Monday, August 29, 2011

Teruntuk Ayahanda, Pak Zul


“Laut yang tenang tak kan menghasilkan pelaut yang tangguh” - Ir. Zulhiswan.

Sejak semalam saya terserang sakit kepala yang luar biasa , karenanya saya putuskan untuk langsung tidur setelah shalat Subuh. Saya bangun sekitar pukul sembilan untuk kemudian membuka handphone dan mengecek twitter.

Kemudian kabar itu datang di pagi yang cerah dan tenang. Tak sengaja saya membaca twit dari @Risty25, akun twitter milik Risty teman semasa SMA. Twitnya berbunyi seperti ini:

“dua tahun yang lalu, k sena dipanggil Allah tanggal 27 Ramadhan. Hari ini, 29 Ramadhan, Pak Zulhiswan menyusul…. :’(“

Perlu beberapa saat bagi saya untuk mencerna maksud twit tersebut. Sesaat kemudian kalimat Innalillahi wa Innailaihi Raji’un meluncur. Sesaat kemudian saya kembali tersadar lebih jauh. Tersadar dengan kenyataan yang ada.

Pak Zulhiswan meninggal dunia. Pak Zulhiswan sudah diambil oleh Yang Maha Kuasa. Pak Zulhiswan sudah kembali ke haribaan-Nya.

Di titik ini saya terguncang. Pandangan saya kabur. Beberapa tetes air mulai jatuh dari mata. Saya bukan tipe orang yang gampang menangis, tapi kabar di pagi ini membuat saya menangis. Entah kapan terakhir kali saya menangis hingga seperti itu.

Pak Zulhiswan meninggal dunia. Tumor otak menjadi jalan bagi beliau untuk bertemu dengan Sang Khalik.

Pak Zul, begitu beliau biasa disapa adalah guru Matematika saya saat bersekolah di MAN Insan Cendekia Serpong. Beliau resmi mengajar kami saat kami duduk di kelas XI. Lebih tepatnya beliau mengajar anak-anak kelas XI IPS.

Pak Zul adalah guru yang hebat. Saya tak pernah suka dengan matematika ataupun pelajaran yang terkait dengan angka-angka yang lainnya. Namun sebenci-bencinya saya dengan matematika, saya tak bisa membencinya saat diajar oleh Pak Zul. Sebodoh-bodohnya saya dalam Matemetika, saat diajar olehnya saya hampir tidak pernah remedial. Saya tak pernah memiliki antusiasme besar untuk belajar matematika sebelum saya diajar oleh beliau.

Namun Pak Zul lebih dari sekedar guru yang hebat. Pak Zul adalah pendidik sejati. Beliau tidak hanya mengajar tapi memberikan inspirasi bagi kami, murid-muridnya. Beliau tidak hanya mengajar tapi selalu memberikan petuah setiap kali beliau mengajar. Beliau selalu memberikan motivasi bagi kami.

“Laut yang tenang tak kan menghasilkan pelaut yang tangguh” adalah salah satu kata-katanya yang selalu terngiang di setiap benak kami.

Pak Zul lebih dari sekedar guru bagi kami. Beliau adalah sosok orangtua bagi kami. Ayahanda, itu sebutan kami untuk beliau. Ya, beliau adalah sosok ayah bagi kami. Ayah yang welas asih, ayah yang bijaksana, ayah yang mengayomi anak-anaknya. Pak Zul pun menganggap kami sebagai anak-anaknya. Saat ditanya di mana anak bapak, beliau menunjuk kami dan berkata, “Kalian anak-anak bapak” dengan suaranya yang lembut itu.

Pak Zul adalah orang yang berdedikasi tinggi. Di saat tumor otak mulai membayanginya beliau masih setia mengajar kami, murid-muridnya. Semangatnya luar biasa dan ditambah dengan optimisme yang juga luar biasa. Walau untuk itu beliau harus menjalaninya dengan perjuangan yang luar biasa. Bahkan Pak Zul sendiri lah yang memberi kabar tentang penyakitnya ke guru-guru kami yang lain.

