Tuesday, December 27, 2011

Honorable Mention of The Year: Ardi Wilda





*posting ini adalah posting Hybrid, akan menggabungkan boso Jowo dan bahasa Indonesia*


Sebelum lanjut nulis, aku mesti ngomong ini, We.


"Ora, aku mesti nulis iki nggo kowe. Aku ga peduli kamu mau ngomong iki akal-akalan ku opo piye tapi aku mesti nulis iki."

Person of The Year 2011: Guess Who?

ahlo

eh halo

jadi ceritanya pada suatu hari, saya dan Awe (iya, Awe yang itu) sedang chatting via whatsapp. Via BlackBerry milik seorang teman, sebut saja namanya Donad. Loh kenapa harus pake BB nya? Soalnya saya malas menghidupkan internet di hp. Ehe.

Anyway busway, saya ditawari suatu proyek selo dari Pak Guru di Margajaya ini. Person of The Year (selanjutnya disingkat POTY), katanya. Proyek ini terinspirasi dari even tahunan yang rutin diselenggarakan majalah TIME. Mengutip deskripsi yang diberikan Awe (yang dia kutip dari majalah TIME btw), POTY adalah “person or persons who most affected the news and our lives". 

Monday, August 29, 2011

Teruntuk Ayahanda, Pak Zul


“Laut yang tenang tak kan menghasilkan pelaut yang tangguh” - Ir. Zulhiswan.

Sejak semalam saya terserang sakit kepala yang luar biasa , karenanya saya putuskan untuk langsung tidur setelah shalat Subuh. Saya bangun sekitar pukul sembilan untuk kemudian membuka handphone dan mengecek twitter.

Kemudian kabar itu datang di pagi yang cerah dan tenang. Tak sengaja saya membaca twit dari @Risty25, akun twitter milik Risty teman semasa SMA. Twitnya berbunyi seperti ini:

“dua tahun yang lalu, k sena dipanggil Allah tanggal 27 Ramadhan. Hari ini, 29 Ramadhan, Pak Zulhiswan menyusul…. :’(“

Perlu beberapa saat bagi saya untuk mencerna maksud twit tersebut. Sesaat kemudian kalimat Innalillahi wa Innailaihi Raji’un meluncur. Sesaat kemudian saya kembali tersadar lebih jauh. Tersadar dengan kenyataan yang ada.

Pak Zulhiswan meninggal dunia. Pak Zulhiswan sudah diambil oleh Yang Maha Kuasa. Pak Zulhiswan sudah kembali ke haribaan-Nya.

Di titik ini saya terguncang. Pandangan saya kabur. Beberapa tetes air mulai jatuh dari mata. Saya bukan tipe orang yang gampang menangis, tapi kabar di pagi ini membuat saya menangis. Entah kapan terakhir kali saya menangis hingga seperti itu.

Pak Zulhiswan meninggal dunia. Tumor otak menjadi jalan bagi beliau untuk bertemu dengan Sang Khalik.

Pak Zul, begitu beliau biasa disapa adalah guru Matematika saya saat bersekolah di MAN Insan Cendekia Serpong. Beliau resmi mengajar kami saat kami duduk di kelas XI. Lebih tepatnya beliau mengajar anak-anak kelas XI IPS.

Pak Zul adalah guru yang hebat. Saya tak pernah suka dengan matematika ataupun pelajaran yang terkait dengan angka-angka yang lainnya. Namun sebenci-bencinya saya dengan matematika, saya tak bisa membencinya saat diajar oleh Pak Zul. Sebodoh-bodohnya saya dalam Matemetika, saat diajar olehnya saya hampir tidak pernah remedial. Saya tak pernah memiliki antusiasme besar untuk belajar matematika sebelum saya diajar oleh beliau.

Namun Pak Zul lebih dari sekedar guru yang hebat. Pak Zul adalah pendidik sejati. Beliau tidak hanya mengajar tapi memberikan inspirasi bagi kami, murid-muridnya. Beliau tidak hanya mengajar tapi selalu memberikan petuah setiap kali beliau mengajar. Beliau selalu memberikan motivasi bagi kami.

“Laut yang tenang tak kan menghasilkan pelaut yang tangguh” adalah salah satu kata-katanya yang selalu terngiang di setiap benak kami.

Pak Zul lebih dari sekedar guru bagi kami. Beliau adalah sosok orangtua bagi kami. Ayahanda, itu sebutan kami untuk beliau. Ya, beliau adalah sosok ayah bagi kami. Ayah yang welas asih, ayah yang bijaksana, ayah yang mengayomi anak-anaknya. Pak Zul pun menganggap kami sebagai anak-anaknya. Saat ditanya di mana anak bapak, beliau menunjuk kami dan berkata, “Kalian anak-anak bapak” dengan suaranya yang lembut itu.

Pak Zul adalah orang yang berdedikasi tinggi. Di saat tumor otak mulai membayanginya beliau masih setia mengajar kami, murid-muridnya. Semangatnya luar biasa dan ditambah dengan optimisme yang juga luar biasa. Walau untuk itu beliau harus menjalaninya dengan perjuangan yang luar biasa. Bahkan Pak Zul sendiri lah yang memberi kabar tentang penyakitnya ke guru-guru kami yang lain.

Sosok Pak Zul sangat melekat di hati kami. Sehingga saat beliau harus menjalani operasi tumor, murid-muridnya bahu membahu membantu biaya pengobatan serta perawatan yang harus beliau jalani. Perwakilan IAIC pun sempat beberapa kali menjenguknya. Setidaknya itu yang bisa kami lakukan untuk membalas jasa-jasanya.

Pak Zul berjuang melawan tumor otak selama empat bulan lebih. Berbagai cara pengobatan dilakukannya, ada yang berhasil dan ada yang gagal. Hebatnya, Pak Zul tetap optimis dan memberikan motivasi bagi orang-orang yang menjenguknya. Pak Zul tetap ceria dan tabah dalam perjuangannya melawan penyakit ganas tersebut. Pak Zul tak pernah putus asa dalam perjuangannya selama ini.

Dan penyakit itulah yang mengantar Bapak menuju Sang Khalik. Pak Zul meninggal di tanggal 29 Ramadhan, di sepertiga akhir bulan Ramadhan. Di mana Allah sudah menjanjikan pembebasan dari api neraka untuk ummat-Nya. Ya Allah Pak Zul, bahkan sampai Bapak meninggal, Bapak tetap luar biasa. 

Ah, Pak Zul. Kami pasti rindu Bapak….

Akhir kata saya ingin mengucapkan sesuatu.

Empat tahun lalu, saat Morganaxis, angkatan saya, berpamitan di hari terakhir kami belajar, Pak Zul berkata “Saya senang pernah mengajar kalian.”

Kini, bolehlah kiranya kami semua membalas Bapak, “Pak Zul, kami sangat senang pernah dididik dan menjadi murid Bapak”

Selamat jalan Pak Zul.


Selamat jalan guru Matematika terhebat.


Selamat jalan pendidik terbaik.


Selamat jalan Ayahanda.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ [وَعَذَابِ النَّارِ]


Purwokerto, 29 Agustus 2011

Monday, August 22, 2011

22

Growing up is not an absence of dreaming
It’s being able to understand the difference between
The ones you can hold and the ones that you've been sold (Goodbye Alice in Wonderland – Jewel)

Beberapa jam yang lalu, saya resmi mengakhiri angka 21 dan beranjak ke angka 22. Yup hari ini, pada saat fajar menyingsing 22 tahun yang lalu saya membuka mata dan melihat dunia untuk pertama kalinya. Namun walau lahir di saat fajar nama saya bukan fajarwati. Well setidaknya hal itu tidak sempat terjadi.
Hari ini, seperti biasa, saya hampir lupa jika saya berulang tahun. Jika tidak ada SMS dari Lina mungkin saya akan menjalani hari ini seperti hari-hari sebelumnya. Leyeh-leyeh dan sesekali mengerjakan skripsi. Ohemjih…manusia macam apa ini!?

Tahun ini perayaan ulang tahun saya terasa sedikit spesial. Bukan, bukan karena tiba-tiba saat saya bangun badan sudah setinggi Choi Sooyoung. Tapi karena saya menginjak usia 22 tepat di tanggal 22. Sungguh menarik, kan? Eh tidak menarik? Oh ayolah buat saya sedikit senang di hari ini #maksa. Pokoknya memiliki usia yang sama dengan tanggal ulangtahun itu terasa istimewa mamen!

Jadi seperti apa usia 21? Hmmmm so-so lah ya. Walaupun usia saya kemarin itu seperti penguasa jaringan bioskop tapi ironisnya tahun kemarin saya malah jarang banget nonton bioskop. Aduh berapa kali ya saya ke bioskop? Sepertinya tidak lebih dari 4-5 kali. Itupun karena bareng-bareng teman. Satu-satunya film yang membuat saya merasa HARUS menontonnya adalah film Wu Xia karena ada Takeshi Kaneshiro.

Ehm sepertinya ini sudah OOT deh.

21 bagi saya adalah walk in the park. Ibarat makanan, dia adalah gado-gado yang dicampur lotek. Ibarat biskuit, dia adalah biskuit Kong Ghuan atau Lagenda. Bingung? Ya, saya juga. Intinya 21 adalah usia di mana banyak kejadian, baik itu pahit maupun manis, menimpa saya. Klise banget yah?

Di usia ini saya melakukan kesalahan yang fatal. Lebih dari satu kesalahan fatal. Tak perlu lah saya jelaskan apa masalahnya tapi dapat dibilang itu cukup mengganggu hubungan saya dan keluarga. Tidak tahu ya? Maaf, saya lebih suka menyimpan masalah sendiri…. 

Di usia ini saya merasakan yang namanya dikejar wedhus gembel. Mungkin tanpa pertolongan Yang Maha Kuasa saya sudah tewas dan berada di alam sana. Syukurnya saya masih diberi kesempatan untuk hidup di dunia.

