Showing posts with label drama Asia. Show all posts
Showing posts with label drama Asia. Show all posts

Tuesday, December 27, 2011

Person of The Year 2011: Guess Who?

ahlo

eh halo

jadi ceritanya pada suatu hari, saya dan Awe (iya, Awe yang itu) sedang chatting via whatsapp. Via BlackBerry milik seorang teman, sebut saja namanya Donad. Loh kenapa harus pake BB nya? Soalnya saya malas menghidupkan internet di hp. Ehe.

Anyway busway, saya ditawari suatu proyek selo dari Pak Guru di Margajaya ini. Person of The Year (selanjutnya disingkat POTY), katanya. Proyek ini terinspirasi dari even tahunan yang rutin diselenggarakan majalah TIME. Mengutip deskripsi yang diberikan Awe (yang dia kutip dari majalah TIME btw), POTY adalah “person or persons who most affected the news and our lives". 

Saturday, May 7, 2011

Malam Minggu

Sabtu Malam ku sendiri, tiada teman ku nanti (Kisah Sedih di Hari Minggu – Koes Plus

“Malam Minggu ngapain? Kencan sama Tamayama Tetsuji, Kaneshiro Takeshi, dan Global TV”

Suatu hari, berbulan-bulan yang lalu, saya pernah menulis tweet semacam itu di Malam Minggu. Sumpah, saya tak berpretensi macam-macam saat menulisnya. Hanya ingin memberikan variasi di antara tweet malam Minggu yang berkisar tentang wakuncar (waktu kunjung pacar, #lawas sekali kosa katanya) atau mbojo, atau diisi dengan emoticon love-love layaknya lovey-dovey couple. Sak jane aku iki kritis, sinis, nyinyir, opo ngiri yo?

Yah apa boleh buat, kerana saya masih sendiri di usia yang hampir 22 tahun ini, saya ndak pernah ke mana-mana selama malam Minggu. Teman-teman sekosan pada pergi wakuncar, saya? Mendekam, berlumut di kamar, dan mengabdikan diri sebagai Himono Onna (a.k.a “the dried fish woman”, tonton Hotaru no Hikari untuk lebih jelasnya #promosi)

Sayangnya di tahun 2011 ini perkembangan teknologi komunikasi begitu menakjubkan sehingga mendekam sendiri di kamar adalah sesuatu yang menarik untuk dilakukan pada malam Minggu. Sayangnya lagi saya punya setumpuk film dan dorama di hard disk Shiro maupun di hard disk eksternal saya, yang seakan-akan berteriak “tonton aku, tonton aku, mumpung kamu lagi selo”. FUFUFU!

Bagi saya malam Minggu adalah sinonim dari kata nonton. Nonton apa? Ya nonton apa saja. Mulai dari nonton dorama, film, atau nonton pertandingan bola.

Nonton dorama. Berhubung malam Minggu suasana dan udaranya itu santai dan selo, menonton dorama bisa jadi pilihan yang tepat. Jika pada hari-hari biasa, dosis nonton dorama itu 1-2 episode, maka di malam Minggu dosis itu dapat dinaikkan hingga 2-4 kali lipat. Itu berarti anda bisa menonton 10 episode dorama maksimal. Jika melihat episode dorama, bukan tidak mungkin satu judul dorama selesai di satu malam. Kyung kyung sekali bukan?

Tidak suka dorama? Tenang, anda bisa mencoba menonton film. Bagi saya pribadi, malam Minggu adalah waktu yang tepat untuk mendayagunakan speaker kesayangan. Berhubung malam malam aku sendiri tanpa cintamu lagi, eh, malam malam aku sendiri di kosan, menonton film dan menghubungkannya dengan speaker adalah suatu ide yang brilian.

Film apa? Apa saja. Namun jangan paksa saya untuk menonton film komedi romantis. It’s a big NO NO! Film favorit untuk ditonton di malam Minggu adalah Battle Royale. Matikan lampu, tutup gorden, nyalakan speaker, dan scene “The Light House Battle” di film garapan Fukasaku Kenji ini terlihat jauh lebih memikat #sakit. Tak perlu pusing akan protes tetangga kosan, karena mereka pergi semua.

Sayangnya, karena begitu seringnya ditonton, BR menjadi kurang asyik. Untunglah, ada Sion Sono yang menyelamatkan malam Minggu saya.