Sosok Pak Zul sangat melekat di hati kami. Sehingga saat beliau harus menjalani operasi tumor, murid-muridnya bahu membahu membantu biaya pengobatan serta perawatan yang harus beliau jalani. Perwakilan IAIC pun sempat beberapa kali menjenguknya. Setidaknya itu yang bisa kami lakukan untuk membalas jasa-jasanya.

Pak Zul berjuang melawan tumor otak selama empat bulan lebih. Berbagai cara pengobatan dilakukannya, ada yang berhasil dan ada yang gagal. Hebatnya, Pak Zul tetap optimis dan memberikan motivasi bagi orang-orang yang menjenguknya. Pak Zul tetap ceria dan tabah dalam perjuangannya melawan penyakit ganas tersebut. Pak Zul tak pernah putus asa dalam perjuangannya selama ini.

Dan penyakit itulah yang mengantar Bapak menuju Sang Khalik. Pak Zul meninggal di tanggal 29 Ramadhan, di sepertiga akhir bulan Ramadhan. Di mana Allah sudah menjanjikan pembebasan dari api neraka untuk ummat-Nya. Ya Allah Pak Zul, bahkan sampai Bapak meninggal, Bapak tetap luar biasa. 

Ah, Pak Zul. Kami pasti rindu Bapak….

Akhir kata saya ingin mengucapkan sesuatu.

Empat tahun lalu, saat Morganaxis, angkatan saya, berpamitan di hari terakhir kami belajar, Pak Zul berkata “Saya senang pernah mengajar kalian.”

Kini, bolehlah kiranya kami semua membalas Bapak, “Pak Zul, kami sangat senang pernah dididik dan menjadi murid Bapak”

Selamat jalan Pak Zul.


Selamat jalan guru Matematika terhebat.


Selamat jalan pendidik terbaik.


Selamat jalan Ayahanda.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ [وَعَذَابِ النَّارِ]


Purwokerto, 29 Agustus 2011

Monday, August 22, 2011

22

Growing up is not an absence of dreaming
It’s being able to understand the difference between
The ones you can hold and the ones that you've been sold (Goodbye Alice in Wonderland – Jewel)

Beberapa jam yang lalu, saya resmi mengakhiri angka 21 dan beranjak ke angka 22. Yup hari ini, pada saat fajar menyingsing 22 tahun yang lalu saya membuka mata dan melihat dunia untuk pertama kalinya. Namun walau lahir di saat fajar nama saya bukan fajarwati. Well setidaknya hal itu tidak sempat terjadi.
Hari ini, seperti biasa, saya hampir lupa jika saya berulang tahun. Jika tidak ada SMS dari Lina mungkin saya akan menjalani hari ini seperti hari-hari sebelumnya. Leyeh-leyeh dan sesekali mengerjakan skripsi. Ohemjih…manusia macam apa ini!?

Tahun ini perayaan ulang tahun saya terasa sedikit spesial. Bukan, bukan karena tiba-tiba saat saya bangun badan sudah setinggi Choi Sooyoung. Tapi karena saya menginjak usia 22 tepat di tanggal 22. Sungguh menarik, kan? Eh tidak menarik? Oh ayolah buat saya sedikit senang di hari ini #maksa. Pokoknya memiliki usia yang sama dengan tanggal ulangtahun itu terasa istimewa mamen!

Jadi seperti apa usia 21? Hmmmm so-so lah ya. Walaupun usia saya kemarin itu seperti penguasa jaringan bioskop tapi ironisnya tahun kemarin saya malah jarang banget nonton bioskop. Aduh berapa kali ya saya ke bioskop? Sepertinya tidak lebih dari 4-5 kali. Itupun karena bareng-bareng teman. Satu-satunya film yang membuat saya merasa HARUS menontonnya adalah film Wu Xia karena ada Takeshi Kaneshiro.

Ehm sepertinya ini sudah OOT deh.

21 bagi saya adalah walk in the park. Ibarat makanan, dia adalah gado-gado yang dicampur lotek. Ibarat biskuit, dia adalah biskuit Kong Ghuan atau Lagenda. Bingung? Ya, saya juga. Intinya 21 adalah usia di mana banyak kejadian, baik itu pahit maupun manis, menimpa saya. Klise banget yah?

