Showing posts with label Sooyoung. Show all posts
Showing posts with label Sooyoung. Show all posts

Tuesday, December 27, 2011

Person of The Year 2011: Guess Who?

ahlo

eh halo

jadi ceritanya pada suatu hari, saya dan Awe (iya, Awe yang itu) sedang chatting via whatsapp. Via BlackBerry milik seorang teman, sebut saja namanya Donad. Loh kenapa harus pake BB nya? Soalnya saya malas menghidupkan internet di hp. Ehe.

Anyway busway, saya ditawari suatu proyek selo dari Pak Guru di Margajaya ini. Person of The Year (selanjutnya disingkat POTY), katanya. Proyek ini terinspirasi dari even tahunan yang rutin diselenggarakan majalah TIME. Mengutip deskripsi yang diberikan Awe (yang dia kutip dari majalah TIME btw), POTY adalah “person or persons who most affected the news and our lives". 

Friday, May 27, 2011

Cappo di Tutti Milo



Milo Fuze dan kemasan stickpacknya

Saya maniak Milo. Mungkin Anda sudah tahu hal itu. Layaknya Jinchoge Haname, saya takkan bisa menjalani hari tanpa diawali mengonsumsi Milo (dan Nescafé, tentunya). Mungkin Anda juga sudah tahu akan hal itu. Saya minum Milo sejak umur 3 tahun dan menjadikannya alasan utama mengapa saya tidak setinggi Sooyoung. Ini juga sudah anda ketahui. Saya mengonsumsi segala jenis bentukan Milo di pasaran. Anda juga sudah tahu ini.

Jadi bayangkan betapa bahagianya saya saat mendapat pasokan Milo Fuze dari dik Ijah yang lucu. Dan jika anda bertanya apa itu Milo Fuze, lemme tell ya (pake nadanya T.O.P). Milo Fuze adalah sebuah varian Milo yang dijual di negeri Siti Nurhaliza, Malaysia. Tapi itu tidak penting. Yang patut digarisbawahi adalah, Milo Fuze adalah varian Milo paling ciamik yang pernah saya rasakan selama (hampir) 22 tahun hidup di dunia ini. Duh, jadi ketahuan umurnya kan, bodo deh.

Saya berkenalan dengannya lima tahun yang lalu. Alkisah teman saya, namanya Sinta, yang dari Riau pernah membawanya ke asrama. Iseng, saya minta. Dikasih. Diseduh Diminum. ADUHAI! Andai ini cerita di komik, mata saya akan bersinar-sinar. Saya akan terbang ke langit sambil tersenyum lebar. B-A-H-A-G-I-A.

Oh….rasa coklat yang berpadu dengan Milo.

Oh…kadar kekentalan yang sempurna.

Oh….semburat lembut vanili yang menentramkan hati.

Oh…oh…oh…oh…oppareul saranghae (kenapa jadi nyanyi????)


Terus saya jalan-jalan ke mall. Belanja. Menemukan Fuze. Saya beli dua bungkus. Habis dalam dua minggu. Tapi semenjak kuliah, saya berhenti mengonsumsinya. Tak hanya itu, Fuze pun seakan menghilang di pasaran.

Alkisah tiga minggu lalu, Ijah sempat tweeting jika dia mau pulang kampung. Ke Pekanbaru, katanya. Iseng, saya nitip Fuze. Eh….tak tahunya doi mau dititipin. Ah…senangnya. Bahagianya. Bahagia banget kah? Iya. Sangat Bahagia. Saking bahagianya, saking euforianya, begitu Ijah datang dan mengeluarkan Fuze, saya lonjak-lonjak dan menciumi bungkusnya. Norak memang.

Saya menyeduhnya saat malam menjelang. Ah, dia masih sama. Masih dengan kemasan stickpack (seperti bungkus Nescafé 3 in 1). Masih dengan rasanya yang lezat dan kental. Masih dengan kalorinya yang 10% lebih tinggi dari Milo biasa (Milo biasa 110 kcal, Fuze 121 kcal). Masih dengan bungkus yang sama.

Ah, dia mengingatkan saya semasa di asrama. Milo Fuze mengingatkan saya akan hari-hari di masa kelas tiga. Saat bangun setengah lima dan tidur setengah dua. Fuze selalu ada di samping meja saya saat mengerjakan PR Matematika. Fuze mengingatkan saya saat begadang mengerjakan akutansi di buku besar buku besar buku besar....TIDAAAK!