Di usia ini jujur banyak cobaan dan masalah yang menimpa diri ini. Beberapa ringan. Beberapa lagi berat. Beberapa lagi sangat berat. Namun bukankah setiap masala yang menimpa membat kita seseorang menjadi lebih matang dalam kehidupannya? (heran ga sih saya menulis kalimat seperti ini).

Di usia ini saya harus melepas beberapa teman. Bukan apa-apa tapi mereka sudah lulus. Sedih sih pasti karena kebayang tidak bakal bertemu dengan mereka setiap hari layaknya sebelumnya. Tak hanya sedih, tapi sedikit terpecut juga untuk menyelesaikan folder yang berjudul si S. Sedikit….

Tapi selain yang sedih-sedih, 21 juga banyak memberikan kegembiraan.

Saya gembira karena bisa beli hard disk eksternal. Karena dengan begitu koleksi film dan dorama saya bisa tersimpan dengan aman di sana. Tsk, sederhana sekali ya kadar kegembiraan saya!? Baik-baik ya kamu dek Young (ini nama HD saya), jangan kena virus apalagi sampai terformat. Unnie bisa nangis 3 hari 3 malam sambil mandi kembang tengah malam kalo itu terjadi T^T

Terus saya senang bisa bertemu dan menjalin hubungan dengan kalian, teman-temanku yang hebat. Yang semangat mendonlot serial drama Asia-nya setinggi semangat mengerjakan skripsinya. Yang tawa dan candanya selalu bisa membuat saya semangat ke kampus. Yang selalu mencerahkan suasana hati saat sedang galau. Yang selalu membangkitkan semangat saya saat sedang bersedih. Emang pernah bersedih? Pernah lah. Lo kate gue cuman haha hehe doang!?

Apa lagi ya? Emm…oh ya! Saya diterima judul skripsinya. Hurrah! *lemparin petasan ke Yoona*. Walaupun dalam perjalanannya agak sedikit, ehm, tersendat namun itu cukup membuat saya senang. Cukuplah saya bilang kemaren saya sampai sujud syukur saat melihat pengumumannya.

One more dream, wanting to know the continuation of the far away dream (One More Dream – SPEED)

22. Menurut Ardi Wilda di komennya setahun yang lalu, ini adalah usia di mana seseorang menentukan masa depannya. Mau jadi apa kamu? Akan ke mana kau akan melangkah? Ya, intinya di usia ini kita mau tak mau harus menentukan ke mana langkahnya, Dengan kata lain: menjadi dewasa.

Uh, menjadi dewasa. Saya tak mau jadi dewasa.  Apakah ini sudah saatnya? Mau tak mau ya….

Impian saya untuk usia ini apa ya? Hmmm….let’s see.

Lulus itu sudah pasti. Di usia ini bukan hal yang aneh jika kita ditanya “sudah lulus?” atau “skripsi sudah sampai mana?”. Justru tidak wajar saat kita ditanyai “apakah kamu pernah makan Indomie di Slovenia?” karena 1) saya belum pernah ke Slovenia dan 2) karena itu saya tidak tahu apakah di Slovenia ada Indomie atau tidak. Jangan-jangan Slovenia itu seperti Italia yang tidak menjual Indomie. Dan untuk itu saya harus pergi ke Belanda untuk membelinya. Jauh cyin…

Makanya agar cepat lulus saya mesti ngebut untuk mengerjakan skripsi. Ibarat mobil, saya mesti menjadi Ferrari 458 Italia yang diberi bi-turbo dan bodinya diganti semua dengan serat karbon, atau Porsche Carrera GT yang diberi 6 tabung NOS sekaligus. Mas Dosen Pembimbing, semoga Anda tidak bosan jika sering bertemu saya di hari-hari ke depan.

Apa lagi?

Mencari jodoh seperti Maher Zein atau Aediz sepertinya patut dipertimbangkan. Kerja nampaknya menjadi pikiran yang logis. Kalau bisa sih yang sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Intinya kerjaan yang bisa membuat saya keliling dunia. Wartawan perang mungkin? Atau crew Top Gear? Bisa jadi #mimpiketinggian #ditamparkanankiri.

Tentunya obsesi harapan menambah tinggi badan hingga menjadi seperti Sooyoung belum terhapus dari pikiran. Umur segini ditanyain kapan lulus itu wajar. Ditanyain sudah ada jodoh juga mungkin, emm, wajar. Tapi jika umur segini masih dikira anak kelas dua SMP  itu agak kelewatan juga ya. Ngomong-ngomong terakhir saya ngukur, tinggi badan masih di sekitar 147 cm lho (ini ralat dari postingan sebelumnya). Ini…ini….apa maksudnya iniiii? Apakah perkembangan badan saya sudah mencapai titik nadir!? Katakan ini bohong, Gabriela!

Harapan menambah koleksi dorama tentunya tidak bisa dielakkan. Walaupun dorama season ini sepertinya tidak ada yang hits tapi ternyata banyak dorama season lalu yang bagus. Maka dari itu membeli Sooyoungie part 2 nampaknya perlu menjadi pertimbangan jugak. Ayo ayo siapa yang mau ngopy? #mentalbandarpelem.

Jodoh? Nanti saya pikirkan setelah bertemu Maher Zein atau saat Aediz sudah dewasa.

Ehh terus apa lagi ya? Mmmm…..

Uh saya buruk dalam perencanaan masa depan. Tapi yang pasti keinginan untuk membahagiakan semua orang di sekeliling masih menjadi prioritas utama. Saya senang jika melihat orang lain senang. Selain itu, I need to challenge myself. More and more…

Akhir kata, 21 adalah usia yang luar biasa. 22 masih misteri untuk saya, namun saya yakin usia ini menjadi usia yang tidak kalah bahkan lebih luar biasa dari sebelumnya. So, hello 22! Be good to me, yo!

dashi mannan uri-ui! (Into The New World – SNSD)

(P.S: saya menerima hadiah dalam berbagai macam bentuk. Mulai dari Samsung Galaxy Tab, Galaxy S II, Sony Ericsson Xperia Arc, tipi LED full HD, Sony PSP, Nintendo 3DS, Blue-ray player, dock iPod + compo Philips, lensa Leica DG Elmarit, Sepeda Pinarello Treviso, CD album SPEED, tiket konser SNSD, sampai dikerjakan skripsinya #ngarep)

Monday, August 15, 2011

Segitiga Cucut - Donghae - Sica


Angka 13 dikenal orang sebagai angka sial. Konon mitos ini berasal dari malam Friday the 13th di mana banyak orang mengalami banyak kejadian buruk di malam itu. Atau karena jika angka itu digabungkan (1 + 3) maka jumlahnya menjadi 4. Angka yang dianggap angka sial bagi masyarakat Jepang. Karena konon ini adalah angka kematian.

Namun pada tanggal tersebut di bulan Juni lalu, Ayu Puspita Karwinandhi alias Cucut menjalani pendararan. Sebagai teman yang baik, saya tentu khawatir akan nasibnya di hari itu. Sebegitu khawatirnya hingga saya mulas-mulas di malam sebelumnya.

Tapi itu bohong.

Bukan karena itu sih, tapi saya mulas karena salah makan. Saat makan siangmu Mas Kobis dengan cabe 15 dan makan malammu ayam goreng dan sambal bawang SS, maka bukan hal yang aneh jika kamu mulas.

Ah, anyway, pendadaran Cucut merupakan pendadaran terakhir di bulan Juni. Harusnya sih begitu. Namun karena  satu dan lain hal maka masih ada beberapa orang yang didadar setelahnya.

Tapi berhubung yang didadar adalah Cucut tentu harus diadakan persiapan yang yahud. Ya, ini Cucut. Pentolan Geng Webeh yang terkenal itu. Gadis tinggi yang sering memakai alas kaki yag tinggi juga. Cucut yang naksir sama Donghae dan membenci Jessica karena pernah pacaran sama si Ikan, begitu sebutan cucut pada Donghae. Cucut yang sering minta dibeliin cireng sampai dikenalin abang-abangnya.

Tak ada asap jika tak ada api. Tak ada hasil jika tak ada persiapan. Jangan hiraukan perbandingan ngaco tadi, tapi intinya persiapan untuk merayakan pendadaran Cucut dilakukan jauh-jauh hari. “kepada emailmaksa diharap segera OL di YM” begitu tweet saya suatu hari. Ini adalah #kode bagi si maknae untuk segera berpartisipasi di program agak selo ini. Kami pun membahas segala persiapannya di situs chatting tersebut. Termasuk rencana joget Gee atau Genie saat dia dinyatakan lulus. Astaga, kami sunguh sangat selo sekali.

Paginya saya kesiangan lagi berangkat ke kampus dan, seperti biasa, menuju ruang ujian. Di sana para pentolan geng Webeh sudah berkumpul. Ditambah dengan tiga additional player yaitu Risa sang calon mahasiswa baru, Mbak Dama, dan Mba Sinta. Tanpa banyak cingcong kami pun mengerjakan spanduk yang akan kami berikan untuk gadis tinggi yang sepertinya semakin hari semakin tinggi ini (saya agak sakit hati menuliskannya).

Desain draft sudah oke dibuat. Layout segala macamnya pun sudah yahud. Namun kami baru menyadari jika *jreng jreng jreng*

Tulisan tangan kami tidak ada yang bagus.

Sekali lagi.

Tulisan tangan kami tidak ada yang bagus

*didramatisir*

Haduh haduh panik kami jadinya. Akhirnya setelah melalui perdebatan sengit dan silat lidah yang memakan banyak waktu, diputuskan jika yang menulis ucapan selamat adalah Risa si calon maba. Tulisan yang ditulis adalah (kalimat ini aneh ya, tulisan ya ditulis.)

Ucapannya berbunyi:

Chukahamnida Ayu P. Karwinandhi SIP. Sarjana Ilmu Perkorean.


(ini bentukannya)

Kenapa sarjana Ilmu Perkorean? Sudah pasti itu menunjukkan tema skripsi gadis tinggi semampai ini.