Dan salah satu alasan terpenting untuk melewatkan malam Minggu di kos saja adalah tiga huruf ini: E-P-L. EPL alias English Premier League alias Liga Inggris. Apalagi jika The North-Londoners (baca: Arsenal atau Tottenham Hotspur) yang sedang bertanding, saya PASTI dengan senang hati mendedikasikan Malam Minggu Sabtu Malam yang indah di kamar, Adalah sebuah kepuasan tersendiri saat menyeduh kopi, menonton The North-Londoners beraksi, dan saya akan membanjiri timeline dengan tweeport (tweet report alias laporan pandangan mata yang disampaikan via Twitter) pertandingan. Masa bodoh dengan mereka yang meratap karena tak bisa wakuncaran di malam Minggu, #jahat

Namun kegiatan ini tidak bisa saya lakukan lagi karena eh karena TV uzur yang ada di kamar rusak. Hiks, coba saya punya LED TV 40 inch.

Banyak jalan menuju Roma, dan ada lebih banyak jalan lagi menikmati Malam Minggu Sabtu Malam sendiri saja” (Sumayya, 21 tahun, belum pernah wakuncar di Malam Minggu)

Sesuai kata orang bijak pada kalimat di atas, cara menikmati malam Minggu itu ada sebanyak jalan menuju Roma. Well, agak sedikit lebay banget sih. Tapi maksud saya, melewati malam Minggu sendiri itu bukan sesuatu yang patut diratapi.

Monday, May 2, 2011

(lagi-lagi) Dorama

Aloha!

Jika di tulisan sebelumnya, saya sedikit bercerita tentang "kegilaan" mengonsumsi dorama, maka tulisan ini adalah follow-up tulisan tersebut #ngikik

Saya suka dorama. Itu jelas. Tercatat sudah 13 dorama yang saya tonton setahun ini. Namun di sisi lain, jumlah donlotan dan hutang episode semakin menggunung. Layaknya teori Malthus, jumlah yang ditonton bertambah seperti deret hitung sementara hutang donlotan bertambah sesuai deret ukur #macakpinter #banggabanget

Dorama itu, seperti yang sudah saya tulis, banyak macamnya. Banyak genrenya. Banyak pemainnya. Dan banyak pula episodenya #halah. Tentunya keterbatasan waktu, otak, dan kapasitas hard disk menghalangi kita untuk mengonsumsi semua dorama yang ada.

Nah berbekal pengalaman setahun menekuni dunia dorama dan melongok koleksi dorama-dorama yang ada, saya menemukan beberapa kriteria yang biasa saya gunakan untuk menonton sebuah dorama

1. TEMA

Ini penting. Memilih tema dorama ini sangat penting. Dorama memiliki variasi genre yang kaya. Karena itu tema memiliki andil besar di sini.

Saya, misalnya, adalah love-story hater. Karena itu saya cenderung menghindari dorama yang bertema percintaan. Tidak menghindari sepenuhnya sih...saya suka dorama yang tema dan atau karakternya unik (baca: sedikit aneh atau bodoh) dan keren. Seperti Kairi dan Aiai di Love Shuffle, Rika di Tokyo Love Story (ini HARUS ditonton), atau Amemiya Hotaru di Hotaru no Hikari.

Dan karena saya suka dorama bertema detektif/crime dan medis, maka saya sangat menikmati dorama semacam BOSS, Atami no Sousakan, SPEC, dan Code Blue.

2. RATING

Di sini rating dipakai untuk mengukur kualitas. Tapi perlu diingat, karena begitu banyaknya dorama di Negeri Sakura itu sangat banyak, maka jika sebuah judul mampu mencapai rating dua digit (10% atau lebih) maka dorama itu sudah bagus. Sementara jika mampu mencapai rating lebih dari 20%, seperti dua episode terakhir BOSS, maka itu sudah masuk kategori "sangat-bagus-sekali"

3. AKTOR-AKTRIS

Ini subjektif, tapi ada beberapa nama yang akan menjadi magnet saya untuk menonton sebuah judul. Faktor yang mendasarinya tentu karakter yang sering mereka mainkan.

Di kalangan aktris nama Shinohara Ryoko, Mizukawa Asami, Kuriyama Chiaki, Yoshitaka Yuriko, dan Toda Erika adalah magnet yang kuat. Sangat kuat malah, karena setiap mendapat dorama yang mereka mainkan, saya menempatkannya dalam prioritas utama.