Milo Fuze juga selalu mengingatkan saya dengan guru Ekonomi (sekaligus wali kelas) jaman SMA MAN. Bu Ifat, namanya. Itu waktu kami masuk bab Manajemen. Dari penjelasn beliau saya menjadi paham tentang maksud efisiensi produksi. Beliau mengomparasi Milo Fuze dengan produk Milo 3 in 1 lokal. Betapa ironisnya ketika harga barang produksi luar negeri lebih murah dibanding produk dalam negeri. Okelah, bedanya hanya seribu (Milo Fuze 39 ribu, Milo 3 in 1 40 ribu). Tapi bayangkan Fuze sudah terkena PPN (pajak pertambahan nilai) 10%, bea masuk, dan belum lagi ongkos kirim yang tercangkup di dalamnya. Dan kesemuanya itu masih membuat harganya lebih murah dari produk lokal.

Bayangkan betapa tidak efisiennya produk kita, begitu kata beliau. Lalu beliau menjelaskan lebih lanjut dengan membandingkan harga beras Thailand dan Indonesia. Sederhana tapi mengena. Jadi saya tidak kaget jika harga Pertamax lebih mahal dari Shell Super. Call me unpatriotic, tapi konsumen kere seperti saya harus menerapkan prinsip ekonomi untuk bertahan hidup.

Sekali lagi saya bilang: Saya SUKA SEKALI MILO FUZE.

Dan dengan tulisan ini saya nobatkan Milo Fuze sebagai Cappo di Tutti Milo. Best of the Best Milo.

(p.s: Dek Ijah, kalo pulang lagi, boleh dong saya nitip Fuze Mocha)
Published with Blogger-droid v1.6.8

Friday, May 20, 2011

1055



1055. Itu angka yang tertampang di depan mata saya. Bukan, ini bukan angka yang menunjukkan harga Indomie Ayam Spesial di Indomaret terdekat. Bakal hore banget saya jika ini terjadi. Ini angka yang menunjukkan jumlah hits di blog ini. Saya ternganga dan sedikit tidak percaya. Berkali-kali saya gosok kacamata yang sudah seminggu tidak dibersihkan ini. Terakhir, saya semprotkan cairan pembersih lensa ke arahnya, cratt…cratt, dan saya usap dengan lap khusus. Saya tepuk-tepuk pipi. Saya cubit-cubit pipi. Angkanya tak berubah. Ini ternyata bukan mimpi. Jumlah hits blog ini sudah melampaui 1000.

Bagaimana perasaan saya? Senang. Iya, saya senang. Tidak bangga. Apalagi tremor, karena oknum pembuat tremor tidak terlihat di depan mata. Kalaupun ada, saya jelas akan mengalami sesak nafas dan tidak bisa berpikir jernih.

Jadi saya cuma bisa bilang “senang”. Itu artinya ada orang yang membaca tulisan di blog ini. Itu artinya ada orang yang rela menyisihkan waktunya untuk membaca tulisan –tulisan saya. Senang rasanya saat melihat orang lain menyenangi isinya. Senang rasanya saat seorang teman memberitahu jika dia rajin mengikuti blog ini. Wah, I didn’t expect that much. Saya tidak berpikir sampai ke sana. Mengingat tidak ada yang istimewa di sini.

Tapi, jujur saja, ini pencapaian yang besar. Jumlah hits di blog ini mampu mencapai 1000 dalam waktu kurang dari sebulan. Jika saya melongok grafik statistik dari bulan ke bulan, terlihat sekali grafiknya bergerak cepat dan tajam. Secepat pergerakan saham IHSG ataupun pergerakan harga minyak Brent di Bursa London. Untuk itu saya patut berterimakasih.

Pertama, saya ucapkan terima kasih pada ARDI WILDA IRAWAN aka AWE, sang penggagas gerakan 31 Hari Menulis. Sedikit banyak, gerakan ini melecut semangat saya dan banyaaaaak teman-teman lain untuk menulis setiap hari. Sungguh, walaupun Awe terkadang marmos ([kata sifat] marai emosi = membuat emosi. Keadaan yang membuat kita ingin melempar jumroh kepada yang bersangkutan) dan absurd, tapi dia ini adalah anak muda yang punya segudang gagasan brilian.