Di usia ini saya melakukan kesalahan yang fatal. Lebih dari satu kesalahan fatal. Tak perlu lah saya jelaskan apa masalahnya tapi dapat dibilang itu cukup mengganggu hubungan saya dan keluarga. Tidak tahu ya? Maaf, saya lebih suka menyimpan masalah sendiri…. 

Di usia ini saya merasakan yang namanya dikejar wedhus gembel. Mungkin tanpa pertolongan Yang Maha Kuasa saya sudah tewas dan berada di alam sana. Syukurnya saya masih diberi kesempatan untuk hidup di dunia.

Di usia ini jujur banyak cobaan dan masalah yang menimpa diri ini. Beberapa ringan. Beberapa lagi berat. Beberapa lagi sangat berat. Namun bukankah setiap masala yang menimpa membat kita seseorang menjadi lebih matang dalam kehidupannya? (heran ga sih saya menulis kalimat seperti ini).

Di usia ini saya harus melepas beberapa teman. Bukan apa-apa tapi mereka sudah lulus. Sedih sih pasti karena kebayang tidak bakal bertemu dengan mereka setiap hari layaknya sebelumnya. Tak hanya sedih, tapi sedikit terpecut juga untuk menyelesaikan folder yang berjudul si S. Sedikit….

Tapi selain yang sedih-sedih, 21 juga banyak memberikan kegembiraan.

Saya gembira karena bisa beli hard disk eksternal. Karena dengan begitu koleksi film dan dorama saya bisa tersimpan dengan aman di sana. Tsk, sederhana sekali ya kadar kegembiraan saya!? Baik-baik ya kamu dek Young (ini nama HD saya), jangan kena virus apalagi sampai terformat. Unnie bisa nangis 3 hari 3 malam sambil mandi kembang tengah malam kalo itu terjadi T^T

Terus saya senang bisa bertemu dan menjalin hubungan dengan kalian, teman-temanku yang hebat. Yang semangat mendonlot serial drama Asia-nya setinggi semangat mengerjakan skripsinya. Yang tawa dan candanya selalu bisa membuat saya semangat ke kampus. Yang selalu mencerahkan suasana hati saat sedang galau. Yang selalu membangkitkan semangat saya saat sedang bersedih. Emang pernah bersedih? Pernah lah. Lo kate gue cuman haha hehe doang!?

Apa lagi ya? Emm…oh ya! Saya diterima judul skripsinya. Hurrah! *lemparin petasan ke Yoona*. Walaupun dalam perjalanannya agak sedikit, ehm, tersendat namun itu cukup membuat saya senang. Cukuplah saya bilang kemaren saya sampai sujud syukur saat melihat pengumumannya.

One more dream, wanting to know the continuation of the far away dream (One More Dream – SPEED)

22. Menurut Ardi Wilda di komennya setahun yang lalu, ini adalah usia di mana seseorang menentukan masa depannya. Mau jadi apa kamu? Akan ke mana kau akan melangkah? Ya, intinya di usia ini kita mau tak mau harus menentukan ke mana langkahnya, Dengan kata lain: menjadi dewasa.

Uh, menjadi dewasa. Saya tak mau jadi dewasa.  Apakah ini sudah saatnya? Mau tak mau ya….

Impian saya untuk usia ini apa ya? Hmmm….let’s see.

Lulus itu sudah pasti. Di usia ini bukan hal yang aneh jika kita ditanya “sudah lulus?” atau “skripsi sudah sampai mana?”. Justru tidak wajar saat kita ditanyai “apakah kamu pernah makan Indomie di Slovenia?” karena 1) saya belum pernah ke Slovenia dan 2) karena itu saya tidak tahu apakah di Slovenia ada Indomie atau tidak. Jangan-jangan Slovenia itu seperti Italia yang tidak menjual Indomie. Dan untuk itu saya harus pergi ke Belanda untuk membelinya. Jauh cyin…

Makanya agar cepat lulus saya mesti ngebut untuk mengerjakan skripsi. Ibarat mobil, saya mesti menjadi Ferrari 458 Italia yang diberi bi-turbo dan bodinya diganti semua dengan serat karbon, atau Porsche Carrera GT yang diberi 6 tabung NOS sekaligus. Mas Dosen Pembimbing, semoga Anda tidak bosan jika sering bertemu saya di hari-hari ke depan.