Kemudian kami memutar otak untuk merancang spanduk yang kedua. Karena kami ingin membahagiakan hatinya, maka kami memutuskan untuk menggambar Donghae di spanduk yang satunya lagi. Tentunya dengan ucapan selamat biar tambah kiyut.

Tapi karena kami tidak bisa menggambar wajah Donghae dengan benar keterbatasan waktu dan tempat, kami tidak bisa menggambar aslinya. Saat itulah muncul ide cemerlang: “bagaimana jika kita menggambar ikan saja?”. Hal ini dipicu dari fakta jika panggilan sayang Donghae sering disebut si Ikan oleh Cucut. Eureka!

Saya yang diserahi tugas menggambar si Ikan. Dan tergambar dengan baik dan benar. Kemudian muncul ide lain yang tidak kalah luar biasa. “Bagaimana jika kita memasukkan gambar Jessica di posternya?”


(si ikan sedang digambar)

Dan saya pun menggambar asal-asalan si cewek saingan Cucut ini di pojok kiri poster. Jadinya bagus loh *sombong*. Oh ya, ada tambahan ucaan Oppa Babo. Seperti bagiannya Sica di lagu Gee.  
Selesai kami menggambar, Cucut pun keluar dari ruang. Senyam-senyum dia. Kami halang-halangin agar dia tidak bisa melihat apa yang kami kerjakan.

Tidak beberapa lama kemudian Cucut kembali masuk ruangan sidang untuk mendengar pengumuman.
Konon kata kata pengumumannya diawali dari kata TIDAK.

APAAAA!???? Katakan ini bohong, Gabriela! *petir menyambar* *zoom in* *zoom out*


 Etapi itu belum selesai kalimatnya. Lengkapnya adalah Tidak Tidak Lulus.

Artinya, Cucut Lulus.

Hurrah! *lempar high heels Sooyoung*

Acara pun dimulai. Berawal dari penyematan selempang kelulusan oleh Kakak Pertama




Kemudian dilanjutkan dengan foto bersama dosen pembimbing




Tentunya penyerahan spanduk mahakarya tidak lupa.




Ada Jessicanya lhoo hoho




Acara terakhir adalah foto-foto. Sayangnya kami tidak sempat mempraktekkan Gee atau Genie. Tapi tak ada rotan akar pun jadi. Kami pun berpose ala Hoot. Trouble trouble truble shoot shoot shoot!



(ini ceritanya SNSD tapi bukan :p)



Akhir cerita cukup sampai di sini saja. Selamat ya Cucut. Semoga dapat hidup berdampingan dengan Donghae dan Sica. Oh ya…itu poster yang ada Sica-nya masih ditempel di kamar kan?
(habis ini saya ga dianggep temen lagi hahaha)

Sunday, August 14, 2011

Salam Olahraga Kakak Pertama!

Sebenarnya tulisan ini sudah dibuat, tapi karena flashdisk hilang @#$%^&!, maka baru bisa diposting sekarang.


Oh tapi sebelum saya masuk ke cerita utama perkenankanlah saya menyertakan sedikit intermeso cerita pembuka untuk mengawalinya. Sebuah cerita yang menjadi bukti jika kesamaan frame of references dapat menjadi dasar terbentuknya klik pertemanan <-- kelamaan kuliah.

Alkisah terdapat sembilan mahasiswa semester banyak gadis muda yang sering berkumpul di sudut World Bank Corner Perpustakaan Fisipol UGM. Belajar dan mengerjakan tugas? Ya, kadang. Namun mereka lebih sering mendayagunakan waktunya untuk mendownload video yang berbau Korea. Mulai dari video klip (istilahnya MV) hingga reality show Mulai dari We Got Married hingga Athena. Kebutuhan untuk tempat yang koneksinya cepat dan didukung dengan situasi yang nyaman serta fakta jika mereka adalah korban Hallyu Wave yang semakin menggila adalah faktor yang menjadi dasar terbentuknya kelompok ini. Termasuk saya, yang eksistensinya dipertanyakan, karena saya penggemar Jepang namun bergaul dengan orang-orang pecinta Korea (ini kata Cucut, bukan kata saya).

Walaupun bersembilan, kami bukan SNSD atau Cherry Belle. Bukan. Kami menyebut diri kami, sekaligus dikenal, sebagai Geng Webeh. Asalnya dari permainan singkatan tempat nongkrong kami. World Bank disingkat jadi WB diucapkan jadi Webe biar terkesan lebih oke dirubah jadi Webeh. Jadilah Geng Webeh. Hari hari berjalan damai tanpa banyak perubahan. Datang, duduk, buka laptop, barter (kalo ada yang nitip donlotan), makan jajan, makan siang, donlotan kelar dan kami pulang. Hingga di suatu hari, Cucut, yang lagi agak kurang kerjaan, membuat silsilah geng Webeh sekaligus mencetuskan nama baru untuk kelompok ini.

Maka terpilihlah nama Socialite dan, berdasarkan tanggal dan tahun lahir, kami menobatkan Mita Cindaga sebagai Kakak Pertama. Dan sejak saat itulah kami tidak memanggilnya Mita atau Mitun atau Mita Mitun melainkan Kakak Pertama.

Baiklah, kita kesampingkan saja dulu cerita mengenai Socalite alias Geng Webeh tadi. Nanti kapan-kapan saya ceritakan deh. Sekarang saya ingin bercerita mengenai Mitha waktu pendadaran.

Mita Mitun alias Kakak Pertama merupakan korban orang beruntung keempat yang menjadi sasaran proyek selo saya. Kakak Pertama adalah panutan bagi adik-adiknya. Dia rajin belajar, baik hati karena mau saja dititipin donlotan, rajin menabung, rajin berkebun, dan tidak sombong. Konon semboyan hidup Kakak Pertama adalah Men Sana in Corpore Sano karena dia atlit pingpong. Ya, dia ahli bermain pingpong jadi jangan coba-coba mempingpong hatinya. Salah-salah bisa dismash anda. Dan bukan, Smash di sini bukan Smash yang suka makan sosis So Nice, tapi smash beneran. Pletak!

Kakak Pertama juga menjadi panutan bagi adik-adiknya karena dia rajin mengerjakan skripsi. Tidak heran jika dia yang pertama kali maju sidang pendadaran pada 6 Juni lalu. Maka dari itu kami, adik-adiknya yang bangga padanya, memutuskan untuk membuat selebrasi untuk Kakak Pertama tercinta. Malah kami berpikiran lebih jauh untuk memberikannya selempang yang nantinya akan menjadi selempang bergilir untuk anggota Geng Webeh yang lulus.

Tugas pun dibagi. Saya yang membawa spidol dan membeli kain. Matong alias maknae alias anak termuda alias Adik Bungsu membeli kertas buffalo. Rencana kami terlihat begitu sempurna dan luar biasa.

Namun tidak berarti prosesnya mulus tanpa hambatan. Pertama-tama saya bangun kesiangan dan menyadari jika waktu sudah menunjukkan pukul 9. Padahal Kakak Pertama juga didadar jam segitu. Apa boleh buat mandi koboi (tak perlu saya jelaskan artinya ya) pun dilakukan untuk kemudian cuss ke toko ATK terdekat. Dapatlah spidol guede. Ya, spidol guede yang biasa digunakan untuk menulis alamat di kardus paket barang. Dapat. Kemudian saya cuss ke Jl.Solo untuk mendengarkan lagu India membeli selempang. Saya cek hape. Matong dan Cucut berkali-kali SMS dan miscall.
“Di mane lo? Kakak Pertama udah masuk dari tadi!”  begitu bunyi sms dari si maknae.

Saya bergeming dan mencari kain yang cocok untuk dibuat selempang. Untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak, kain yang saya inginkan untuk selempang ternyata tidak ada. Yah apa boleh buat saya lanjut saja ke kampus. Masuk dan lari menuju ruang sidang di lantai dua. Sesampainya di sana, Geng Webeh sedang tekun menulis poster untuk Kakak Pertama yang sedang didadar. Satu yang sudah selesai bertuliskan GIP alias "Graduate in Peace Mita Cindaga SIP. Sarjana Ilmu Poli.” Ilmu apalagi itu? Ilmu Poli adalah ilmu tentang voli alias poli, topik skripsi Kakak Pertama. Loh bukankah Kakak Pertama adalah atlet pingpong kenapa dia menulis skripsi tentang voli? Ya terserah dia dong.


(Sarjana Ilmu Poli)

Tidak beberapa lama kemudian, Kakak Pertama muncul dari ruang sidang. Kami menyembunyikan spanduk yang sudah jadi dan mengobrol sebentar. Selang beberapa menit, Kakak Pertama kembali dipanggil ke ruang sidang. Kami pun melanjutkan menulis spanduk untuknya. Kali ini bertuliskan “Kakak Pertama, adikmu bangga kamu menjadi sarjana”.

Lama Kakak Pertama berada di sana sampai-sampai kami harus melongok ke dalam untuk memastikan keadaannya. Sampai akhirnya pintu terbuka dan kami menyerbu ke dalam. Di sana Mas Sulhan sudah senyum-senyum sendiri.

“piye? Piye” tanya kami bergantian pada Kakak Pertama. Dan pertanyaan kami dijawab oleh Mas Sulhan dengan singkat dan jelas, “Selamat mit”

Hurrah, Kakak Pertama LULUS.

Dan hati Kakak Pertama yang bagai baja itu pun luluh juga. Satu dua tetes airmata berjatuhan untuk kemudian menjadi sebuah tangisan bahagia.


Setelah bertangis-tangisan, kami pun menyerahkan mahakarya yang sudah dibuat sebelumnya. Kakak Pertama sontak tertawa bahagia.


(Setelah menangis langsung tertawa. Kakak Pertama memang luar biasa)



(Adik-adikmu bangga padamu, Kak)

Akhir kata selamat untuk Kakak Pertama yang sudah lulus dan sebentar lagi wisuda. Jika kamu bingung cari kerja mungkin ada baiknya mencoba rekomendasi mas Sulhan, yaitu jadi Humas PSSI.

