Monday, May 16, 2011

Battle Royale: Bukan Sekedar Bunuh-Bunuhan


42 students. 3 days. One deserted island


“Could you kill your best friend?”

Ini adalah tagline sekaligus premis yang diajukan Battle Royale, film kontroversial arahan Fukasaku Kenji. Film yang terkenal dengan kebrutalan dan kesadisan ceritanya. Brutal, bahkan untuk standar film Jepang yang tingkat kebrutalannya melebihi film-film biasa.
Saya menemukan kembali film ini sekitar setahun yang lalu. Kembali? Ya, saya pertama kali menonton Battle Royale di akhir tahun 2004. Itu berarti enam tahun sebelumnya. Namun hebatnya (film ini tentunya, bukan sayanya), masih ada beberapa adegan yang dapat diingat.

Alkisah, ini adalah Jepang di masa depan. Tidak disebutkan tahun berapa tepatnya, namun keterangan di awal film menyebutkan “at the dawn of millennium”. Negara ini sedang kacau, mengalami krisis baik finansial maupun moral. Kaum muda mulai berontak. 800.000 siswa memboikot sekolah. Generasi tua (baca : pemerintah) yang ketakutan melihat aksi kaum muda membuat satu undang-undang yang bernama Millenium Educational Reform Act. Undang-undang yang sering disebut dengan Battle Royale (BR) Act.

Setiap tahun, satu kelas yang berisi siswa kelas 3 SMP (SMP booo!) akan dipilih secara acak. Selanjutnya mereka akan ditempatkan di sebuah pulau terpencil di mana mereka harus….saling membunuh.

Kelas yang diceritakan di film ini adalah kelas 3B SMP Shiroiwa. Saat sedang melakukan study tour, bus yang mereka tumpangi diberi gas tidur. Begitu terbangun, mereka mendapati leher mereka dipasangi alat khusus yang dapat mendeteksi setiap gerakan. Kalung ini harus dipakai selama program berjalan. Jika dilepas, mereka akan meledak dan membunuh pemakainya.

Kemudian muncul Kitano (BEAT Takeshi), mantan guru mereka, yang berhenti mengajar karena ditusuk muridnya sendiri. Setelah mundur, ternyata Kitano menjadi instruktur program BR. Kitano kemudian menjelaskan BR, sebuah program yang tidak punya peraturan apapun. Kecuali menyuruh pesertanya membunuh satu sama lain hingga hanya ada satu orang tersisa dalam waktu tiga hari.
Selama adegan di kelas ini, suasana yang mengerikan mulai terbangun. Mulai dari ilustrasi musik, sinematografi, dialog antar karakter, hingga ekspresi pemain. Anak-anak itu mulai depresi dan putus asa. Tensi semakin tegang saat nama mereka dipanggil. Mereka harus pergi, membawa tas, sebuah kit (yang isinya kompas, senter, peta, dan senjata), dan mengucapkan perpisahan dengan teman-temannya. Jangan lupakan adegan Fujiyoshi dan Kuninobu yang, well, JLEB!


Girl #18 Fujiyoshi. Boy #7 Kuninobu. Dead. 40 to go


Plot di BR terfokus pada upaya Nanahara Shuya (Fujiwara Tatsuya), Nakagawa Noriko (Maeda Aki), dan Kawada Shogo (Yamamoto Taro) untuk menyelamatkan diri. Selain itu ada juga cerita “sampingan” (sub-plot, maksudnya) dari beberapa tokoh lainnya. Ada Souma Mitsuko (Shibasaki Kou) yang dapat membunuh tanpa ampun dengan “kama” (sejenis sabit), Sugimura Hiroki (Sousuke Takaoka) yang berjuang mencari dua orang terpenting dalam hidupnya, hingga rencana Mimura Shinji (Tsukamoto Takashi) yang berusaha menghancurkan program BR.
Sekian waktu berlalu, dapatkah Shuya-Noriko-Kawada lolos dari pulau tersebut? Mampukah Hiroki bertemu teman-temannya? Berhasilkah rencana Mimura untuk menghancurkan markas program BR? Sementara setiap waktu jumlah teman mereka semakin berkurang karena semakin banyak siswa yang mati.



What’s wrong with killing? Everybody’s got their reasons – Souma Mitsuko

Sakit? Pasti. Brutal? Jelas. Banyak darah? Ya iya lah. What do you expect from this kind of movie? Pemandangan yang indah? Nonton saja TLC channel! 40 menit pertama film ini adegan kekerasannya sangat intens, butuh waktu sampai 5 kali menonton agar saya bisa menolerirnya (terutama setelah adegan Kitano dan Kusaka. Ga kuat!)
Tapi Battle Royale bukan SAW, yang menyaijkan kesadisan berlebihan. Bukan pula Freddy vs Jason yang hanya berisi sekumpulan anak muda berlarian dikejar-kejar psikopat sambil berteriak ketakutan. BR bergerak jauh ke dalam. Karakternya ada bukan hanya untuk sekedar dicincang psikopat. Ini tentang anak-anak yang dipaksa untuk saling membunuh demi hidupnya sendiri. Anak-anak ini makhluk hidup. Mereka bernafas, tertawa, menangis. Ada pesan yang disampaikannya. Walau untuk itu Fukasaku Kenji harus menempuhnya secara brutal.

