya majalah ini mengunggulkan artikel yang dirasa dapat menjadi petunjuk bagi konsumennya. Makanya anda bakal menemukan artikel komparasi produk pembersih interior, misalnya. Tapi yang paling berguna adalah price list mobil lama dan baru. Jika anda beniat menjadi makelar mobil, maka jadikanlah Auto Bild sebagai referensi utama setelah koran Pos Kota.


Ini tampilan daftar harganya. Setiap makelar mobil harus punya.

Rubrik Andalan: Tes Jalan, daftar harga, first drive.

Top Gear

Ini adalah versi cetak dari show mobil-mobilan yang dipandu trio Jeremy Clarkson – Richard Hammond – James May. Sama seperti shownya, majalah ini sangkil (sangat gokil) isinya. Kebanyakan diisi dengan artikel mimpi. Maksudnya artikel yang isinya membahas mobil-mobil yang hanya bisa kita miliki di dunia mimpi. Misalnya, Lamborghini, Ferrari, dan Maserati (kok merek Italia semua ya? ah bodo amat lah). Tapi itu bukan kelemahan majalah yang di Indonesia diterbitkan oleh grup Media Satu Grup ini. Karena segmen yang disasar Top Gear adalah para petrolhead, spesies manusia yang memang gila, cinta, dan menjadikan mobil sebagai bagian dari hidupnya. Halah!


Artikel yang isinya mempreteli Peugeot 207 GTI agar berlari lebih cepat. Cuma ada di Top Gear.

Mengingat dia adalah media yang sangkil, maka hal itu berimbas pula pada bahasa yang digunakannya. Jangan harap menemukan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD. Sebaliknya, anda akan menemukan majalah yang ditulis dengan slengean dan tidak memperhatikan kaidah penulisan. Aye aye, sir!
Satu-satunya kekurangan dari majalah ini adalah kualitas terjemahan yang terkesan ngasal banget. Tingkat kenikmatan membacanya jadi berkurang.

Rubrik Andalan : kolom Jeremy Clarkson (yang ngasal banget), extreme ride, semua artikel tentang sport cars dan tantangan ngawur mereka.

Auto Extreme
Merupakan majalah yang saya nobatkan sebagai “Top Gear ala Indonesia”. Ya, majalah terbitan Kompas Gramedia Grup (lagi!) ini adalah majalah yang menyasar segmen orang-orang yang gila otomotif. Setiap bulan, ada satu tema yang diangkat. Tema ini akan dibahas secara mendalam dalam setiap edisi. Mendalam banget hingga terkesan seperti membaca ensiklopedia. Misalnya jika bahasannya adalah Honda Civic, ya akan dibahas hingga ke akar-akarnya. Bahkan sampai ke silsilahnya. Bagi sebagian orang, mungkin useless membaca silsilah mobil, tapi percayalah, di tangan awak Auto Extreme, hal itu bisa menjadi asyik sekali untuk dibaca.



Silsilah keluarga Civic. Tidak penting? Pikir lagi *nggg*

Poin yang membuat Auto Extreme unggul dari Top Gear adalah bahasa penulisannya. Baku tapi tidak kaku. Enak, nyaman, nikmat sekali dibacanya. Istilah-istilah canggih dapat dijelaskan tanpa harus mengerutkan dahi. Fotonya? Mantap! Tidak kalah dengan hasil jepretan fotografer asing. Uang 40 ribu rasanya tidak terbuang sia-sia untuk membelinya.

Rubrik Andalan: (hampir) semua rubriknya.

Na itu dia majalah-majalah favorit saya. Sebenarnya masih banyak majalah otomotif yang pernah saya baca. Karena hanya tiga majalah inilah yang rutin saya beli. Kurang kerjaan? Mungkin. Tapi saya mending baca ini daripada baca tabloid Nova yang kovernya Anang-Ashanty. Kthxbye!

(catatan penting: hampir semua majalah otomotif di Indonesia berasal dari Kompas Media Group. Angkat topi lah untuk perusahaan satu ini)

Sherlock (repost, gan!)



I love Sherlock Holmes. Salahkan komik Detektif Conan untuk itu. Saat SMP, rasa penasaran tentang tokoh rekaan Sir Arthur Conan Doyle ini mendorong saya untuk memesan novel ini setiap orangtua pergi ke Bandung untuk terapi Ammar. Saya masih ingat antusiasme yang muncul setiap mendapatkan novel barunya. Saya masih ingat rasa penasaran yang muncul setiap membaca ceritanya. Kasus kasus yang ditanganinya. Saya akan bergadang semalam suntuk untuk menghabiskan novel Sherlock Holmes. Menjadi depresi saat membaca seri Memoar Sherlock Holmes, di mana Holmes meninggal saat berjibaku dengan James Moriarty. Dan menjadi bersemangat saat mendapatkan seri Kembalinya Sherlock Holmes. Itu merupakan salah satu masa paling bahagia sepanjang hidup.

Makanya saya senang saat ada rilis film Sherlock Holmes. But, my….! Kenapa oh kenapa Sherlock harus diperankan oleh Robert Downey Jr? Bercanda ya! Sherlock yang orang Inggris diperankan oleh orang Amerika? Katakan ini bohong, Fernando Jose! Robert Downey Jr memang menawan saat memerankan Tony Stark di Iron Man. Sengak, sombong, dan playboy. But, seriously…dia tidak cocok untuk memerankan Sherlock Holmes. Bentukan fisiknya tidak cocok dengan deskripsi Holmes yang selama ini saya kenal. Dan karena otak saya tidak bisa menerima orang Amerika memerankan orang Inggris, maka saya tidak pernah menonton film garapan Guy Ritchie itu.