Salam Olahraga!


Saturday, June 11, 2011

Willy, S.IP - Sarjana Angker

Seperti yang sudah pernah ditulis, berakhirnya program 31 Hari Menulis membuat saya harus memutar otak untuk melanjutkan kehidupan blog ini. Dan, ting tong teng, keluarlah ide untuk membuat sebuah proyek merayakan pendadaran teman. Agak sangat kurang kerjaan sekali memang. Mengingat pendadaran diri sendiri saja hanya diketahui oleh rumput yang bergoyang.

Dua korban tahap awal, Damar dan Handyna, sudah berhasil digarap. Konon Damar bahkan langsung cuci blow ke Rinjani setelah disiram Coca-Cola. Lengket lengket basah dingin gimana gitu katanya. Mehehe….

Malamnya, saya pergi ke Cinnamon, di mana saya bertemu sang storyteller berinisial A. Sebut saja namanya Awe. Sering sekali ya saya menyebut namanya di sini? Ah jangan berpikiran macam-macam. Di sana Awe sedang duduk bersama Mbak Pulung, Dek Ijah Imut, dan Ocha Gorgom. Ya, mereka pasti sedang merekap dan mengecek tulisan peserta lomba menulis ini.

Setelah Awe selesai merekap dan memposting tulisan, dan saya sudah selesai download video Hello Baby SNSD, kami duduk bareng. Saya tanya siapa yang akan didadar. Mas Willy dan Mas Iqbal Babal Hamdan katanya.

"Heh sesuk Willy didadar jam piro?" tanya saya (heh, besok Willy didadar jam berapa)

"jam siji cum" jawab Awe (jam satu Cum)

Setelah itu, Kak Maya dan Awe, dua manusia yang agak kurang kerjaan, membuat rencana untuk merayakan kelulusan mas Willy. Kenapa harus dirayakan? Kenapa harus Willybrodus Yudha? Karena eh karena:

1. Mas Willy adalah pemandu kelompok Makrab saya dulu.

2. Mas Willy beserta Mas Gilang adalah dua pria berbadan besar yang sering menepuk saya dari belakang. Niatnya menepuk, kenyataannya saya kelempar 5 meter ke depan #lebay

3. Mas Willy adalah Liverpudlian dan saya Gooners sekaligus Yiddos. (njuk ngopo lho, May)

4. Mas Willy adalah pria yang pintar memasak.

5. Mas Willy adalah orang yang sering mengingatkan Awe untuk sholat.

Oke, alasan yang dikemukakan memang tidak penting. Tapi pokokmen kami merasa HARUS merayakan pendadaran mas Willy. Dan kami mempunyai ide yang sangat asoy untuk itu.

"Nggawe spanduk nggo Willy yuk, We" (bikin spanduk buat Willy yuk we)

"Ooh, ide bagus kuwi cum. Ayo nggawe sing heboh"

"Enaknya gimana ya spanduknya?"

Di sinilah keusilan kreativitas kami merajalela.

"Nganggo kain wae. Men apik"

"Oh yo, bener We. Ditulisi nganggo pylox sisan"

"Oh ya, bener-bener. Mantep kuwi, Cum. Apik!"

Kami pun sepakat untuk membuat spanduk dari kain untuk Mas Willy. Kesepakatan dibuat. Saya yang bagian beli-beli. Awe yang bagian mengerjakan. Besoknya ketemu di kampus. Oke. Saya pun pulang.

Keesokan harinya, dimulailah perburuan saya mencari bahan-bahan untuk spanduk mas Willy. Hari itu cerah. Mentari bersinar sangat terik. Langit biru. Tanpa awan putih sedikit pun yang menggantung. Panas lah intinya. Saya gowes menuju Jl.Solo. Ke deretan toko kain yang berjejer di sana. Seperti sebelumnya, sesaat setelah saya masuk ke dalam tokonya, lagu yang diputar berubah. Dari Armada menuju ke soundtrack film India. Kali ini, soundtrack film Mohabbatein. Iseng sekali sih pegawainya.

Singkat kata, saya akhirnya berkeliling mencari kain sambil sesekali menyenandungkan lagu yang sedang diputar (ternyata hafal). Pilah pilih pilah pilih. Saya tanya pegawainya kain yang saya butuhkan. Putih, polos, murah, dan tebal. Biar tidak tembus saat disemprot pylox. Tanpa tedeng aling-aling, pegawainya bertanya "mbaknya mau demo ya?" Kaget saya, "Enggak, mas! Bukaaaan. Saya ga hobi demo". Akhirnya ketemulah kain yang dibutuhkan. Saya beli dua meter. Kemudian menuju kasir untuk bayar.

Saat mengantri di kasir, saya mematutkan diri di cermin. Dengan vest yang lusuh, celana jeans, sneakers, dan masker wajah, bentukan saya memang lebih cocok sebagai orang yang akan berdemo daripada mahasiswa imut lucu dan unyu #eh. Dibayar, saya lanjut ke kampus. Ampun, panas banget udaranya. Tapi demi dia. Demi Mas Willy, pria besar bertampang sangar tapi harum layaknya bunga mawar #eaaaa, saya meneguhkan diri gowes ke kampus. Sampai. Kampus sepi karena dipakai SNMPTN. Celingak-celinguk saya cari Awe. Tidak ada. Saya telpon anak gaul Klender ini. Ternyata pulsa habis. Cih! mahal sekali sih pulsa si Merah ini.

Oh, untung ada Matahari. Saya pinjam handphone miliknya untuk mengirim SMS. “ning ndi kowe?” bunyinya. Sembari menunggu jawaban, saya menuju lokasi ruang sidang. Tak lama, doski eh Awe datang. Kami pun segera beraksi. Kain putih kami rentangkan. Pylox dikocok-kocok. Belum sempat pylox disemprot, kami sudah disemprot petugas CS, “Hei, jangan corat-coret di lantai”. Dikiranya kami mau melakukan vandalisme (sebenarnya iya sih)

Apa boleh buat, kami pun melipir ke, emm…apa ya namanya itu. Entahlah. Yang jelas semacam ruang kosong di lantai satu. Ya, kami ke sana dan mulai melakukan vandalisme, membuat spanduk untuk Mas Willy.

Mengingat keterbatasan kain dan radius semprotan pylox yang besar, maka kami memilih menyemprotkan kata-kata yang singkat namun garang oy. Kata yang kami pilih adalah, jreng jreng jreng, “WILLY, S.IP” dan “ANGKER”. Kenapa harus S.IP? Karena Mas Willy adalah Sarjana Ilmu Perradioan #ngacoah. Kenapa angker? Karena....karena...doi ANGKER mamen! Etapi walau perawakan doski angker, namun sesungguhnya dia adalah pria yang hobi masak. Uff, anyway, kami pun mulai beraksi.



Oknum Awe sedang beraksi

Setalah selesai semua, kami punya gagasan yang lebih asoy lagi. “Piye nek digantung wae, We? Jadi semua orang bisa tahu kalo Willy sudah lulus. Sarjana lho iki. SARJANA, coy!” ujar saya berapi-api. “Oh ya, betul juga Cum. Angker ki. Willy ki sarjana angker!” balasnya. Dan adegan selanjutnya bisa anda tebak, kami BENAR-BENAR MENGGANTUNG spanduk yang tulisannya WILLY, S.IP di lantai satu.


Berpose bersama dik Matahari


Tak beberapa lama, mbak Mayda sang penyiar Swaragama datang. Hore! Mas Willy pendukungnya tambah banyak.

Sekitar jam 2-an, Mas Willy keluar dari sidang dan dinyatakan LULUS! Segera kami serahkan spanduk mahakarya itu dan tak lupa berfoto bersama.



Foto dulu dong, cyiiin


Rawk, mamen!




Gayanya harus menggambarkan keangkeran. Rrrawwwr!

Akhir kata, selamat untuk Willybrodus Yudha, S.IP. Sarjana Ilmu Perradioan #ngawur. Kami tunggu sumbangsihmu untuk bangsa dan negara #tsaaah.

SALAM ANGKER! Rrrawr!

Thursday, June 2, 2011

Merayakan Pendadaran Dengan Selo

Sudah bulan Juni. Itu berarti sudah menginjak pertengahan tahun. Itu berarti sudah harus bayar uang kos. Itu berarti sudah hampir UAS. Itu berarti sudah tiga bulan skripsi Si Es seperti listrik. Statis

Sudah bulan Juni berarti berakhir sudah program 31 Hari Menulis. Kompetisi ini berakhir dengan keluarnya Mbak Syaifatudina alias Dina Camen sebagai pemenang (larung! larrung!). Dengan begitu, doi pantas dikalungi gelar BLOGGER TERANGKER KOMUNIKASI UGM. You rawk bangeudzzz mbak!

Jujur, saya sangat terbantu dengan adanya program menulis selama bulan Mei ini. Pertama, karena program ini hari-hari saya tidak semata-mata dihabiskan dengan guling-guling di kamar atau melakukan hal tidak produktif lainnya. Program ini memaksa, dalam arti yang positif, pesertanya untuk memeras otak untuk menghasilkan tulisan setiap hari. Which is good.

Kedua, karena program hasil gagasan selo oknum Ardi Wilda inilah grafik di blog rodo tidak jelas ini menjadi layaknya grafik harga minyak Brent saat krisis dunia Arab kemarin. Meningkat tajam.

Tapi di bulan Juni tidak ada kompetisi semacam ini. Katakanlah 30 Hari Menulis Diary atau 30 Hari Mengirim Ke Surat Cinta (ngirim ke siapa juga lho, May :| ). Jadi saya harus mencari cara lain agar bisa produktif. Agar hari-hari tidak sekedar diisi dengan malas-malasan yang kadang membuat bosan (bahkan untuk malas-malasan pun saya malas, kurang wagu apa lagi coba!?).

