Saturday, May 28, 2011

Filosofi Secangkir Kopi

Hari ini saya bangun. Kesiangan. Lagi. Mungkin terbawa atmosfer akhir pekan yang menyugesti saya untuk bermalas-malasan. Oke, saya bohong. Saya memang melakukan the art of doing nothing. Selanjutnya ngulet dengan dua tangan karena eh karena BAHU KIRI SAYA SUDAH SEMBUH. HOREEEE! Belum sembuh sempurna sih karena belum bisa digunakan secara normal. Ini artinya bahu kiri saya masih nyeri jika digunakan secara ekstrem. Artinya lagi, saya belum bisa salto, push-up, angkat galon, atau koprol untuk hari-hari ke depan.

Oke, lupakan itu. Hari ini, seperti juga hari-hari yang lain, saya melakukan rutinitas pagi hari. Ngulet. Matiin weker. Nyalain dispenser. Buka jendela. Cuci muka. Sikat gigi (gini-gini, saya rajin sikat gigi). Mandi? Mari kita singkirkan hal itu untuk sementar waktu (eh?). Kemudian saya mengambil mug. Ambil Nescafé Gold. Menyendoknya. Menyeduhnya dengan air panas. Ambil gula. Ambil Coffe-Mate. Dan memasukkannya secara berurutan. Kemudian saya beranjak ke kasur bawah. Meletakkan mug di meja. Duduk. Menghirup aromanya. Harum. Kemudian, slurp, menyeruputnya pelan. Ahh, kopi pagi ini enak.

Saya suka ngopi. Suka sekali. Jika Milo adalah energi untuk menang setiap hari (saya terdengar seperti staf pemasaran Nestlé), maka Nescafé adalah sesuatu untuk mengawali, menemani, dan menemani hari saya. Dengan kata lain, dia adalah sesuatu yang menemani saya sepanjang hari.

Saya suka ngopi. Bagi beberapa orang, kopi adalah sumber inspirasi. Begitu pula saya. Entah mengapa kopi dan aromanya selalu bisa menimbulkan inspirasi bagi sebagian orang. Saya berusaha mencari penjelasan ilmiahnya. Dan kira-kira beginilah penjelasan tak bermutu saya.

Kopi adalah minuman yang mengandung kafein. Kafein merupakan zat yang bersifat stimulan. Mengingat sifatnya, zat yang memiliki formula kimia C 8 H 10 N 4 O 2 adalah zat yang mampu memicu debaran jantung. Meningkatnya denyut jantung berarti membawa banyak aliran darah yang mengandung oksigen ke otak. Mungkin karena itulah sebagian orang merasa "otaknya encer" setelah mengonsumsi kopi. Itu karena aliran darahnya lancar. Ini penjelasan ilmiah ngawur yang bisa saya kemukakan.

Tapi arti secangkir kopi lebih dari sekedar penjelasan sok ilmiah di atas. Bagi saya, menikmati secangkir kopi memiliki filosofinya sendiri. Jika Dewi Lestari menulis buku yang berjudul Filosofi Kopi, yang saya belum tahu isinya apa, maka saya punya Filosofi Secangkir Kopi.

Life is like a cup of coffee. Itu judul blognya mas Brama, sang bintang video klip Bondan Prakoso. Itu pula yang menjadi salah satu motto hidup saya ("tidak percaya" kata pembaca). Boleh percaya boleh tidak, tapi memang seperti itu kenyataannya.


Jadi bagaimana penjelasan makna secangkir kopi?

Pernahkah anda menyesap secangkir kopi? Pasti pernah. Rasanya lebih banyak orang yang meminum kopi dibanding Coca-Cola. Persetan dengan fakta Coca Cola adalah minuman paling populer di dunia, tapi saya pikir kopi diminum oleh lebih banyak orang dibanding minuman berkaleng merah itu. Kopi bisa menembus semua kalangan. Rasanya wajar melihat bos mafia menyeruput kopi di sebuah kedai, sewajar melihat abang penarik becak minum kopi di warung kopi sederhana. Terapkan hal itu pada Coca Cola dan saya rasa akan banyak kejanggalan.

Tapi bukan itu yang mau saya bicarakan. Ding dong!

Dalam secangkir kopi apa yang anda temukan. Pahit, getir, namun bukan hanya itu. Ada juga gurih dan manis. Semuanya berpadu dalam satu tegukan. Bukankah itu seperti hidup? Ya. Ada masa di mana hidup terasa sangat pahit. Katakanlah saat Tottenham Hotspur kalah di perempat final Liga Champions dan kalah melawan Manchester City dalam waktu seminggu. Pahit. Pahit sekali. Seperti meminum double espresso tanpa gula (dan saya bakal kumat maag). Tapi ada kalanya hidup terasa sangat manis. Contohnya saat anda pergi ke jurusan dan melihat proposal skripsi and diterima. Manis. Manisssssss sekali. Layaknya meminum kopi dengan 5 sendok gula (ngomong-ngomong gimana skripsi? BAB..LASS! -___-)

Ngomong-ngomong soal kopi, saya punya konsep untuk secangkir kopi yang sempurna alias the perfect coffee. Apa itu? Itu adalah keadaan di mana kopi, krimer, dan gula bercampur dalam campuran dan kadar yang sempurna. Saat pahitnya kopi, gurihnya krimer, dan manisnya gula berpadu dengan sempurna dan menghasilkan sesungging senyum di muka saya. Kopinya masih terasa, krimer menambah rasa gurih, dan tidak terlalu kemanisan berhubung saya Silahkan tertawa, tapi saat sudah meminum secangkir kopi yang sempurna maka sepanjang hari mood saya akan sangat bagus. Apalagi jika bertemu pembuat tremor.


Bentukan dan warna kopi sempurna versi saya

Terbentuknya secangkir kopi yang sempurna bukanlah secara kebetulan. Jadi bukan berarti bim salabim abrakadabra prok prok prok saya bisa menghasilkan secangkir kopi yang sempurna. Ada tahapan yang harus dilalui. Ada waktu di mana rasa kopi terlalu dominan. Hasilnya saya maag. Ada waktu di mana rasa gula begitu menyengat. Lidah saya mati rasa. Setelah sekian waktu dan terus mencoba racikan baru maka voila! Terciptalah secangkir kopi yang sempurna.

Life is like a cup of coffee. Indeed. Ada keseimbangan yang harus dicapai di sana. Jika tidak, anda takkan bisa menikmatinya. Untuk mencapai itu, anda perlu berusaha untuk mencapainya. Sama seperti usaha untuk membuat secangkir kopi yang sempurna.

Dan itulah filosofi secangkir kopi hasil rekaan saya.

No comments:

Post a Comment