Terima kasih Ocha si Muntah Gorgom dan Ijah Jezie Laurensia yang dengan sukarela menjadi admin 31 Hari Menulis dan dengan rajin melongok blog semua peserta (termasuk blog saya, miauw), merekap, dan memposting hasil rekapan yang kalian lakukan. Terima kasih mbak Pulung Uci, yang sui menjadi juri kompetisi ini dan sering memposting tulisan yang menyentuh hati.

Terima kasih Nescafé, Coffee – Mate, Milo, Milo Fuze, permen Fox. Terima kasih Kim Tae Yeon, Celine Dion, Chiaki Kuriyama, Angela Aki, Tokyo Jihen, Syaharani and The Queen Fireworks, Teresa Teng, Nouvelle Vague, Bond, Maksim, Johann Bach, Edvard Grieg, Lara Fabian, dan Cat Steven/Yusuf Islam yang sering menjadi teman sekaligus sumber insprasi.

Terima kasih Salonpas, Neurobion, dan balsem otot Geliga. Kalian adalah penyelamat di saat otot mulai tak enak.

Terima kasih si Mimi aka Sony Ericsson Xperia X10 Mini Pro, Blogger-Droid, dan Office Suite Pro. Dengan adanya kalian, saya mampu blogging di manapun dan kapapun. Walaupun untuk itu saya harus jumpalitan untuk mencari sinyal si provider merah #eh #curhatsaya.

Terima kasih untuk Shiro, si MacBook White yang setia menemani saya dan rela disiksa saking kerasnya saya mengetik di keyboardnya. Terimakasih untuk si meja baru.Tempat saya bisa menulis dengan nyaman dan meletakkan semua barang dalam jangkauan. Bahkan kaki saya bisa selonjoran di sana. Mantap!

Tak lupa saya mengucapkan terimakasih untuk kalian, wahai pembaca. Terima kasih yang sebesar-besarnya sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya. Terimakasih atas apresiasi yang anda berikan. Sungguh, saya tak pernah terpikir akan ada orang yang membaca tulisan tentang gadis yang bisa sakau karena 3 hari tidak minum Milo atau merasa sakit hati karena tidak bisa tumbuh lebih tinggi.

1055. Ini saatnya memikirkan kelanjutan rencana blog ini. Akan seperti apa blog ini di kemudian hari? Akankah terus berlanjut ataukah hidup segan mati tak mau layaknya zombie *berubah jadi Dolores O’Ridorian*? Bagaimana postingan yang selanjutnya? Akankah tetap mempertahankan gaya yang serabutan, ngawur, dan sekenanya atau berkembang kea rah yang lebih serius? Dan masih banyak pertanyaan lain yang jawabannya masih berupa “entahlah”.

Oh ya, tolong dimaklumi jika anda mendapati banyak kata “Sooyoung” tersebar di sini. Soalnya saya tidak suka Yoona dan Jessica (ampun kakak! Jangan lempari saya…). Eh bukan itu maksudnya! Tolong dimaklumi banyaknya sebaran kata “Sooyoung” di sini, soalnya dia itu tinggi tinggi sekaliii, dan saya terobesi menjadi tinggi. Gomen ne, minna-san!

Akhir kata, saya ucapkan sekali lagi, selamat mengikuti Dunia Maya. Selamat menikmati dunia dari kacamata saya. Sebuah dunia di mana kehidupan terkadang tidak berjalan seperti biasanya.

(teman-teman dalam kegiatan 31 Hari Menulis. Sedang bermain dengan aplikasi Little Photo)
Published with Blogger-droid v1.6.8

Sunday, May 15, 2011

Tini Tinneke


Perkenalken, ini Tini Tinneke. Bukan, saya bukan sedang mengajak anda bernostalgia ke jaman serial Unyil masih tayang di TVRI dan belum punya laptop. Tini Tinneke yang ini bukan keponakan Pak Raden yang selalu dipanggil Tinneke padahal namanya Tini. Tini Tinneke yang ini adalah nama iPod Touch 1st generation milik saya.

Tini Tinneke sudah bersama sejak setengah tahun yang lalu. Sebelumnya, saya bersama si Bleki, iPod Nano 4th generation warna hitam selama setahun. Hubungan kami yang indah dan penuh kenangan (kebanyakan nonton sinetron ya kayak begini nih jadinya) terpaksa kandas karena si Bleki hilang di Bandara Depati Amir Pangkal Pinang. Entah hilang entah jatuh karena saya baru menyadarinya saat sudah di atas langit. Ga mungkin kan minta pesawatnya balik lagi atau melongok kursi orang satu-satu? Alih-alih ketemu, dipelototin orang yang ada.