Sukurnya selalu ada jalan untuk melanjutkan nafas blog yang sering melakukan quantum leap ini. Memang benar apa kata pepatah, when there is a will there is a way.

Sebenarnya ini sudah terpikir saat penceplokan pendadaran saudari Damar dan Handyna. Menghadiri pendadaran teman dan mengucapkan selamat kepadanya merupakan perbuatan yang baik dan terpuji.

Tapi saya tidak puas.

Rasanya kurang saik. Kurang asoy. Kurang greget. Kurang sangar. Kurang rock 'n roll. Kurang...kurang apa ya. Kurang saja. Terlalu baik rasanya. Muihihihi.

Makanya kemarin saya membuat spanduk untuk anak-anak yang didadar kemarin. Ternyata menyenangkan juga. Spanduknya sih sederhana saja. Hanya terdiri dari kertas buffalo yang ditulisi dengan spidol. Hanya saja kata-lata di situ ditulis dengan bahasa yang wagu. Karena sesungguhnya di dalam kewaguan itu ada keindahan.

Dari situlah saya mendapat inspirasi. Layaknya Archimedes yang menemukan rumus berat jenis. EUREKA!

Mengingat di bulan Juni ini banyak teman yang akan pendadaran dan berhubung saya kurang kerjaan teman yang baik, saya merencanakan sebuah proyek yang berhubungan dengan kegiatan pengujian mata kuliah UNYU 600 ini.

Dan rencana kurang kerjaan proyek ini dinamakan, jreng jreng jreng,

Graduation Project.

Apakah itu? Singkatnya itu adalah proyek asoy geboy dan rodo selo dalam merayakan pendadaran. Pendadaran saya? Jelas bukan. Itu masih lama. Pendadaran orang lain. Kenapa pendadaran orang lain? Ya suka suka saya dong. Mau protes!? #dibandem

Namun hidup itu perlu aturan dan kriteria. Turun dari Metromini saja harus diteriaki "kaki kiri! Kaki kiri". Karenanya, saya perlu rasanya menetapkan beberapa aturan dan kriteria untuk proyek ini.

1. Proyek ini berlangsung selama bulan Juni. Jadi hanya berlaku untuk orang-orang yang didadar di bulan ini.

2. Orang yang terpilih akan diberi ucapan selamat yang dijamin asoy.

3. Ucapan selamat itu akan ditulis di spanduk atau kain. Tergantung kondisi keuangan, dana yang tersedia, dan keteguhan niat saya.

4. Ucapan selamat akan berisi kata-kata yang ditulis dalam bahasa yang rodo wagu. Misalnya, "congratzzz!", "keren beuedzzz", "akhirnya gUw3h LuLuSsZz", dan sebagainya. Karena sesungguhnya dalam kewaguan terdapat keindahan.

5. Bagi beberapa orang yang beruntung, tak hanya diberi spanduk, tapi juga akan dihadiahi siraman Pepsi Blue.

6. Tak lupa, ada sesi foto-foto dan wawancara. Hasilnya akan diunggah ke situs jejaring sosial. Untuk wawancara, bisa dilihat di YouTube.

7. Untuk laporan lengkapnya bisa dilihat di blog ini #promosi

8. Proyek ini terbuka terhadap ide-ide segar dan kolaborasi dengan pihak lain.

Jadi begitulah proyek untuk bulan Juni yang saya rencanakan. Setelah membaca ini ana boleh saja berpikir "kurang kerjaan banget sih anak ini" atau yang semacamnya.

Tapi sayangnya saya tidak peduli...
Published with Blogger-droid v1.6.8

Wednesday, June 1, 2011

Sayonara

Musim kan berganti. Hujan pun akan berhenti. Abadi bukanlah dunia ini (Tetaplah di Sini - Syaharani and The Queen Fireworks)

Hari ini begitu bangun tidur, saya cumuk gogi (cuci muka gosok gigi). Seperti biasa. Lalu saya bikin kopi. Seperti biasa. Lalu saya duduk di kasur bawah dan membuka laptop. Seperti biasa, Lalu saya kembali menghadapi masalah yang sudah mendera sepanjang bulan ini. SKRIPSI BAGAIMANA MAU NULIS APA HARI INI. Saya pun membuka aplikasi text edit dan menatapnya. Lama. Ketika akhirnya saya memutuskan untuk membuka kalender. Melongok tanggal di ponsel. Mencoret tanggal 31, dan dengan agak tidak rela membuka lembar selanjutnya.

INI SUDAH BULAN JUNI.

Jika sudah bulan Juni, berarti bulan Mei sudah berakhir. Itu artinya program 31 Hari Menulis pun berakhir. Kami pun resmi berpisah setelah sebulan penuh merajut kenangan (opo tho iki -____-).

Pisah. Berpisah. Perpisahan. Saya selalu benci kata ini. Saya benci dengan kenyataan semua hal di dunia ini harus diakhiri dengan perpisahan. Pasti akan ada episode mengharu biru di sana. Saat perpisahan SD, saya sedih karena tidak satu sekolah dengan Adis, sahabat saya. Saat perpisahan SMP, saya sangat sedih karena harus berpisah dengan circle of friend semasa itu. Semakin sedih lagi karena saya harus masuk sekolah berasrama jauh di perumahan besar berslogan Big City Big Opportunity. Inisialnya, BSD. Perpisahan SMA malah jauh lebih sedih lagi. Karena kami sudah tiga tahun tinggal bersama-sama, hubungan kami pun lebih dari sekedar teman. Lebih. Kami sudah seperti saudara. Saya takkan melupakan eratnya pelukan kami saat satu per satu pergi meninggalkan asrama.

Pisah. Berpisah. Perpisahan. Kata ini juga berkorelasi positif dengan kata kangen. Ya, saya pasti akan kangen dengan teman-teman dan segala hal yang pernah saya temui.

Begitu pula dengan perpisahan dengan 31 Hari Menulis ini. Saya sedih dan saya pasti kangen.

Saya bakal kangen dengan tekanan mencari bahan tulisan yang akan diposting setiap hari. Saya bakal kangen dengan kegiatan guling guling pegang kepala saat kehabisan ide. Saya bakal kangen dengan saat-saat melakukan kerandoman agar bisa mendapat ide tulisan (ini SUNGGUH-SUNGGUH dilakukan).

Saya bakal kangen pagi-pagi buka blog 31 Hari Menulis untuk melihat rekapan. Saya bakal kangen membuka blog para peserta satu per satu. Membaca kelanjutan cerita Milo dari Damar. Ngakak karena baca tulisan Gorgom yang sangat beling. Marmos saat baca tulisannya mas Brama *pake Shiseido*. Mengira-ngira apa yang akan ditulis Mas Jaki. Manggut-manggut baca tulisannya Awe. Sampai berkunang-kunang saat melihat blognya Matahari yang sangat gemerlap (dalam arti harfiah).

Saya bakal kangen itu semua.
Andai program ini berlanjut di bulan Juni.



Tapi seperti kata Syaharani, abadi bukanlah dunia ini. Ya, tak ada yang abadi di dunia yang fana ini. Ada jauh ada dekat, semuanya sama-sama 2000 rupiah, eh bukan itu angkot. Ada awal ada akhir. Ada hidup ada mati. Ada perjumpaan ada perpisahan. Maka saya hanya bisa bilang satu kata ini.

Sayonara….sayonara…

(p.s: berakhirnya program 31 Hari Menulis tidak serta merta mengakhiri hidup Dunia Maya. Saya bakal melanjutkan blog ini. Tunggu kejutan dan kerandoman yang akan mengganggu kehidupan anda. Untuk bulan Juni, saya berencana membuat Graduation Project aka proyek merayakan pendadaran teman-teman dengan cara yang asoy geboy)

Tuesday, May 31, 2011

GUWEH LULUS, CYIIIIN!

Damar Wijayanti, 31 Mei 2011. Jam 09.00
Handyna I. Prafiska. 31 Mei 2011. Jam 13.00

Itu adalah satu-dua tweet yang beredar di lini masa twitter saya seminggu lalu. Apakah itu? Itu merupakan jadwal pendadaran. Pendadaran berarti sidang skripsi. Jika sudah sidang skripsi berarti sudah selesai skripsi. Jika sudah selesai skripsi dan sudah pendadaran berarti sudah berhak LULUS. Berarti sudah menyandang gelar S.IP. Sarjana Ilmu Politik.

"Cum, kamu dateng dong." begitulah semacam mention yang masuk di akun saya. Dateng? Iya, datang melihat pendadaran. Saya mengiyakan. Berhubung saya selo. Super selo. Ehm, lebih tepatnya menyelokan diri.

Tapi saya pikir sekedar datang, melihat orang presentasi, dan memberi ucapan selamat itu kurang asyik, mamen. Kurang apa ya. Kurang greget. Kurang asik aja rasanya.

Berhubung saya selo. Kurang kerjaan. Lagi banyak uang. Dan terinspirasi oleh proyek random Ardi Wilda saat merayakan kelulusannya, maka saya melakukan sesuatu. Apakah itu?

Iseng saja sih. Saya membeli beberapa kertas buffalo dan menulis kata-kata yang intinya merayakan kelulusan. Hanya saja, kata-kata di sana disesuaikan dengan karakter si penerimanya. Dan sedikit bahasa yang rodo wagu. Buat lucu-lucuan saja.

Untuk Damar, ucapannya adalah "AKU SUDAH JADI SARJANA. HORE!" dan "CONGRATZ DAMAR W, S.IP. SARJANA ILMU PATIGON HYDRO. SARJANA SAKINAH MAWADDAH WARRAHMAH PEMENANG CITRA PARIWARAH SIAP NIKAH"

Untuk Ndy, ucapannya adaah "GUWEH LULUS CYIIN!" dan "CONGRATZ HANDYNA I. PRAFISKA, S.IP. SARJANA ILMU POURSQUARE POOD PEST"

Dan datanglah hari ini. 31 Mei 2011. Jam 9.30 Damar masuk ke ruang presentasi.