Sementara untuk aktor, pilihan saya jatuh pada nama Odagiri Joe, Kimura Takuya (siapa yang ga suka?), Matsuda bersaudara (Shota-Ryuhei), Eita, atau Ikuta Toma adalah magnet yang mampu membuat saya menyisihkan waktu untuk menonton dorama mereka.

4. REVIEW/SINOPSIS

Kadang review bisa membantu kita untuk mengukur kualitas sebuah dorama. Di samping itu, review dan sinopsis dapat dijadikan patokan apakah saya cocok dengan judul ini atau tidak. Situs rujukan saya adalah situs DramaWiki, JDorama, atau Asian Media Wiki. Alamatnya? Googling saja! #jahat

5. TONTON SAJA

Kadang dan kadang, dorama yang ditonton begitu saja, tanpa ada apa-apa, itu adalah dorama yang menarik. Contohnya ya...Hotaru no Hikari, dorama yang berandil besar menjadikan saya sebagai Himono Onna #ngikik

Nah itu tadi kriteria yang saya pakai. Walau jika dipikir-pikir ribet amat sih mau nonton aja mesti ada syaratnya. Tapi berhubung saya selo dan kapasitas Fruti, hard disk saya itu 'cuma' 50m GB, maka saya harus buat kriteria ini. Lagian siapa yang mau sih waktunya terbuang 12 jam untuk sesuatu yang tidak disuka? #pengalaman

Sore de wa, minna-san, sayonara!
Published with Blogger-droid v1.6.8

Sunday, May 1, 2011

Terpesona Drama Asia

#31harimenulis

Akhir-akhir ini saya bersyukur TV saya rusak dan belum muncul niat untuk membeli atau memperbaikinya. Karena seiring dengan rusaknya si tivi, saya dapat menamatkan satu demi satu hutang drama Asia yang menumpuk.

Drama Asia. Saya suka drama Asia. Harap dicamkan, istilah Asia di sini mengarah pada Asia Timur. Berarti yang akan saya bahas di sini bukan serial televisi yang ceritanya upaya Inspektur Vijay untuk melawan Tuan Takur. Bukan...

Drama Asia di sini adalah istilah yang digunakan untuk menyebut serial televisi yang berasal dari negara Asia Timur. Jepang, Korea (Selatan ya, bukan Utara), Cina (baik itu Cina Daratan, Hongkong, atau Taiwan).

Saya suka drama Asia. Kenapa? Karena saya tak suka sinetron. Anda boleh berpikir ini dusta karena saya rajin ngetwit tentang Pak Prabu. Tapi percayalah, saya nonton sinetron hanya untuk melihat Pak Prabu eh Attalarik Syach.

Simpelnya, saya suka drama Asia karena saya tak suka sinetron. Alasan saya tak suka sinetron adalah karena ketidaklogisan cerita, amnesia yang berulang kali, dan adegan tabrakan yang konyol.

Saya dari dulu suka drama Asia. Suka sekali. Terutama dorama.

Agar tidak bingung, dorama adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut drama televisi produksi Jepang. Kenapa dorama? Bukannya saya Japanese-minded atau penganut paham Nihonjinron ya...tapi saya ada beberapa faktor yang membuat saya jatuh cinta dengan drama negeri sakura.

Faktor pertama, panjang serial. Dorama menganut sistem musiman. Musim di sini maksudnya musim gugur-dingin-semi-panas, bukan sistem season seperti serial Amerika. Jadi dorama pasti akan berganti setiap ada pergantian musim.

Sekarang mari kita berhitung sesaat. Tiap musim lamanya 3 bulan. Sebulan ada empat minggu. Dan karena, syukurlah, dorama ditayangkan mingguan, berarti satu dorama tamat hanya dalam 12 episode. Hore sekali bukan!?

12 episode? Is it a bad thing? No. Justru di situlah hebatnya dorama. Dengan dibatasi durasi yang 'hanya' 12 episode, tim produksi 'dipaksa' untuk membuat cerita yang menarik. Ini yang menjadikan dorama begitu asyik. Konflik dan pendalaman karakter dapat tergali dan disajikan dengan baik hanya dalam 12 kali penayangan (bahkan kurang)

Kedua, variasi genre. Secara tema, dorama termasuk yang paling kaya. Tidak melulu kisah cinta seperti Tokyo Love Story *ya ampun #lawas*, ada juga tema medis (misalnya Code Blue, dr.Koto Shinryoujo, Godhand Teru), detektif atau crime (BOSS, Atami no Sousakan, SPEC) , atau drama bertema humanis (Ashita no Kita Yoshio, Inu Wa Kotou wa Iu Kotou).