Tini Tinneke saya beli dari temen saya. Dibeli dengan cara kredit nyicil 3 kali (nasib mahasiswa lalala). Walau empot-empotan tapi untunglah lunas juga cicilan Tini Tinneke. Kapasitasnya 16 GB. Terlalu sayang jika diisi lagu semua. Meeen, ini iPod Touch, gadget yang sering dianggap iPhone-tanpa-SIM card. Lagian siapa sih yang bisa dengerin 4000 lagu setiap hari? Makanya, tidak hanya lagu yang saya masukkan ke dalamnya, tapi juga berbagai macam hal lainnya.

Terkadang, Tini Tinneke lebih terasa sebagai game device dibanding music device. Apa daya, kegiatan paling nikmat saat melakukan art of doing nothing adalah main game di Tini Tinneke. Namun game saya bukan game-game flash semacam Fruit Ninja, melainkan game seperti Assassin’s Creed , Splinter Cell, Need For Speed . Ya…yang semacam itulah. Game yang menuntut waktu karena gameplaynya panjang. Seterlah tamat, saya jadi penasaran Battle Field 1942. Kayaknya seru main game First Person Shooter di touch device.

Tapi saya tidak melupakan kodrat asli Tini Tinneke. Ya, saya tetap menganggapnya sebagai music device. Jadi saya tetap memasukkan lagu-lagu ke dalamnya.

Jika karakter dan sifat seseorang dinilai berdasarkan isi music player, saya sepertinya masuk kategori tidak terdefinisikan atau super random. Ini karena saking beragamnya isi di folder music Tini Tinneke.

Tini Tinneke mempunyai berbagai macam musik di dalamnya. Carilah segala macam genre yang ada, dan kemungkinan Tini Tinneke mempunyainya. Mulai dari musik klasik hingga electro-dance-trance-house-dangdut alias dangdut koplo. Mulai dari classic rock hingga K-Pop J-Pop. Tini Tinneke punya semuanya. Bahasa? Banyak! Inggris, Indonesia, Spanyol, Italia, Jerman, Prancis, Arab, Korea, Jepang, hingga Jawa. Tinggal bahasa Swahili yang belum dipunyainya.

Musik di dalam Tini Tinneke adalah musik lintas generasi. Bukan cuma satu-dua generasi, tapi empat generasi. Mau cari siapa? The Beatles, Teresa Teng, Cat Steven, Frank Sinatra, Roberta Flack, Neil Sedaka, Andy Williams? Ada. Jewel, Lara Fabian, Celine Dion, The Corrs? Ada. Paramitha Rusady, Nicky Astria, Nike Ardilla, Ermy Kulit, Siti Nurhaliza, Sheila Madjid? Ada. Namie Amuro, Utada Hikaru, Taeyeon, SNSD, After School, KARA, sampai AKB48 pun ADA! Yang ga ada cuma band pop Melayu, Anang-Syahrini atau Anang-Ashanty, dan artis Barat jaman sekarang kayaknya…


(Anda bisa menemukan ini…)



(Atau ini...)



(Atau malah ini…)


Tini Tinneke ini random banget jadi barang. Mungkin bawaan dari randomnya lagu yang ada di dalamnya. Apalagi saat settingannya shuffle. Wuah…lagu yang diputarnya pasti ngaco. Lagi ngantuk-ngantuk doi muter SNSD. Mending kalo masih siang, lha ini jam 2 pagi! Apa maksudnya coba? Masa saya joget “Gee Gee Gee Ge baby baby baby” dini hari? KAYANG!

Yang lebih sering kejadian adalah adalah perubahan mood doi yang mendadak. Misalnya, lagi syahdu dengar Cat Steven dan Nana Mouskouri eh tahu-tahu alat ini muter After School dan Namie Muro. Berturut-turut. Berasa jadi tante –tante hiperaktif kan *loncat dari kasur*. Bukan salah dia sepenuhnya sih, kadang saya memang mutar playlist “Pagi-Pagi”, yang isinya lagu K-Pop dan J-Pop yang jedak-jeduk, waktu malam *ditendang Sooyoung*.