Damar lagi presentasi

Saat itulah, kami (saya, citra, dan Tania) mulai membuat spanduk untuk Damar. Yang satunya sudah saya selesaikan dini hari tadi.


Persiapan

Sekitar jam 10.10 Damar selesai presentasi dan dinyatakan LULUS. Sayangnya saya tidak ada di sana, karena sedang, ehm, bayar utang.


Sudah resmi jadi S.IP


Girang sekali. Sampai lompat-lompat.


Foto bareng, cyiiin!

Tapi nampaknya itu pun kurang nampol. Sebagai "hukuman" karena lebih cepat lulus, saya dan Gading berencana untuk mengguyurnya dengan Coca-Cola. Kami pun bergerilya mencari minuman ini dan menemukannya di kantin Pasca Sarjana Ekonomi. Kami borong. Semuanya.

Dan dimulailah acara penyiraman Damar dengan Coca-Cola plus Fanta. Dugaan saya, Damar pasti langsung berniat cuci blow dan luluran di Rinjani dengan Mbak Indah. Dan ternyata benar.


Damar yang sudah diguyur 1,5 liter Coca-Cola dan Fanta.

Proyek Damar selesai dengan sukses. Saya menunggu gilran Ndy. Jam 13.30 Ndy masuk ruang sidang. Sayang beribu sayang, saya tak bisa melihatnya karena sedang di KFC. Makan.

Ketika datang ke kampus menjelang Ashar, Handyna I. Prafiska sudah resmi menyanadang gelar S.IP alias Sarjana Ilmu Porsquare Sarjana Ilmu Politik. Saya pun menyerahkan spanduk itu kepada si Mbak kembaran Tiwi T2 dan tentu saja dilanjutkan dengan foto-foto.





Uno, dos, tres, kimchi!


Anyway, SELAMAT untuk Damar dan Ndy. Semoga menjadi sarjana sakinah mawaddah berguna bagi nusa dan bangsah. Piss, lop, en gaul, mamen!

Dan itulah dua korban pertama saya. Menyenangkan juga rasanya melihat orang lain senang. Saya pun berencana melanjutkan proyek ini. Dan simsalabim abrakadabra, saya menjadikan ini sebagai proyek saya di bulan Juni. Ayo, siapa yang mau dibikinin spanduk? Mention sayah!

Monday, May 30, 2011

One Fine Day

Harusnya hari ini saya menulis review film Kill Bill. Harusnya. Rencananya sih begitu. Tapi apa daya, saya tak kunjung menulis ulasan untuk film ini. Karena: 1. Menulis review film favorit itu membutuhkan waktu yang lama karena saya merasa harus mengeluarkan segala kemampuan menulis saya di sana. 2. Menulis review Kill Bill + lagu jedak-jeduk + tanpa kopi = buntu. 3. Saya sudah terlalu lelah muter-muter seharian.

Dan alasan yang ketiga itulah yang menjadi hambatan terbesar untuk mengulas film besutan Quentin Tarantino itu. Boomtown Rats boleh bilang "I don't like Monday", saya pun biasanya begitu. Tapi mbuh piye ceritane, hari ini saya banyak beraktifitas. Tidak hanya guling-guling di kamar.

Jadi ke mana dan ngapain saja seharian ini? Bolehlah naik dengan percuma. Eh bolehlah dibaca ya, kakak.

I'm at Kosan Matahari Ceria.

Pagi ini diawali dari bunyi weker yang annoying. Matikan. Beranjak ke kamar mandi. Sholat. Mengaji. Dan…tidur lagi. Saya bangun lagi jam 9. Untuk kemudian cumuk gogi (cuci muka sikat gigi). Menyalakan dispenser dan membuat kopi. "Cilaka, krimer habis". Itu yang saya katakan saat melihat botol Coffee-Mate saya sudah ringan sekali. Usut punya usut, memang tak ada sebutir bubuk pun di dalamnya. Saya nesu dan misuh-misuh.

Setelah itu, ambil iPod dan memutar lagu kebangsaan hari Senin. Ya, "I Don't Like Monday" versi Boomtown Rats.

"Tell me why I don't like Monday. Tell me why I don't like Monday. Tell me why I don't like Monday. I wanna shoot, oooh, the whole day down," saya menyanyikan ini sepanjang pagi.

Kemudian nonton BOSS dan lagi-lagi kagum dengan Kichise Michiko. Astaga, tante satu ini cantiiiiiiiiiiiik sekali!

Pukul 11.30…Trong! Si Mimi berbunyi. Ada email masuk. Dari Arum, ngajakin makan katanya. Di mana? Di Rempah Asia. Lina mau ikutan juga katanya. Oh ya, oke. Saya beranjak mandi. Lagunya saya ganti. Dari I Don't Like Monday ke Kissing You Baby. Dari Boomtown Rats ke SNSD. Ga usah protes.

Selesai mandi. Saya menuju Rempah Asia bersama Raden Mas (ini nama sepeda, btw). Saya lirik jam. Jam 12.30.

I'm at Rempah Asia Resto khas Malaysia.

Sesampainya di sana. Arum sudah menunggu. Lina? Belum datang. Ah elaaah. Saya kasih dia Sooyoungie. Bukan, ini bukan nama personel SNSD yang kakinya panjang sekali. Ini nama hard disk saya. Ya, saya kasih itu Sooyungie. Tak beberapa lama, Lina datang. Lina datang bersama kembarannya eh adiknya, Laras alias Aas.

Kami pesan makanan. Arum: Nasi Lemak Ayam Rempah dan Es Teh Tarik. Aas: Nasi Lemak Ayam Kari dan Es Teh. Lina: Nasi goreng kampung dan es teh. Saya: nasi papdrik ayam dan es teh tarik. Saat itu, saya baru nyadar namanya "papdrik", bukan "paprik", padahal sudah setahun langanan di situ.

Kami makan dan cerita-cerita. Panjang, lama. Mulai dari drama Asia sampai topik yang selalu dibicarakan mahasiswa tua, sebut saja namanya S. Lina juga bilang jika dia mau pulang nanti sore. Ckckck…Lina ini lebih sering pulang dibanding saya yang rumahnya dekat. Di tengah-tengah, saya bilang sama Arum akan bayar makanannya. Karena dia selalu bayarin saya waktu insiden atm hilang." Serius?," tanyanya. Serius, saya bilang. Hakkul yakin.

Kemudian hujan deras. Deras sekali. Sangat deras. Mungkin efek dari saya yang niat bayarin makan…

Berhubung hujan, akhirnya kami tertahan di situ hingga menjelang sore. Kemudian Lina dan Aas pulang. Saya dan Arum ke Platinum.

I'm at Platinum Internet Café.

Yak, kami berdua menuju ke warnet yang terletak di lantai atas Hoka-Hoka Bento. Arum mau kirim email katanya. Saya ngapain? Ceritanya saya mau mengulas film Kill Bill. Saya cari bahan. Sambil, ehm, mencari video Hello Baby episode dua. Jangan protes.

Tapi ternyata saya tidak bisa posting, karena…ehm, saya tidak nyanding kopi. Serasa buntu otak ini. Lalu Shiro lowbatt dan saya pulang deh.

I'm at Mirota Gejayan.

Di jalan, saya ingat jika lampu belakang Raden Mas baterenya sudah habis. Saya pergi ke daerah Mirota Gejayan untuk beli baterenya. Saya gowes santai. Lihat kanan kiri. Lihat langit. Menghindari lubang. Loncatin polisi tidur (ceritanya akrobat). Dan iseng bunyiin bel sepeda. Kriing.

Sampai saya di sana. Menuju ke tempat reparasi jam. Beli batere. Duduk di sebelah Bapaknya yang ramah. Kami sempat berbincang sebentar tentang sepeda. beliau tanya, hari Jumat lalu mengapa banyak orang bresepeda. hari Jumat? Saya mikir sejenak. Ooh, JLFR (Jogja Last Friday Ride). Saya jelaskan tentang JLFR. Beliau angguk-anguk dan bertanya kenapa saya tidak ikutan. Saya cuma mesem. Males pak, hehe. Bapaknya juga ketawa, hehe.

Sehabis beli batere untuk Raden Mas, saya teringat jika harus membeli refill Coffee-Mate. Saya menuju ke Mirota dan ke bagian kopi. Celingak-celinguk. Tolah-toleh. Tolah-toleh. Tidak ada. Jikalau ada itu pun bungkus kotak 450 G. Terlalu besar dan akan jadi mubadzir, pikir saya. Saya cari lagi sekali lagi. Gak ada. Saya pergi.

I'm at Indomaret Gejayan.

Dengan asumsi minimarket ini lebih komplit jualannya, saya gowes ke sana. Sampai. Menuju bagian kopi. Kembali melihat dari atas sampai bawah rak. Tidak ada. Saya tanya karyawannya. Kosong, katanya. Dongkol, saya pergi. Menuju Indomaret di Jalan Affandi.

I'm at Pom Bensin Gejayan.

Demi mencari refill Coffee-Mate, saya menyusuri Jalan Gejayan. Sebuah keputusan yang salah. Jalan Gejayan pada pukul 17.15 di hari Senin adalah sebuah siksa dunia. Semua penggunanya seakan-akan berlomba memanfaatkan setiap jengkal jalanan. Sampai saya di Pom Bensin Gejayan. Indomaret ada di seberang. Tapi jalan status jalan masih pamer subang. Padat merayap susah menyeberang.

Satu menit. Dua menit. Lima menit. Sepuluh menit. Masih pamer subang.

Tiba-tiba ada Vinia. "Vince!" saya panggil dia. Keras. Menepi dia. Dan kami bercerita tentang musibah jatuhnya glider beberapa waktu lalu. Tak dinyanya, sang pilotnya adalah narasumber tugas PSTV kami. Dia juga yang menerbangkan pesawat yang saya tumpangi saat harus mengambil aerial shot. I feel sorry for him , karena menurut Vince, beliau trauma.

