Title: Australia
Release Date: 24 December 2008
Running time: 165 minutes
Directed by: Baz Luhrmann
Cast: Nicole Kidman, Hugh Jackman, Shea Adams
Apa itu narsis? Tanyakan pada seorang psikolog dan jawabannya adalah sebuah kelainan di mana seseorang begitu mencintai dirinya sendiri. Tanyakan pada Baz Luhrmann dan dia akan menyodorkan pada kita "Australia". Ya, Australia adalah sebuah karya narsis dari sineas ternama ini.
Sulit untuk tidak memandang film ini bukan karya narsis orang Australia. Film ini bercerita tentang Australia, disutradarai-ditulis-diproduseri oleh orang Australia, dan dibintangi oleh orang Australia juga. Sungguh narsis kan? Hal ini pun tidak dibantah oleh Luhrmann. Sejak awal, bahkan semenjak film ini masih berupa "rumor", sutradara "Romeo + Juliet" ini memang berkata jika film ini adalah bentuk "kecintaannya pada Australia". Dan jika kita melihat besarnya dana yang dikeluarkan ( $ 130 juta, menjadikannya film termahal yang pernah dibuat di Australia), plot ceritanya, hingga deretan bintangnya (siapa sih yang meragukan kualitas seorang Nicole Kidman dan Hugh Jackman?), terlihat juga ambisi (atau obsesi?) Luhrmann untuk menjadikan "Australia" sebagai "Gone With The Wind" abad 21. Berhasilkah?
Tapi sebelum itu, mari dibahas sedikit dulu filmnya.
"Australia" adalah sebuah kisah yang mengambil setting menjelang Perang Dunia II. Tersebutlah Lady Ashley (Nicole Kidman), seorang bangsawan Inggris, datang ke Australia dan menemui suaminya terbunuh di sana. Sontak, dia memutuskan untuk mengambil alih peternakan sapi milik suaminya, yang terletak di Faraway Downs. Sebuah tempat yang sesuai namanya, Faraway, sangatlah jauh, bagai terletak di ujung dunia.
Di sini "Australia" mengusung banyak topik yang ingin disampaikan dalam filmnya. Baik itu kisah cinta Lady Ashley dan Dover (Hugh Jackman), isu rasial antara kulit putih-aborigin, perjuangan Lady Ashley mengelola Faraway Downs, hingga bumbu Perang Dunia II yang juga mampir ke benua terkecil itu. Isu-isu yang diangkat pun tidak jauh berbeda dengan "Gone With The Wind". Pertanyannya sekarang, bisakah Australia menyamai kesuksesan "Gone With The Wind" atau bahkan melampauinya?
Tidak. Banyaknya topik ternyata tidak membantu berkembangnya film ini. Alih-alih berkembang, film ini malah terkesan kehilangan arah. "Ini sebenarnya film apa sih?" itu pertanyaan yang menghantui saya selama menonton film ini. Banyak topik yang dijejalkan Luhrmann di film ini. Terlalu banyak malahan, sehingga durasi 165 menit (hampir 3 jam!) pun tidak menampungnya. Akibatnya, setiap topik yang ada tidak bisa dijabarkan secara sempurna. Lebih parah lagi, tidak ada satu topik yang benar-benar kuat, yang bisa dijadikan tulang punggung ceritanya. Walhasil, "Australia" pun menjadi film yang tanggung. Sebagai perbandingan, Gone With The Wind, dengan mengusung topik yang sama banyaknya, berdurasi empat jam lebih namun kita bisa melihat perkembangan Scarlett O'hara dari gadis manja menjadi wanita muda yang tangguh. And that's what it's all about.
Ya, tentu saja saya tidak mengenyampingkan fakta bahwa Luhrmnann sangat sukses mengekspos keindahan alam Australia melalui shot-shot extreme widenya. Saya juga tidak melupakan fakta jika Nicole Kidman dan Hugh Jackman bermain secara apik di sini.
Tapi ya sudah, cuma itu. Saya tidak mendapati hal-hal berharga lainnya. Saya tidak menemukan kalimat semacam "why does a girl must behave so silly to get a husband" atau "frankly my dear, i don't give a damn". Tidak ada adegan mendebarkan yang setara adegan Scarlett mencari Dr. Meade di Atalanta. Saya tidak melihat karakter Lady Ashley adalah wanita kuat semacam Scarlett O'Hara, atau Dover seflamboyan Rhett Butler. Begitupun dengan efek perang yang ada. It's just...bland (and boring)
And that's why I don't give a damn about this movie.
Rating: 2.5/5
No comments:
Post a Comment