Pasangan setia Tini Tinneke adalah sebuah in-ear Sennheiser seri CX200. Bukannya nggaya atau sok borju, tapi in-ear ini merupakan earphone terbagus dengan harga yang masih bisa dijangkau (walau megap-megap). Untuk merk Sennheiser, harga 350 ribu termasuk murah (rentang harganya kebanyakan di angka 600 rb – 2 juta) tapi kualitasnya tidak murahan. Jelas timpang jika dibandingkan Sure, BOSE, atau JBL, Sennheiser Premium, apalagi Harmann-Kardon, satu produk mereka bisa beli empat earphone saya.

Tapi sejauh ini, dia adalah produk terbaik yang pernah saya beli. Suara bassnya empuk, treblenya oke, dan saya paling suka saat Tini Tinneke memutar lagu “Roadsinger” milik Yusuf. Wuah…mantep deh suaranya! Dan ingat, ini Sennheiser, layaknya produk Jerman lainnya, kualitasnya oke dan tahan banting. Buktinya sudah berkali-kali keinjek dia masih saja berfungsi dengan baik.



(Tini Tinneke dan pasangannya. Dilarang protes sama playlistnya)


Anyway, Tini Tinneke adalah satu dari barang yang masuk dalam kategori “I - can’t –life – without – it” bersama dengan hape, Milo, dan Nescafé. Jadi dia harus dibawa ke manapun saya pergi. Bahkan ke Kutub Utara sekalipun. Saya sayang Tini Tinneke. Walau dia sering mutar lagu AKB48 waktu dini hari (duh, saya mau tidur!) walau dia sering mutar Auf Dem Wasser Zu Singen waktu saya baru bangun (gimana bisa bangun, coba?). Tapi saya sayang Tini Tinneke dan Tini Tinneke juga pasti sayang sama saya. Ya ga? Ya ga? (ngomong kok sama iPod. Kesian amat…)

Let’s be a good friend, Tini Tinneke!

Saturday, May 14, 2011

Ingin Tinggi (Balada Gadis Semampai)

Ni hwasareun trouble trouble trouble nareul no ryeosseo [As expected you’re trouble trouble trouble. It aimed at me…]” Hoot – SNSD

Itu lagu yang diputar di iPod saat saya mulai menulis. Uhh…kenapa mesti Hoot sih? Ini kan lagu yang wah-mak-jleb-banget.

Kenapa wah-mak-jleb-banget? Jadi ini lagunya SNSD. Siapa itu SNSD? Kecuali Anda tinggal di Kutub Utara, maka seharusnya Anda tahu siapa mereka. So Nyuh Shi Dae alias SNSD alias Girls’ Generation. Mereka adalah sembilan cewek Korea yang tinggi-tinggi dan kakinya puanjaaaaang puanjaaaaang. Kalo kata teman (cowok) saya sih, boneka berjalan. Halah!

Nah satu scene di video klip lagu ini yang bikin wah mak jleb banget. Jadi ada scene di mana kamera berada di posisi low angle (posisi kamera ada di bawah, lebih rendah dari level mata normal) untuk menyorot salah satu anggotanya berjalan ke depan. Kostumnya? Setelan high waist ala Star Trek (you know lah, baju berwarna keemasan yang modelnya futuristis) yang membuat kaki pemakainya terkesan lebih panjang (dan otomatis membuat mereka terlihat lebih tinggi). Scene ini yang membuat saya nyakar tembok saking keselnya. Euh….ini cewek udah tinggi banget kenapa harus dibuat terlihat lebih tinggi sih??? Trouble! Trouble! Trouble! #misuh

Choi Sooyoung. Itu namanya. Cewek ini sering saya asosiasikan dengan istilah “cewek-kaki-panjang”, “eneng-kaki-panjang”, atau “Dek Young”. Dua istilah pertama merujuk pada fakta doi adalah cewek berkaki terrrr-puanjaaaaaaang yang pernah saya lihat. Tidak cuma berkaki panjang, cewek kelahiran 10 Februari 1990 ini (hafal!) juga beruntung dianugerahi tubuh yang tinggi.

Sooyoung itu sinonim dari tinggi. Karena memang badannya tinggi. Tinggi sekali. Tinggi…tinggi sekaliiiiiiiiiiiii (kata ini harus diucapkan dengan nada “Naik-naik ke Puncak Gunung”). Dalam biodatanya, dikatakan jika tinggi badannya mencapai 170 cm. Itu pun masih ditambah keterangan “and still growing”. Singkat, padat, dan menyakitkan. Meeeen, masih bisa nambah tinggi lagi!? Itu kaki, yang sudah kaya tiang, masih bisa nambah panjang lagi? KOPROL!