Tiga, karakter. Hampir semua karakter cewek di dorama yang saya tonton adalah cewek yang keren. Bukan dalam arti perkasa, tapi yang jelas mereka bukan tipikal tokoh yang akan menangis setiap lima menit sekali atau meratap nasib saat ditinggal cowok. No...saya malah selalu benci karakter cewek yang seperti itu. Dan beruntunglah, di Jepang ada aktris yang mampu memerankan peran cewek yang keren seperti itu. Makanya saya kagum dengan Shinohara Ryoko, Kuriyama Chiaki, Karina, atau Toda Erika (dan memburu dorama yang mereka bintangi).

Asyiknya lagi, saya merasa dekat dengan karakter fiksional itu. Lebih dari itu, saya menemukan identifikasi diri dalam beberapa karakter di dorama. Contoh paling dekat adalah tokoh Amemiya Hotaru. Ini adalah karakter yang sangat makjleb dan sangat mendekati kehidupan saya sehari-hari (penasaran? Tonton Hotaru no Hikari season 1-2)

Empat, humor. Lagi-lagi bukan karena Japanese-minded sih. Tapi saya merasa cocok dengan selera humor yang ada di dorama. Mungkin karena tumbuh besar dengan mengonsumsi komik Jepang (manga), maka saya dapat tertawa dan cocok dengan adegan humor yang (kadang) diselipkan di dorama.

Karenanya, kini saya mendapati diri mengalokasikan waktu 1-2 jam untuk menonton dorama setiap hari. Alokasi waktu pun akan bertambah jika sudah menginjak akhir pekan. Jumlah waktu menonton akan bertambah 2-3 kali lipat (mungkin ini alasan skripsi ga selesai-selesai)

Kini saya mendapati diri menanti hasil download dari kampus, rajin melihat forum, mencari subtitle, dan menyambangi situs drama wiki untuk membaca review.

Dan kini saya mendapati diri menularkan 'kegilaan' saya kepada seorang teman. Yang hebatnya, memiliki dedikasi yang lebih tinggi dalam urusan menonton dorama (bo, satu judul dihabisin dua hari!)

Suatu hari saya pernah menulis kalimat ini di Twitter 'menekuni dunia drama Asia itu membutuhkan tekad kuat, semangat baja, dan dedikasi tinggi'. Oke, lebay memang, tapi memang itu yang harus dilakukan agar anda mampu menikmati dorama. Dan itu setimpal, karena Anda akan disuguhi tayangan yang berkualitas.

*ditulis sambil memutar Angela Aki*
Published with Blogger-droid v1.6.8

Terpesona Drama Asia

#31harimenulis

Akhir-akhir ini saya bersyukur TV saya rusak dan belum muncul niat untuk membeli atau memperbaikinya. Karena seiring dengan rusaknya si tivi, saya dapat menamatkan satu demi satu hutang drama Asia yang menumpuk.

Drama Asia. Saya suka drama Asia. Harap dicamkan, istilah Asia di sini mengarah pada Asia Timur. Berarti yang akan saya bahas di sini bukan serial televisi yang ceritanya upaya Inspektur Vijay untuk melawan Tuan Takur. Bukan...

Drama Asia di sini adalah istilah yang digunakan untuk menyebut serial televisi yang berasal dari negara Asia Timur. Jepang, Korea (Selatan ya, bukan Utara), Cina (baik itu Cina Daratan, Hongkong, atau Taiwan).

Saya suka drama Asia. Kenapa? Karena saya tak suka sinetron. Anda boleh berpikir ini dusta karena saya rajin ngetwit tentang Pak Prabu. Tapi percayalah, saya nonton sinetron hanya untuk melihat Pak Prabu eh Attalarik Syach.

Simpelnya, saya suka drama Asia karena saya tak suka sinetron. Alasan saya tak suka sinetron adalah karena ketidaklogisan cerita, amnesia yang berulang kali, dan adegan tabrakan yang konyol.

