Sunday, May 15, 2011

Tini Tinneke


Perkenalken, ini Tini Tinneke. Bukan, saya bukan sedang mengajak anda bernostalgia ke jaman serial Unyil masih tayang di TVRI dan belum punya laptop. Tini Tinneke yang ini bukan keponakan Pak Raden yang selalu dipanggil Tinneke padahal namanya Tini. Tini Tinneke yang ini adalah nama iPod Touch 1st generation milik saya.

Tini Tinneke sudah bersama sejak setengah tahun yang lalu. Sebelumnya, saya bersama si Bleki, iPod Nano 4th generation warna hitam selama setahun. Hubungan kami yang indah dan penuh kenangan (kebanyakan nonton sinetron ya kayak begini nih jadinya) terpaksa kandas karena si Bleki hilang di Bandara Depati Amir Pangkal Pinang. Entah hilang entah jatuh karena saya baru menyadarinya saat sudah di atas langit. Ga mungkin kan minta pesawatnya balik lagi atau melongok kursi orang satu-satu? Alih-alih ketemu, dipelototin orang yang ada.

Tini Tinneke saya beli dari temen saya. Dibeli dengan cara kredit nyicil 3 kali (nasib mahasiswa lalala). Walau empot-empotan tapi untunglah lunas juga cicilan Tini Tinneke. Kapasitasnya 16 GB. Terlalu sayang jika diisi lagu semua. Meeen, ini iPod Touch, gadget yang sering dianggap iPhone-tanpa-SIM card. Lagian siapa sih yang bisa dengerin 4000 lagu setiap hari? Makanya, tidak hanya lagu yang saya masukkan ke dalamnya, tapi juga berbagai macam hal lainnya.

Terkadang, Tini Tinneke lebih terasa sebagai game device dibanding music device. Apa daya, kegiatan paling nikmat saat melakukan art of doing nothing adalah main game di Tini Tinneke. Namun game saya bukan game-game flash semacam Fruit Ninja, melainkan game seperti Assassin’s Creed , Splinter Cell, Need For Speed . Ya…yang semacam itulah. Game yang menuntut waktu karena gameplaynya panjang. Seterlah tamat, saya jadi penasaran Battle Field 1942. Kayaknya seru main game First Person Shooter di touch device.

Tapi saya tidak melupakan kodrat asli Tini Tinneke. Ya, saya tetap menganggapnya sebagai music device. Jadi saya tetap memasukkan lagu-lagu ke dalamnya.

Jika karakter dan sifat seseorang dinilai berdasarkan isi music player, saya sepertinya masuk kategori tidak terdefinisikan atau super random. Ini karena saking beragamnya isi di folder music Tini Tinneke.

Tini Tinneke mempunyai berbagai macam musik di dalamnya. Carilah segala macam genre yang ada, dan kemungkinan Tini Tinneke mempunyainya. Mulai dari musik klasik hingga electro-dance-trance-house-dangdut alias dangdut koplo. Mulai dari classic rock hingga K-Pop J-Pop. Tini Tinneke punya semuanya. Bahasa? Banyak! Inggris, Indonesia, Spanyol, Italia, Jerman, Prancis, Arab, Korea, Jepang, hingga Jawa. Tinggal bahasa Swahili yang belum dipunyainya.

Musik di dalam Tini Tinneke adalah musik lintas generasi. Bukan cuma satu-dua generasi, tapi empat generasi. Mau cari siapa? The Beatles, Teresa Teng, Cat Steven, Frank Sinatra, Roberta Flack, Neil Sedaka, Andy Williams? Ada. Jewel, Lara Fabian, Celine Dion, The Corrs? Ada. Paramitha Rusady, Nicky Astria, Nike Ardilla, Ermy Kulit, Siti Nurhaliza, Sheila Madjid? Ada. Namie Amuro, Utada Hikaru, Taeyeon, SNSD, After School, KARA, sampai AKB48 pun ADA! Yang ga ada cuma band pop Melayu, Anang-Syahrini atau Anang-Ashanty, dan artis Barat jaman sekarang kayaknya…


(Anda bisa menemukan ini…)



(Atau ini...)



(Atau malah ini…)


Tini Tinneke ini random banget jadi barang. Mungkin bawaan dari randomnya lagu yang ada di dalamnya. Apalagi saat settingannya shuffle. Wuah…lagu yang diputarnya pasti ngaco. Lagi ngantuk-ngantuk doi muter SNSD. Mending kalo masih siang, lha ini jam 2 pagi! Apa maksudnya coba? Masa saya joget “Gee Gee Gee Ge baby baby baby” dini hari? KAYANG!

Yang lebih sering kejadian adalah adalah perubahan mood doi yang mendadak. Misalnya, lagi syahdu dengar Cat Steven dan Nana Mouskouri eh tahu-tahu alat ini muter After School dan Namie Muro. Berturut-turut. Berasa jadi tante –tante hiperaktif kan *loncat dari kasur*. Bukan salah dia sepenuhnya sih, kadang saya memang mutar playlist “Pagi-Pagi”, yang isinya lagu K-Pop dan J-Pop yang jedak-jeduk, waktu malam *ditendang Sooyoung*.

Pasangan setia Tini Tinneke adalah sebuah in-ear Sennheiser seri CX200. Bukannya nggaya atau sok borju, tapi in-ear ini merupakan earphone terbagus dengan harga yang masih bisa dijangkau (walau megap-megap). Untuk merk Sennheiser, harga 350 ribu termasuk murah (rentang harganya kebanyakan di angka 600 rb – 2 juta) tapi kualitasnya tidak murahan. Jelas timpang jika dibandingkan Sure, BOSE, atau JBL, Sennheiser Premium, apalagi Harmann-Kardon, satu produk mereka bisa beli empat earphone saya.

Tapi sejauh ini, dia adalah produk terbaik yang pernah saya beli. Suara bassnya empuk, treblenya oke, dan saya paling suka saat Tini Tinneke memutar lagu “Roadsinger” milik Yusuf. Wuah…mantep deh suaranya! Dan ingat, ini Sennheiser, layaknya produk Jerman lainnya, kualitasnya oke dan tahan banting. Buktinya sudah berkali-kali keinjek dia masih saja berfungsi dengan baik.



(Tini Tinneke dan pasangannya. Dilarang protes sama playlistnya)


Anyway, Tini Tinneke adalah satu dari barang yang masuk dalam kategori “I - can’t –life – without – it” bersama dengan hape, Milo, dan NescafĂ©. Jadi dia harus dibawa ke manapun saya pergi. Bahkan ke Kutub Utara sekalipun. Saya sayang Tini Tinneke. Walau dia sering mutar lagu AKB48 waktu dini hari (duh, saya mau tidur!) walau dia sering mutar Auf Dem Wasser Zu Singen waktu saya baru bangun (gimana bisa bangun, coba?). Tapi saya sayang Tini Tinneke dan Tini Tinneke juga pasti sayang sama saya. Ya ga? Ya ga? (ngomong kok sama iPod. Kesian amat…)

Let’s be a good friend, Tini Tinneke!

2 comments:

  1. jiakakakakkk.. Ipod pengganti si bleki neh... lanjut cum *lempar hak spatu Sooyoung* :D :D :D

    ReplyDelete
  2. *panggil Sooyoung* dek Young, tendang dia!

    ReplyDelete