Apa lagi?

Mencari jodoh seperti Maher Zein atau Aediz sepertinya patut dipertimbangkan. Kerja nampaknya menjadi pikiran yang logis. Kalau bisa sih yang sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Intinya kerjaan yang bisa membuat saya keliling dunia. Wartawan perang mungkin? Atau crew Top Gear? Bisa jadi #mimpiketinggian #ditamparkanankiri.

Tentunya obsesi harapan menambah tinggi badan hingga menjadi seperti Sooyoung belum terhapus dari pikiran. Umur segini ditanyain kapan lulus itu wajar. Ditanyain sudah ada jodoh juga mungkin, emm, wajar. Tapi jika umur segini masih dikira anak kelas dua SMP  itu agak kelewatan juga ya. Ngomong-ngomong terakhir saya ngukur, tinggi badan masih di sekitar 147 cm lho (ini ralat dari postingan sebelumnya). Ini…ini….apa maksudnya iniiii? Apakah perkembangan badan saya sudah mencapai titik nadir!? Katakan ini bohong, Gabriela!

Harapan menambah koleksi dorama tentunya tidak bisa dielakkan. Walaupun dorama season ini sepertinya tidak ada yang hits tapi ternyata banyak dorama season lalu yang bagus. Maka dari itu membeli Sooyoungie part 2 nampaknya perlu menjadi pertimbangan jugak. Ayo ayo siapa yang mau ngopy? #mentalbandarpelem.

Jodoh? Nanti saya pikirkan setelah bertemu Maher Zein atau saat Aediz sudah dewasa.

Ehh terus apa lagi ya? Mmmm…..

Uh saya buruk dalam perencanaan masa depan. Tapi yang pasti keinginan untuk membahagiakan semua orang di sekeliling masih menjadi prioritas utama. Saya senang jika melihat orang lain senang. Selain itu, I need to challenge myself. More and more…

Akhir kata, 21 adalah usia yang luar biasa. 22 masih misteri untuk saya, namun saya yakin usia ini menjadi usia yang tidak kalah bahkan lebih luar biasa dari sebelumnya. So, hello 22! Be good to me, yo!

dashi mannan uri-ui! (Into The New World – SNSD)

(P.S: saya menerima hadiah dalam berbagai macam bentuk. Mulai dari Samsung Galaxy Tab, Galaxy S II, Sony Ericsson Xperia Arc, tipi LED full HD, Sony PSP, Nintendo 3DS, Blue-ray player, dock iPod + compo Philips, lensa Leica DG Elmarit, Sepeda Pinarello Treviso, CD album SPEED, tiket konser SNSD, sampai dikerjakan skripsinya #ngarep)

Monday, August 15, 2011

Segitiga Cucut - Donghae - Sica


Angka 13 dikenal orang sebagai angka sial. Konon mitos ini berasal dari malam Friday the 13th di mana banyak orang mengalami banyak kejadian buruk di malam itu. Atau karena jika angka itu digabungkan (1 + 3) maka jumlahnya menjadi 4. Angka yang dianggap angka sial bagi masyarakat Jepang. Karena konon ini adalah angka kematian.

Namun pada tanggal tersebut di bulan Juni lalu, Ayu Puspita Karwinandhi alias Cucut menjalani pendararan. Sebagai teman yang baik, saya tentu khawatir akan nasibnya di hari itu. Sebegitu khawatirnya hingga saya mulas-mulas di malam sebelumnya.

Tapi itu bohong.

Bukan karena itu sih, tapi saya mulas karena salah makan. Saat makan siangmu Mas Kobis dengan cabe 15 dan makan malammu ayam goreng dan sambal bawang SS, maka bukan hal yang aneh jika kamu mulas.

Ah, anyway, pendadaran Cucut merupakan pendadaran terakhir di bulan Juni. Harusnya sih begitu. Namun karena  satu dan lain hal maka masih ada beberapa orang yang didadar setelahnya.