Sampai hari Minggu lalu, saya mendapati folder berjudul “Sherlock” di laptop seseorang berinisial AJP. Sherlock apa ini? Sherlock Holmes? Sherlock Holmes versi Inggris? Iya, katanya. Saya langsung copy folder itu. Besoknya saya tonton.

Seperti apa Sherlock Holmes jika dia hidup di abad 21? Inilah yang coba disodorkan miniseri produksi BBC ini. Yup, ini bukan “Sherlock Holmes” versi aslinya. Jadi ini bukan hasil adaptasi Sherlock Holmes dari karya Conan Doyle. Untuk itu, sudah ada serial “Sherlock Holmes” yang dibintangi oleh Jeremy Brett. Lebih tepat dikatakan jika “Sherlock” adalah interpretasi lain dari seri detektif paling terkenal di dunia ini. Walaupun begitu, tim produksinya berhasil memadukan pemikiran mereka dan tulisan Conan Doyle dalam miniseri ini.

And it turned out well. Very well. GREAT! BRILLIANT! EXCELLENT!

Miniseri ini “hanya” sepanjang 3 episode. Tapi sungguh mati, ini merupakan salah satu drama terbaik yang saya tonton. Melihat miniseri ini memang bagai mewujudkan imajinasi melihat sosok Sherlock Holmes di abad 21. Aneh tapi…tidak aneh. Dalam arti, mungkin Sherlock akan berlaku seperti itu jika di hidup di masa kini.

Mungkin aneh melihat Sherlock Holmes menggunakan Blackberry dan laptop sewaktu bekerja, tidak menggunakan topi fedora, dan memakai koyo nikotin (nicotine patches) untuk menggantikan pipanya, Atau mengetahui kenyataan jika The Science of Deduction adalah sebuah website ketimbang artikel di koran The Sun. Atau melihat John Watson mempublikasikan ceritanya di blog. Atau melihat mereka berkeliling London menggunakan taksi.

Tapi bahkan perubahan semacam itu masih membuat feelingnya tetap sama. Dia masih tinggal di 221 B Baker Street dan memainkan biolanya. Holmes masih asosial, eksentrik, nyentrik, dan sombong. Kemampuan deduksinya masih luar biasa. Dia masih punya hubungan benci-tapi-rindu dengan adiknya, Mycroft. Dan jangan lupa, masih ada James Moriarty, rival terbesarnya.

Ceritanya sendiri, seperti yang saya bilang, keren tingkat professor. Di setiap episode ada kasus yang harus dipecahkan Holmes. Di sini kerennya. Setiap kasus selalu terkait dengan satu atau dua cerita Holmes di novel Conan Doyle tapi (sekali lagi) melibatkan interpretasi baru yang dilakukan tim produksinya. Ambil contoh A Study in Pink (judulnya!) mengombinasikan cerita A Study in Scarlet dan Russian Roulette. Perubahan yang terjadi ada saja. Misalnya, jika kata “Rache” di kasus A Study in Scarlet adalah petunjuk yang mengungkapkan jika korbannya adalah orang keturunan Jerman, di sini kata itu adalah petunjuk yang merujuk pada “Rachel”. Atau Bruce-Partington yang bukan rencana kapal selam tapi rencana pembangunan misil. Brilian? Brilian sekali!

Dan ohh…Moriarty! Moriarty di sini adalah penjahat yang cerdas, misterius, dan psikopat. Ya…itu Moriarty yang kita kenal. Tapi tak hanya itu, duet Steven Moffats dan Mark Gatiss berani membuat James Moriarty menjadi pria metroseksual bahkan sempat dianggap Holmes sebagai seorang gay.

Dari sisi pemainnya, lagi-lagi saya harus angkat sepuluh jempol. Benedict Cumberbatch adalah sosok yang tepat untuk memerankan Holmes. Sosoknya tinggi menjulang. Wajahnya tirus, lonjong, dengan bola mata yang hampir abu-abu. Auranya flamboyan. Singkatnya, dia adalah perwujudan sempurna imej Sherlcok Holmes yang dideskripsikan Sir Arthur Conan Doyle dalam novelnya. Robert Downey Jr patut mengaku kalah untuk itu.



Benedict Cumberbatch = Sherlock dunia nyata

Sebagai kata akhir, saya sungguh senang mengetahui kabar akan ada lanjutan dari miniseri keren ini. Cukuplah jika dikatakan saya lonjak-lonjak saat membaca beritanya. Merujuk pada artikel di The Guardian, Mark Gatiss memberikan tiga kata kunci untuk season kedua “Sherlock”. Kata kucinya: Adler, Hound, dan Reichenbach. Itu berarti kasusnya akan diambil dari Scandal on Bohemian, Hounds of Baskerville, dan The Final Game. Wow! Tak sabar rasanya melihat sosok Irene Adler di sini. Seperti apa Irene Adler di abad 21? Apakah dia akan menjadi femme fatale? Kita lihat saja!

Uh…sepertinya saya harus ambil semua novel Sherlock Holmes di rumah. Yay, Panda!