Saya dari dulu suka drama Asia. Suka sekali. Terutama dorama.

Agar tidak bingung, dorama adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut drama televisi produksi Jepang. Kenapa dorama? Bukannya saya Japanese-minded atau penganut paham Nihonjinron ya...tapi saya ada beberapa faktor yang membuat saya jatuh cinta dengan drama negeri sakura.

Faktor pertama, panjang serial. Dorama menganut sistem musiman. Musim di sini maksudnya musim gugur-dingin-semi-panas, bukan sistem season seperti serial Amerika. Jadi dorama pasti akan berganti setiap ada pergantian musim.

Sekarang mari kita berhitung sesaat. Tiap musim lamanya 3 bulan. Sebulan ada empat minggu. Dan karena, syukurlah, dorama ditayangkan mingguan, berarti satu dorama tamat hanya dalam 12 episode. Hore sekali bukan!?

12 episode? Is it a bad thing? No. Justru di situlah hebatnya dorama. Dengan dibatasi durasi yang 'hanya' 12 episode, tim produksi 'dipaksa' untuk membuat cerita yang menarik. Ini yang menjadikan dorama begitu asyik. Konflik dan pendalaman karakter dapat tergali dan disajikan dengan baik hanya dalam 12 kali penayangan (bahkan kurang)

Kedua, variasi genre. Secara tema, dorama termasuk yang paling kaya. Tidak melulu kisah cinta seperti Tokyo Love Story *ya ampun #lawas*, ada juga tema medis (misalnya Code Blue, dr.Koto Shinryoujo, Godhand Teru), detektif atau crime (BOSS, Atami no Sousakan, SPEC) , atau drama bertema humanis (Ashita no Kita Yoshio, Inu Wa Kotou wa Iu Kotou).

Tiga, karakter. Hampir semua karakter cewek di dorama yang saya tonton adalah cewek yang keren. Bukan dalam arti perkasa, tapi yang jelas mereka bukan tipikal tokoh yang akan menangis setiap lima menit sekali atau meratap nasib saat ditinggal cowok. No...saya malah selalu benci karakter cewek yang seperti itu. Dan beruntunglah, di Jepang ada aktris yang mampu memerankan peran cewek yang keren seperti itu. Makanya saya kagum dengan Shinohara Ryoko, Kuriyama Chiaki, Karina, atau Toda Erika (dan memburu dorama yang mereka bintangi).

Asyiknya lagi, saya merasa dekat dengan karakter fiksional itu. Lebih dari itu, saya menemukan identifikasi diri dalam beberapa karakter di dorama. Contoh paling dekat adalah tokoh Amemiya Hotaru. Ini adalah karakter yang sangat makjleb dan sangat mendekati kehidupan saya sehari-hari (penasaran? Tonton Hotaru no Hikari season 1-2)

Empat, humor. Lagi-lagi bukan karena Japanese-minded sih. Tapi saya merasa cocok dengan selera humor yang ada di dorama. Mungkin karena tumbuh besar dengan mengonsumsi komik Jepang (manga), maka saya dapat tertawa dan cocok dengan adegan humor yang (kadang) diselipkan di dorama.

Karenanya, kini saya mendapati diri mengalokasikan waktu 1-2 jam untuk menonton dorama setiap hari. Alokasi waktu pun akan bertambah jika sudah menginjak akhir pekan. Jumlah waktu menonton akan bertambah 2-3 kali lipat (mungkin ini alasan skripsi ga selesai-selesai)

Kini saya mendapati diri menanti hasil download dari kampus, rajin melihat forum, mencari subtitle, dan menyambangi situs drama wiki untuk membaca review.

Dan kini saya mendapati diri menularkan 'kegilaan' saya kepada seorang teman. Yang hebatnya, memiliki dedikasi yang lebih tinggi dalam urusan menonton dorama (bo, satu judul dihabisin dua hari!)

Suatu hari saya pernah menulis kalimat ini di Twitter 'menekuni dunia drama Asia itu membutuhkan tekad kuat, semangat baja, dan dedikasi tinggi'. Oke, lebay memang, tapi memang itu yang harus dilakukan agar anda mampu menikmati dorama. Dan itu setimpal, karena Anda akan disuguhi tayangan yang berkualitas.

*ditulis sambil memutar Angela Aki*
Published with Blogger-droid v1.6.8