Tapi berhubung yang didadar adalah Cucut tentu harus diadakan persiapan yang yahud. Ya, ini Cucut. Pentolan Geng Webeh yang terkenal itu. Gadis tinggi yang sering memakai alas kaki yag tinggi juga. Cucut yang naksir sama Donghae dan membenci Jessica karena pernah pacaran sama si Ikan, begitu sebutan cucut pada Donghae. Cucut yang sering minta dibeliin cireng sampai dikenalin abang-abangnya.

Tak ada asap jika tak ada api. Tak ada hasil jika tak ada persiapan. Jangan hiraukan perbandingan ngaco tadi, tapi intinya persiapan untuk merayakan pendadaran Cucut dilakukan jauh-jauh hari. “kepada emailmaksa diharap segera OL di YM” begitu tweet saya suatu hari. Ini adalah #kode bagi si maknae untuk segera berpartisipasi di program agak selo ini. Kami pun membahas segala persiapannya di situs chatting tersebut. Termasuk rencana joget Gee atau Genie saat dia dinyatakan lulus. Astaga, kami sunguh sangat selo sekali.

Paginya saya kesiangan lagi berangkat ke kampus dan, seperti biasa, menuju ruang ujian. Di sana para pentolan geng Webeh sudah berkumpul. Ditambah dengan tiga additional player yaitu Risa sang calon mahasiswa baru, Mbak Dama, dan Mba Sinta. Tanpa banyak cingcong kami pun mengerjakan spanduk yang akan kami berikan untuk gadis tinggi yang sepertinya semakin hari semakin tinggi ini (saya agak sakit hati menuliskannya).

Desain draft sudah oke dibuat. Layout segala macamnya pun sudah yahud. Namun kami baru menyadari jika *jreng jreng jreng*

Tulisan tangan kami tidak ada yang bagus.

Sekali lagi.

Tulisan tangan kami tidak ada yang bagus

*didramatisir*

Haduh haduh panik kami jadinya. Akhirnya setelah melalui perdebatan sengit dan silat lidah yang memakan banyak waktu, diputuskan jika yang menulis ucapan selamat adalah Risa si calon maba. Tulisan yang ditulis adalah (kalimat ini aneh ya, tulisan ya ditulis.)

Ucapannya berbunyi:

Chukahamnida Ayu P. Karwinandhi SIP. Sarjana Ilmu Perkorean.


(ini bentukannya)

Kenapa sarjana Ilmu Perkorean? Sudah pasti itu menunjukkan tema skripsi gadis tinggi semampai ini.

Kemudian kami memutar otak untuk merancang spanduk yang kedua. Karena kami ingin membahagiakan hatinya, maka kami memutuskan untuk menggambar Donghae di spanduk yang satunya lagi. Tentunya dengan ucapan selamat biar tambah kiyut.

Tapi karena kami tidak bisa menggambar wajah Donghae dengan benar keterbatasan waktu dan tempat, kami tidak bisa menggambar aslinya. Saat itulah muncul ide cemerlang: “bagaimana jika kita menggambar ikan saja?”. Hal ini dipicu dari fakta jika panggilan sayang Donghae sering disebut si Ikan oleh Cucut. Eureka!

Saya yang diserahi tugas menggambar si Ikan. Dan tergambar dengan baik dan benar. Kemudian muncul ide lain yang tidak kalah luar biasa. “Bagaimana jika kita memasukkan gambar Jessica di posternya?”


(si ikan sedang digambar)

Dan saya pun menggambar asal-asalan si cewek saingan Cucut ini di pojok kiri poster. Jadinya bagus loh *sombong*. Oh ya, ada tambahan ucaan Oppa Babo. Seperti bagiannya Sica di lagu Gee.  
Selesai kami menggambar, Cucut pun keluar dari ruang. Senyam-senyum dia. Kami halang-halangin agar dia tidak bisa melihat apa yang kami kerjakan.

Tidak beberapa lama kemudian Cucut kembali masuk ruangan sidang untuk mendengar pengumuman.
Konon kata kata pengumumannya diawali dari kata TIDAK.

APAAAA!???? Katakan ini bohong, Gabriela! *petir menyambar* *zoom in* *zoom out*


 Etapi itu belum selesai kalimatnya. Lengkapnya adalah Tidak Tidak Lulus.

Artinya, Cucut Lulus.