Dan kemudian Vinia bilang jika dia bertemu FACHRY ALBAR di dekat McD Sudirman. Apa? Fachry Albar. Tanpa memedulikan apapun, saya teriak. "Ahhhhh! Vince! Kok kowe iso ketemu bang Fachry?" (arti: ahhh, Vince! Kok kamu bisa bertemu bang Fachry). "Yo mbuh, kethoke de'e syuting lho, cum" (ya ga tahu. Sepertinya doski syuting deh cum). Dan sungguh, sungguh, saya lepas kendali saat Vince bilang "bang Fachry ki asline ngguanteng banget lho cum" (bang Fachry aslinya tampan sekali lho, Cum). Ah cukup!

Kemudian Vince pulang. Dan situasi masih pamer subang.

Itu, Indomaret ada di seberang mata. Dan saya masih di tempat yang sama. Sudah 20 menit saya ada di sini. Lama-lama putus asa. yah , sudahlah, ngaso sebentar. Akhirnya saya duduk di trotoar. Sambil minum Mijon. Gluk, gluk.

30 menit. Ada mobil dengan lampu angel eyes, HID, dan halogen menyorot saya. Terkutuk.

45 menit. Akhirnya arus lalu lintas lumayan lancar. Saya cepat-cepat menyeberang. Edan! mau nyeberang jalan saja butuh 45 menit. saya mulai merasa jalan gejayan tidak jauh beda dengan jalan Pasar Mingu Raya.

I'm at Indomaret Jalan Affandi.

Akhirnya! setelah menunggu lama, bisa juga menyebarang. Langsung saya ke bagian kopi untuk mencari Coffee-Mate dan….DANG! Tidak ada. Oalah Gustiiiiiiii! Sudah lama saya nunggu ke sini. Sampai rontok rambut nungguin dan apa yang saya dapat? Mendapati jika stok Coffee-Mate kosong? Rasanya tidak bisa dideskripsikan.

I'm at Gading Mas 4 Swalayan.

Pengalaman pahit tadi tidak menyurutkan niat saya untuk beli refill Coffee-Mate. Saya ke Gading Mas Perut mulai kelaparan. Mata mulai berkunang-kunang. Tapi, tetap saja tidak ada. Akhirnya saya beli cokelat sebatang. Langsung saya lahap. Lumayan. Ketimbang pingsan.

Hah! Lemes saya sekeluarnya dari sana. Gimana nih? Ga ketemu krimernya. Ga ada krimer ga ngopi. Saya sempat bingung. Tiba-tiba…EUREKA! Saya ingat satu toko yang PASTI menjualnya.

Circle K.

I'm at Circle K Jl. Affandi.

Saya cepat gowes ke toko berlogo K Merah ini. Bego juga ya, Circle K kan di sebelah Indomaret. Kenapa ga kepikiran ke sana. Ah entahlah, saya benar-benar tidak terpikir saat itu. Cepat-cepat saya gowes ke sana. Menentang arus jalan Gejayan yang menggila. Sampai. Saya menuju bagian kopi dan HORE! Ternyata ada. Syukurlah!

Dipikir-pikir kenapa sih saya ngotot HARUS beli Coffee-Mate refill. Tapi itulah saya. Jika mau beli Coffee-Mate ya HARUS beli Coffee-Mate. Jika maunya yang refill ya HARUS dapat yang refill. Andai kengototan ini digunakan di bidang akademis, mungkin saya bisa memahami rumus lilitan dioda. Sayangnya, tidak pernah dan tidak mau diterapkan.

Dan kemudian saya beli makan. Dan kemudian saya pulang sebentar. Karena saya ingat harus beli sesuatu. Saya ganti jaket dan pergi ke tempat fotokopian. Beli kertas Buffalo. Buat apa? Rahasia!

I'm at Kosan Matahari Ceria.

Dan akhirnya saya pulang. Benar-benar pulang. Tepar. Tiduran di kasur. Namun satu hal yang penting, setelah tiduran di kasur, saya beranjak MANDI. Itu artinya saya mandi dua kali sehari. HORE!

Dan selain mendapat refill Coffee-Mate, Circle K juga memberikan kebahagiaan lain. Itu adalah iklan Volvic yang modelnya Takeshi Kaneshiro lagi minum air.


Oom Takeshi di iklan Volvic *gulp*

ASTAGA... Saya langsung berasa haus dan ingin minum air segalon. Kyaaaa!
Published with Blogger-droid v1.6.8

Sunday, May 29, 2011

Dear Admin @autisBego

Hari ini hari Minggu. Tidak ada yang istimewa. Paling saya cuma meratapi uang yang tinggal dua puluh ribu di dompet. DUA PULUH RIBU. Itu pun uang boleh ngutang teman. jadi tidak ada yang istimewa.

Paling saya menahan lapar karena memikirkan kelanjutan hidup di hari-hari ke depan. Paling pol, saya masak mie dan bersihin toilet. Cihui, saya terlihat rajin sekali saat menuliskan kata "bersihin toilet". Oh ya, saya MANDI, KERAMAS, dan MASKERAN juga loh. Akhirnya, muka saya terlihat bersinar (bayangkan betapa tebalnya daki yang ada sebelum ini). Walau begitu, masih saja keluar gumaman "Belum semulus muka Sooyoung". Manusia memang tak pernah puas.

Kelar maskeran, saya raih si Mimi dan buka Twitter. Ternyata situs 140 karakter ini sedang ramai oleh suatu akun. Nama akun itu @autisBEGO. ASTAGA!

Saya buka profilnya dan terpampanglah ini:



Saya baca timeline akun ini. Andai ini lagu Horobushko-Bond, saya sudah sampai pada tahap akhir. Saat Haylie menggesek biolanya dengan kecepatan yang luarbiasa.

Apalagi saat sang admin menulis tweet ini:


Emosi saya langsung crescendo saat itu.


Saya emosi. Begitu juga dengan banyak teman-teman yang lain. Karena itulah, saya menulis ini.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu betapa beratnya menjalani hidup saat semua orang memandang anda berbeda? Betapa beratnya hidup saat setiap kalimat yang anda ucapkan hanya dianggap ceracaua? Betapa beratnya hidup saat orang selalu menganggap anda hidup di dunia lain, bahkan diangap alien saking anehnya?

Mungkin anda belum tahu

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu jika penyandang autisme selalu mengalami masalah di sekolahnya? Apakah anda tahu perjuangan mereka mendapatkan pendidikan yang layak? Apakah anda tahu jika mereka bisa ditolak sebuah universitas hanya karena mereka "penyandang autisme"?

Mungkin anda belum tahu.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu jika banyak penyandang autisme sering dihina di lingkungannya? Apakah anda tahu mereka dihina hanya karena sedikit "perbedaan" yang mereka miliki? Hanya karena mereka sedikit "tidak normal"?

Mungkin anda belum tahu.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu betapa berat perjuangan keluarga penyandang autisme? Betapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk terapi ini-itu? Untuk tes ini-itu? Untuk tes alergi ini-itu?

Mungkin anda belum tahu.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu, betapa besar perhatian orangtua penyandang autisme harus tercurah pada anaknya yang istimewa itu? Apakah anda tahu, sedotan perhatian itu bisa saja mengabaikan sudaranya yang "normal"? Apakah anda tahu setiap anggota di keluarga itu harus mengorbankan banyak hal untuk mereka?

Mungkin anda belum tahu.

Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu tantrum, suatu keadaan di saat penyandang autisme kehilangan kendalinya? apakah anda tahu betapa kerasnya mereka mengendalikan diri untuk tidak menyakiti diri mereka? apakah anda tahu beberapa dari mereka bisa saja membentur-benturkan kepalanya ke tembok saat tantrum?

Mungkin anda belum tahu.


Dear admin @autisBEGO, apakah anda tahu hingga kini belum diketahui penyebab dan obat untuk autisme?

Mungkin anda belum tahu.


Dear admin @autisBego, saya yakin anda terpelajar dan pintar. Tapi sungguh sayang jika kecerdasan anda tidak diimbangi dengan rasa empati pada orang-orang yang tak seberuntung Anda.

Dear admin @autisBego, setiap orang pernah melakukan kesalahan. Tapi tak banyak yang mengakuinya dan belajar darinya.

Salam.

Saturday, May 28, 2011

Filosofi Secangkir Kopi

Hari ini saya bangun. Kesiangan. Lagi. Mungkin terbawa atmosfer akhir pekan yang menyugesti saya untuk bermalas-malasan. Oke, saya bohong. Saya memang melakukan the art of doing nothing. Selanjutnya ngulet dengan dua tangan karena eh karena BAHU KIRI SAYA SUDAH SEMBUH. HOREEEE! Belum sembuh sempurna sih karena belum bisa digunakan secara normal. Ini artinya bahu kiri saya masih nyeri jika digunakan secara ekstrem. Artinya lagi, saya belum bisa salto, push-up, angkat galon, atau koprol untuk hari-hari ke depan.

Oke, lupakan itu. Hari ini, seperti juga hari-hari yang lain, saya melakukan rutinitas pagi hari. Ngulet. Matiin weker. Nyalain dispenser. Buka jendela. Cuci muka. Sikat gigi (gini-gini, saya rajin sikat gigi). Mandi? Mari kita singkirkan hal itu untuk sementar waktu (eh?). Kemudian saya mengambil mug. Ambil Nescafé Gold. Menyendoknya. Menyeduhnya dengan air panas. Ambil gula. Ambil Coffe-Mate. Dan memasukkannya secara berurutan. Kemudian saya beranjak ke kasur bawah. Meletakkan mug di meja. Duduk. Menghirup aromanya. Harum. Kemudian, slurp, menyeruputnya pelan. Ahh, kopi pagi ini enak.

Saya suka ngopi. Suka sekali. Jika Milo adalah energi untuk menang setiap hari (saya terdengar seperti staf pemasaran Nestlé), maka Nescafé adalah sesuatu untuk mengawali, menemani, dan menemani hari saya. Dengan kata lain, dia adalah sesuatu yang menemani saya sepanjang hari.