Ya…Battle Royale menempuh cara yang brutal untuk menyampaikan pesannya. Film ini secara ganas menghantam sisi kemanusiaan kita dengan telak. Masihkah ada rasa persahabatan yang tulus dan rasa saling percaya di antara kita?

Untuk bisa menangkap pesannya, kita tidak bisa menonton film ini dengan cara yang sama saat menonton film SAW. Kita harus masuk ke dalamnya. Posisikan diri kita seperti anak-anak itu. Bagaimana jika kita berada dalam kondisi “kill or be killed?” Tegakah kita membunuh teman sendiri? Bagaimana jika mereka dulu pernah menyakiti hati kita? Apakah itu dapat membuat kita tega membunuh mereka? Siapa yang akan kita contoh? Mitsuko yang tanpa ampun membunuh teman-temannya sendiri, Sugimura yang hanya pasrah dengan nasib, seperti Mimura yang berjuang menghacurkan rencana penguasa, atau justru seperti Sakura yang lebih memilih bunuh diri dibanding harus membunuh teman-temannya?

Sulit? Ya. Karena setiap tipe punya alasan yang dimilikinya sendiri.

Rasa saling percaya juga menjadi pesan yang ingin disampaikan dalam film ini. Di saat kondisi yang ada mengharuskan setiap orang hanya memikirkan keselamatan diri sendiri, masihkah ada rasa percaya yang tersisa? Ah…saya tidak bisa berkata banyak untuk hal yang satu ini. Lebih baik anda tonton bagian “The Light House Girls” dan anda akan tahu maksud saya.



I thought I could live until tomorrow - Utsumi Yukie

Dari perspektif lain. Kita bisa melihat film ini sebagai perwujudan konflik antar generasi yang disajikan secara ekstrim. Siapa sih yang membuat BR Act? Pemerintah, generasi tua. Siapa sasaran BR Act ini? Anak muda yang memberontak. Siapa Kitano? Generasi tua. Siapa Shuya dan teman-temannya? Generasi muda. Anak muda memberontak atas kekolotan generasi tua. Di sisi lain, generasi tua punya wewenang yang membuat mereka mampu melakukan apapun untuk meredam anak muda. Hal ini jelas-jelas dikatakan Kitano saat ditanya alasan dibalik program BR,

“It’s your own damned fault. You guys mock grown-ups. Go ahead and mock us. But don’t you forget, life is a game”.

Tidak bisa dipungkiri, konflik antar generasi tua dan muda akan terus ada selama dunia masih berputar. BR memberikan kita gambaran tentang antar generasi yang sudah tidak mampu dikelola lagi.

Battle Royale adalah film yang kuat, baik dari segi penceritaan maupun dari sisi pembangunan karakternya. Cerita di BR bukan hanya tentang anak SMP yang bunuh-bunuhan. Ada humor dan satire di sana, ada romantisme di sana, yang mampu dikemas dengan baik sehingga tidak sekedar tempelan. Contohnya, cerita cinta segitiga Chigusa (diperankan oleh mbak cantik - bermata-seram Kuriyama Chiaki) – Sugimura – Kotohiki (Mimura Takayo). Indah sekaligus tragis. Ada cerita pesahabatan yang berakhir tragis karena rasa tidak percaya. Ada pula cerita heroisme seorang anak muda yang berjuang untuk menyelamatkan teman-temannya. Kita bisa ketakutan, tertawa, menangis, dan tidak berhenti bertanya sepanjang film ini. Sulit menemukan sensasi semacam ini di film Hollywood.

Pengembangan karakter di film ini juga patut diberi sepuluh jempol. Oke, tidak semuanya bisa dikembangkan secara mendalam. Tapi kita bisa mengenal karakter-karakter yang ada dengan baik. Bahkan tidak mustahil untuk menyukai dan mendukung karakter yang bukan tokoh utama. Di salah satu forum, ada orang yang mengakui jika karakter favoritnya adalah Kanai Izumi, karakter yang muncul tak lebih dari sepuluh menit sepanjang film ini. Atau Kiriyama, karakter psikopat yang tidak mengucapkan sepatah kata pun sepanjang film. Jangan stress pula jika karakter favorit Anda tiba-tiba mati (secara pribadi, saya jelas suka Chigusa ehe).


(Ini Chigusa)

Oh ya, salah satu aspek paling brilian di film ini adalah ilustrasi musiknya. Wuah….Masamichi Amano pasti seorang jenius. Mungkin terdengar aneh jika tahu soundtrack film ini diisi oleh musik klasik (Schubert, Bach, Verdi, Strauss, you name it). Musik klasik dan film yang isinya bunuh-bunuhan dan penuh darah terdengar bukan pasangan yang serasi, tapi percayalah, gabungan dua hal itu menjadi salah satu kekuatan utama film favorit Quentin Tarantino ini (pantas mbak Chiaki terpilih jadi GoGo Yubari) . Lagu "Dies Irae" Verdi adalah salah satu lagu opening terkeren sepanjang masa. Adegan sub plot Chigusa yang diiringi “Auf Dem Wasser Zu Singen” karya Schubert terlihat sangat sangat mempesona. Indah namun melankolis, ah….keren lah pokoknya! Jangan lupakan adegan pertarungan Kiriyama dan Mitsuko yang diiringi “Air for G-String” gubahan Bach. It’s an EPIC!