Hurrah! *lempar high heels Sooyoung*

Acara pun dimulai. Berawal dari penyematan selempang kelulusan oleh Kakak Pertama




Kemudian dilanjutkan dengan foto bersama dosen pembimbing




Tentunya penyerahan spanduk mahakarya tidak lupa.




Ada Jessicanya lhoo hoho




Acara terakhir adalah foto-foto. Sayangnya kami tidak sempat mempraktekkan Gee atau Genie. Tapi tak ada rotan akar pun jadi. Kami pun berpose ala Hoot. Trouble trouble truble shoot shoot shoot!



(ini ceritanya SNSD tapi bukan :p)



Akhir cerita cukup sampai di sini saja. Selamat ya Cucut. Semoga dapat hidup berdampingan dengan Donghae dan Sica. Oh ya…itu poster yang ada Sica-nya masih ditempel di kamar kan?
(habis ini saya ga dianggep temen lagi hahaha)

Sunday, August 14, 2011

Salam Olahraga Kakak Pertama!

Sebenarnya tulisan ini sudah dibuat, tapi karena flashdisk hilang @#$%^&!, maka baru bisa diposting sekarang.


Oh tapi sebelum saya masuk ke cerita utama perkenankanlah saya menyertakan sedikit intermeso cerita pembuka untuk mengawalinya. Sebuah cerita yang menjadi bukti jika kesamaan frame of references dapat menjadi dasar terbentuknya klik pertemanan <-- kelamaan kuliah.

Alkisah terdapat sembilan mahasiswa semester banyak gadis muda yang sering berkumpul di sudut World Bank Corner Perpustakaan Fisipol UGM. Belajar dan mengerjakan tugas? Ya, kadang. Namun mereka lebih sering mendayagunakan waktunya untuk mendownload video yang berbau Korea. Mulai dari video klip (istilahnya MV) hingga reality show Mulai dari We Got Married hingga Athena. Kebutuhan untuk tempat yang koneksinya cepat dan didukung dengan situasi yang nyaman serta fakta jika mereka adalah korban Hallyu Wave yang semakin menggila adalah faktor yang menjadi dasar terbentuknya kelompok ini. Termasuk saya, yang eksistensinya dipertanyakan, karena saya penggemar Jepang namun bergaul dengan orang-orang pecinta Korea (ini kata Cucut, bukan kata saya).

Walaupun bersembilan, kami bukan SNSD atau Cherry Belle. Bukan. Kami menyebut diri kami, sekaligus dikenal, sebagai Geng Webeh. Asalnya dari permainan singkatan tempat nongkrong kami. World Bank disingkat jadi WB diucapkan jadi Webe biar terkesan lebih oke dirubah jadi Webeh. Jadilah Geng Webeh. Hari hari berjalan damai tanpa banyak perubahan. Datang, duduk, buka laptop, barter (kalo ada yang nitip donlotan), makan jajan, makan siang, donlotan kelar dan kami pulang. Hingga di suatu hari, Cucut, yang lagi agak kurang kerjaan, membuat silsilah geng Webeh sekaligus mencetuskan nama baru untuk kelompok ini.

Maka terpilihlah nama Socialite dan, berdasarkan tanggal dan tahun lahir, kami menobatkan Mita Cindaga sebagai Kakak Pertama. Dan sejak saat itulah kami tidak memanggilnya Mita atau Mitun atau Mita Mitun melainkan Kakak Pertama.

Baiklah, kita kesampingkan saja dulu cerita mengenai Socalite alias Geng Webeh tadi. Nanti kapan-kapan saya ceritakan deh. Sekarang saya ingin bercerita mengenai Mitha waktu pendadaran.

Mita Mitun alias Kakak Pertama merupakan korban orang beruntung keempat yang menjadi sasaran proyek selo saya. Kakak Pertama adalah panutan bagi adik-adiknya. Dia rajin belajar, baik hati karena mau saja dititipin donlotan, rajin menabung, rajin berkebun, dan tidak sombong. Konon semboyan hidup Kakak Pertama adalah Men Sana in Corpore Sano karena dia atlit pingpong. Ya, dia ahli bermain pingpong jadi jangan coba-coba mempingpong hatinya. Salah-salah bisa dismash anda. Dan bukan, Smash di sini bukan Smash yang suka makan sosis So Nice, tapi smash beneran. Pletak!