Saya suka ngopi. Bagi beberapa orang, kopi adalah sumber inspirasi. Begitu pula saya. Entah mengapa kopi dan aromanya selalu bisa menimbulkan inspirasi bagi sebagian orang. Saya berusaha mencari penjelasan ilmiahnya. Dan kira-kira beginilah penjelasan tak bermutu saya.

Kopi adalah minuman yang mengandung kafein. Kafein merupakan zat yang bersifat stimulan. Mengingat sifatnya, zat yang memiliki formula kimia C 8 H 10 N 4 O 2 adalah zat yang mampu memicu debaran jantung. Meningkatnya denyut jantung berarti membawa banyak aliran darah yang mengandung oksigen ke otak. Mungkin karena itulah sebagian orang merasa "otaknya encer" setelah mengonsumsi kopi. Itu karena aliran darahnya lancar. Ini penjelasan ilmiah ngawur yang bisa saya kemukakan.

Tapi arti secangkir kopi lebih dari sekedar penjelasan sok ilmiah di atas. Bagi saya, menikmati secangkir kopi memiliki filosofinya sendiri. Jika Dewi Lestari menulis buku yang berjudul Filosofi Kopi, yang saya belum tahu isinya apa, maka saya punya Filosofi Secangkir Kopi.

Life is like a cup of coffee. Itu judul blognya mas Brama, sang bintang video klip Bondan Prakoso. Itu pula yang menjadi salah satu motto hidup saya ("tidak percaya" kata pembaca). Boleh percaya boleh tidak, tapi memang seperti itu kenyataannya.


Jadi bagaimana penjelasan makna secangkir kopi?

Pernahkah anda menyesap secangkir kopi? Pasti pernah. Rasanya lebih banyak orang yang meminum kopi dibanding Coca-Cola. Persetan dengan fakta Coca Cola adalah minuman paling populer di dunia, tapi saya pikir kopi diminum oleh lebih banyak orang dibanding minuman berkaleng merah itu. Kopi bisa menembus semua kalangan. Rasanya wajar melihat bos mafia menyeruput kopi di sebuah kedai, sewajar melihat abang penarik becak minum kopi di warung kopi sederhana. Terapkan hal itu pada Coca Cola dan saya rasa akan banyak kejanggalan.

Tapi bukan itu yang mau saya bicarakan. Ding dong!

Dalam secangkir kopi apa yang anda temukan. Pahit, getir, namun bukan hanya itu. Ada juga gurih dan manis. Semuanya berpadu dalam satu tegukan. Bukankah itu seperti hidup? Ya. Ada masa di mana hidup terasa sangat pahit. Katakanlah saat Tottenham Hotspur kalah di perempat final Liga Champions dan kalah melawan Manchester City dalam waktu seminggu. Pahit. Pahit sekali. Seperti meminum double espresso tanpa gula (dan saya bakal kumat maag). Tapi ada kalanya hidup terasa sangat manis. Contohnya saat anda pergi ke jurusan dan melihat proposal skripsi and diterima. Manis. Manisssssss sekali. Layaknya meminum kopi dengan 5 sendok gula (ngomong-ngomong gimana skripsi? BAB..LASS! -___-)

Ngomong-ngomong soal kopi, saya punya konsep untuk secangkir kopi yang sempurna alias the perfect coffee. Apa itu? Itu adalah keadaan di mana kopi, krimer, dan gula bercampur dalam campuran dan kadar yang sempurna. Saat pahitnya kopi, gurihnya krimer, dan manisnya gula berpadu dengan sempurna dan menghasilkan sesungging senyum di muka saya. Kopinya masih terasa, krimer menambah rasa gurih, dan tidak terlalu kemanisan berhubung saya Silahkan tertawa, tapi saat sudah meminum secangkir kopi yang sempurna maka sepanjang hari mood saya akan sangat bagus. Apalagi jika bertemu pembuat tremor.


Bentukan dan warna kopi sempurna versi saya

Terbentuknya secangkir kopi yang sempurna bukanlah secara kebetulan. Jadi bukan berarti bim salabim abrakadabra prok prok prok saya bisa menghasilkan secangkir kopi yang sempurna. Ada tahapan yang harus dilalui. Ada waktu di mana rasa kopi terlalu dominan. Hasilnya saya maag. Ada waktu di mana rasa gula begitu menyengat. Lidah saya mati rasa. Setelah sekian waktu dan terus mencoba racikan baru maka voila! Terciptalah secangkir kopi yang sempurna.

Life is like a cup of coffee. Indeed. Ada keseimbangan yang harus dicapai di sana. Jika tidak, anda takkan bisa menikmatinya. Untuk mencapai itu, anda perlu berusaha untuk mencapainya. Sama seperti usaha untuk membuat secangkir kopi yang sempurna.

Dan itulah filosofi secangkir kopi hasil rekaan saya.

Friday, May 27, 2011

Cappo di Tutti Milo



Milo Fuze dan kemasan stickpacknya

Saya maniak Milo. Mungkin Anda sudah tahu hal itu. Layaknya Jinchoge Haname, saya takkan bisa menjalani hari tanpa diawali mengonsumsi Milo (dan Nescafé, tentunya). Mungkin Anda juga sudah tahu akan hal itu. Saya minum Milo sejak umur 3 tahun dan menjadikannya alasan utama mengapa saya tidak setinggi Sooyoung. Ini juga sudah anda ketahui. Saya mengonsumsi segala jenis bentukan Milo di pasaran. Anda juga sudah tahu ini.

Jadi bayangkan betapa bahagianya saya saat mendapat pasokan Milo Fuze dari dik Ijah yang lucu. Dan jika anda bertanya apa itu Milo Fuze, lemme tell ya (pake nadanya T.O.P). Milo Fuze adalah sebuah varian Milo yang dijual di negeri Siti Nurhaliza, Malaysia. Tapi itu tidak penting. Yang patut digarisbawahi adalah, Milo Fuze adalah varian Milo paling ciamik yang pernah saya rasakan selama (hampir) 22 tahun hidup di dunia ini. Duh, jadi ketahuan umurnya kan, bodo deh.

Saya berkenalan dengannya lima tahun yang lalu. Alkisah teman saya, namanya Sinta, yang dari Riau pernah membawanya ke asrama. Iseng, saya minta. Dikasih. Diseduh Diminum. ADUHAI! Andai ini cerita di komik, mata saya akan bersinar-sinar. Saya akan terbang ke langit sambil tersenyum lebar. B-A-H-A-G-I-A.

Oh….rasa coklat yang berpadu dengan Milo.

Oh…kadar kekentalan yang sempurna.

Oh….semburat lembut vanili yang menentramkan hati.

Oh…oh…oh…oh…oppareul saranghae (kenapa jadi nyanyi????)


Terus saya jalan-jalan ke mall. Belanja. Menemukan Fuze. Saya beli dua bungkus. Habis dalam dua minggu. Tapi semenjak kuliah, saya berhenti mengonsumsinya. Tak hanya itu, Fuze pun seakan menghilang di pasaran.

Alkisah tiga minggu lalu, Ijah sempat tweeting jika dia mau pulang kampung. Ke Pekanbaru, katanya. Iseng, saya nitip Fuze. Eh….tak tahunya doi mau dititipin. Ah…senangnya. Bahagianya. Bahagia banget kah? Iya. Sangat Bahagia. Saking bahagianya, saking euforianya, begitu Ijah datang dan mengeluarkan Fuze, saya lonjak-lonjak dan menciumi bungkusnya. Norak memang.

Saya menyeduhnya saat malam menjelang. Ah, dia masih sama. Masih dengan kemasan stickpack (seperti bungkus Nescafé 3 in 1). Masih dengan rasanya yang lezat dan kental. Masih dengan kalorinya yang 10% lebih tinggi dari Milo biasa (Milo biasa 110 kcal, Fuze 121 kcal). Masih dengan bungkus yang sama.

Ah, dia mengingatkan saya semasa di asrama. Milo Fuze mengingatkan saya akan hari-hari di masa kelas tiga. Saat bangun setengah lima dan tidur setengah dua. Fuze selalu ada di samping meja saya saat mengerjakan PR Matematika. Fuze mengingatkan saya saat begadang mengerjakan akutansi di buku besar buku besar buku besar....TIDAAAK!

Milo Fuze juga selalu mengingatkan saya dengan guru Ekonomi (sekaligus wali kelas) jaman SMA MAN. Bu Ifat, namanya. Itu waktu kami masuk bab Manajemen. Dari penjelasn beliau saya menjadi paham tentang maksud efisiensi produksi. Beliau mengomparasi Milo Fuze dengan produk Milo 3 in 1 lokal. Betapa ironisnya ketika harga barang produksi luar negeri lebih murah dibanding produk dalam negeri. Okelah, bedanya hanya seribu (Milo Fuze 39 ribu, Milo 3 in 1 40 ribu). Tapi bayangkan Fuze sudah terkena PPN (pajak pertambahan nilai) 10%, bea masuk, dan belum lagi ongkos kirim yang tercangkup di dalamnya. Dan kesemuanya itu masih membuat harganya lebih murah dari produk lokal.

Bayangkan betapa tidak efisiennya produk kita, begitu kata beliau. Lalu beliau menjelaskan lebih lanjut dengan membandingkan harga beras Thailand dan Indonesia. Sederhana tapi mengena. Jadi saya tidak kaget jika harga Pertamax lebih mahal dari Shell Super. Call me unpatriotic, tapi konsumen kere seperti saya harus menerapkan prinsip ekonomi untuk bertahan hidup.

Sekali lagi saya bilang: Saya SUKA SEKALI MILO FUZE.

Dan dengan tulisan ini saya nobatkan Milo Fuze sebagai Cappo di Tutti Milo. Best of the Best Milo.

(p.s: Dek Ijah, kalo pulang lagi, boleh dong saya nitip Fuze Mocha)
Published with Blogger-droid v1.6.8