Dan saya mendapati diri menyukai musik klasik setelah menonton film ini.

AWESOME. Itu kata yang saya pilih untuk mendeskripsikan film ini dan sekaligus mengakhiri review ini. Mengakhiri? Ya, karena jika tidak diakhiri saya akan mengoceh dan membeberkan semua yang saya tahu tentang film ini. It is an awesome movie. Very awesome. Go watch it!
Sebagai penutup, bolehlah saya katakan jika saya girang sekali dengan berita rilis Battle Royale 3D dan selalu berharap film ini bisa masuk Indonesia. Mustahal bin mustahil memang tapi tidak ada salahnya berharap…

(CATATAN PENTING: 1. Jika Anda terbiasa menonton film Jennifer Aniston atau Adam Chandler, sebaiknya hindari film ini. Tapi tidak ada salahnya mencoba… 2. Jika Battle Royale sudah dianggap ‘biasa’, ini saatnya menonton Suicide Club dan film-film Sion Sono lainnya)

22 comments:

  1. waaaah, keren keknya ni pelm.. donlot dimana ni? mau dong linknyaa..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di layarkaca21 ada.. Tinggal sedot or streaming..

      Delete
  2. keren banget banget ini. wah saya dapat dari teman. tapi coba ubek-ubek therad film Jepang di Kaskus. Ada link ke mediaf*re di sana

    ReplyDelete
  3. macam The Hunger Games je ?

    ReplyDelete
  4. Sayang Yoshitoki mati duluan T_T

    ReplyDelete
  5. Paporitku Keita Iijima, Yoshitoki Kuninobu, Kazuo Kiriyama ama si Mitsuko Souma <3

    Rela mati demi Mitsukoo

    ReplyDelete
  6. Filmnya kereen~ Tapi jujur serem bangeeet

    ReplyDelete
  7. sumpah filmnya keren bngt. wktu itu nnton bareng sma temen2 satu kelas, memang mngkin kita akan mengira film ini adalh film pembunuhan tp ada makna yg trsembunyi di film ini

    ReplyDelete
  8. aku belum liat sampe sekarang.. kalo bisa se pengen banget liat nih film..

    ReplyDelete
  9. uda download, ga berani nonton😭

    ReplyDelete
  10. Anime gore dh ditonton smua,wktuny beralih k film gore ni...nntn ah...

    ReplyDelete
  11. Mau nontoooonnn >< tapi gimana gitu kalo nonton sendiri, bisa2 sy menutup mata sepenjang film berlangsung :D haha

    ReplyDelete
  12. Yapz, film yg sadis en yeah keren krn mengambil teman yg tak biasa... Walopun skrg jdi bnyak tema serupa...
    Yapz, bnyak gosip hunger games mirip nie cerita. Mirip, krn battle royale keluar duluan... Tpi g usahlah liat kesamaan temanya. Mereka punya kisah berbeda en latar cerita berbeda, sesuai negara asalnya...
    Nikmati saja kedua filmnya... 😊😊😊

    ReplyDelete
  13. Yapz, film yg sadis en yeah keren krn mengambil teman yg tak biasa... Walopun skrg jdi bnyak tema serupa...
    Yapz, bnyak gosip hunger games mirip nie cerita. Mirip, krn battle royale keluar duluan... Tpi g usahlah liat kesamaan temanya. Mereka punya kisah berbeda en latar cerita berbeda, sesuai negara asalnya...
    Nikmati saja kedua filmnya... 😊😊😊

    ReplyDelete
  14. hunger game yang niru ide cerita film ini

    ReplyDelete
  15. Hunger Game jauh benget mah ama levelnya dengan Battle Royale, kbanyakan mewek-mewek di romancenya kemanusiaannya kgk XD

    ReplyDelete
  16. wah bener bgt. untuk film tahun 2000-an ide ceritanya mantep bener. favorit saya hiroki sugimura, soalnya ganteng trs dewasa gitu wkwkwkwk. sepanjang film ini juga berfikiran kalo si pembuat novel hunger games (suzanne collins) terinspirasi dari film ini

    ReplyDelete
  17. Jujur saya paling suka adegan Mimura yang berencana menghancurkan game Battle Royale.. Sayang gara-gara si perusak suasana, Kiriyama.. Gagal dah

    ReplyDelete
  18. But, sejauh ini saya rasa Battle Royale masih memiliki peminat tersendiri.. Kalau mesti bandingin Hunger Game, jelas Battle Royale berada di tingkat lebih atas berdasarkan cerita, plot, tema, penguatan karakter, twist, durasi, adegan, effect ( untuk tahun 2000 an bagus banget loh itu), dll

    ReplyDelete
  19. Battle Royal the best lah untuk ukuran film 2000 an

    ReplyDelete