Kakak Pertama juga menjadi panutan bagi adik-adiknya karena dia rajin mengerjakan skripsi. Tidak heran jika dia yang pertama kali maju sidang pendadaran pada 6 Juni lalu. Maka dari itu kami, adik-adiknya yang bangga padanya, memutuskan untuk membuat selebrasi untuk Kakak Pertama tercinta. Malah kami berpikiran lebih jauh untuk memberikannya selempang yang nantinya akan menjadi selempang bergilir untuk anggota Geng Webeh yang lulus.

Tugas pun dibagi. Saya yang membawa spidol dan membeli kain. Matong alias maknae alias anak termuda alias Adik Bungsu membeli kertas buffalo. Rencana kami terlihat begitu sempurna dan luar biasa.

Namun tidak berarti prosesnya mulus tanpa hambatan. Pertama-tama saya bangun kesiangan dan menyadari jika waktu sudah menunjukkan pukul 9. Padahal Kakak Pertama juga didadar jam segitu. Apa boleh buat mandi koboi (tak perlu saya jelaskan artinya ya) pun dilakukan untuk kemudian cuss ke toko ATK terdekat. Dapatlah spidol guede. Ya, spidol guede yang biasa digunakan untuk menulis alamat di kardus paket barang. Dapat. Kemudian saya cuss ke Jl.Solo untuk mendengarkan lagu India membeli selempang. Saya cek hape. Matong dan Cucut berkali-kali SMS dan miscall.
“Di mane lo? Kakak Pertama udah masuk dari tadi!”  begitu bunyi sms dari si maknae.

Saya bergeming dan mencari kain yang cocok untuk dibuat selempang. Untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak, kain yang saya inginkan untuk selempang ternyata tidak ada. Yah apa boleh buat saya lanjut saja ke kampus. Masuk dan lari menuju ruang sidang di lantai dua. Sesampainya di sana, Geng Webeh sedang tekun menulis poster untuk Kakak Pertama yang sedang didadar. Satu yang sudah selesai bertuliskan GIP alias "Graduate in Peace Mita Cindaga SIP. Sarjana Ilmu Poli.” Ilmu apalagi itu? Ilmu Poli adalah ilmu tentang voli alias poli, topik skripsi Kakak Pertama. Loh bukankah Kakak Pertama adalah atlet pingpong kenapa dia menulis skripsi tentang voli? Ya terserah dia dong.


(Sarjana Ilmu Poli)

Tidak beberapa lama kemudian, Kakak Pertama muncul dari ruang sidang. Kami menyembunyikan spanduk yang sudah jadi dan mengobrol sebentar. Selang beberapa menit, Kakak Pertama kembali dipanggil ke ruang sidang. Kami pun melanjutkan menulis spanduk untuknya. Kali ini bertuliskan “Kakak Pertama, adikmu bangga kamu menjadi sarjana”.

Lama Kakak Pertama berada di sana sampai-sampai kami harus melongok ke dalam untuk memastikan keadaannya. Sampai akhirnya pintu terbuka dan kami menyerbu ke dalam. Di sana Mas Sulhan sudah senyum-senyum sendiri.

“piye? Piye” tanya kami bergantian pada Kakak Pertama. Dan pertanyaan kami dijawab oleh Mas Sulhan dengan singkat dan jelas, “Selamat mit”

Hurrah, Kakak Pertama LULUS.

Dan hati Kakak Pertama yang bagai baja itu pun luluh juga. Satu dua tetes airmata berjatuhan untuk kemudian menjadi sebuah tangisan bahagia.


Setelah bertangis-tangisan, kami pun menyerahkan mahakarya yang sudah dibuat sebelumnya. Kakak Pertama sontak tertawa bahagia.


(Setelah menangis langsung tertawa. Kakak Pertama memang luar biasa)



(Adik-adikmu bangga padamu, Kak)

Akhir kata selamat untuk Kakak Pertama yang sudah lulus dan sebentar lagi wisuda. Jika kamu bingung cari kerja mungkin ada baiknya mencoba rekomendasi mas Sulhan, yaitu jadi Humas PSSI.

Salam Olahraga!