(Choi Soo Young. Gadis tinggi yang berkaki panjang)


Filsafat China mengenal istilah Yin dan Yang. Begitulah gambaran hubungan saya dan Sooyoung (dikejar Sooyoungster. I better run…run…run). Jika Sooyoung itu tinggiiiii tinggiiiiii sekaliiiii, maka saya itu pendek pendek sekali. Ya, saya pendek. Pendek sekali. Sangat amat pendek.

Dengan tinggi badan yang mentok di angka 149 cm bolehlah dibilang saya ini gadis nan semampai. Semampai… semeter lima puluh tidak sampai. Survey membuktikan (halah, saya jadi terdengar seperti Sony Tulung) jika saya masih muat di alat pengukur tinggi badan yang ada di Posyandu. Pendek banget, kan? Makanya saya benci dengan alat pengukur tinggi.

Sudah pendek, berat badan saya mentok pula di angka 40 kg. Tidak kurang dan tidak lebih. Jarum angka di semua timbangan yang sudah pernah saya coba tak pernah bergeser dari angka tersebut. Tidak peduli saya cuma makan mie 3 hari 3 malam (pernah lho, betapa tidak sehatnya hidup ini) atau makan segila-gilanya orang makan (ini juga pernah, waktu seminggu di Padang). Muka pun lebih condong ke arah anak SMP kelas 3 dibanding mahasiswa (dirajam). Teori-teorian ngawur untuk ini adalah saya berhenti tumbuh di bulan Agustus 2004. Saat berat badan naik 3 kg dan tinggi badan naik 3 cm dalam tiga minggu.

Dengan figur dan muka yang seperti ini, saya sering dianggap 5-10 tahun lebih muda #berlebihan. Asyik? Asyik bang-get jika anda bisa dapet DISKON buat naik Kora-Kora di Dufan (sayangnya ga pernah. Cih!). Tapi jadi tidak asyik, bahkan menyebalkan, jika selalu dapat pertanyaan “dek, selesai UAN mau daftar SMA mana?” Hell-o, saya sudah mahasiswa semester banyak dan masih saja ada yang tanya mau masuk SMA mana? LONCAT DARI MONAS!

Chairil Anwar, dalam “Aku”, pernah bermimpi “Aku ingin hidup seribu tahun lagi”. Sayangnya, saya tidak sekeren beliau, jadi saya cuma bisa bermimpi “Aku ingin tumbuh 20 sentimeter lagi”. Ya…ga segitu juga ga papa sih. Sepuluh, sebelas, atau lima belas sentimeter lagi juga tak apa. Asal bisa melewati angka 150 cm. Asal tidak lagi jadi gadis semampai. Ya…nasib!

Bukannya pasrah pada nasib. Saya berusaha buat jadi tinggi kok. Soalnya saya memang ingin tinggi dari dulu. Makanya saya dulu minum Milo sampai tiga gelas sehari. Walaupun itu cara yang salah (baca di sini). Makanya dulu saya rajin olahraga. Apa saja, asal orang bilang itu bisa ninggiin badan. Renang, basket, sampai gelantungan di tiang mainan TK saya lakukan. Tapi tetap saja tidak berpengaruh. Waktu main basket, saya selalu dipasang sebagai Point Guard. Praktis, saya lebih sering memberikan assist dibanding melakukan shoot. Sekalinya shoot, ya itu jump shoot, bukan lay up, apalagi dunk (tiang basket itu tinggi, kakak…). KAPAN TINGGINYA?

Sampai sekarang pun saya masih ingin bertambah tinggi. Tak peduli dengan orang-orang yang mengatakan jika wanita berhenti tumbuh di usia 21 tahun. Toh, Amami Yuki bilang jika dia masih tumbuh sampai usia 25 tahun. Uraaaaaa! Tante BOSS ini memag angker! Tirai belum tertutup untuk saya, kawan….

Saya ingin tinggi. Benar-benar ingin tinggi. Sampai eneg dan blenger rasanya beli Anlene One A Day, susu yang konon kalsiumnya lebih tinggi dari susu yang lainnya. Sampai eneg juga rasanya beli Cimory, karena katanya yoghurt memiliki kalsium yang lebih tinggi dibanding susu. Kayaknya semua metode untuk menambah tinggi badan sudah saya coba namun hasilnya nihil. Semua, kecuali memakai high heels, stiletto, atau sepatu ulekan ber-hak pembunuh (killer heels). Tapi yang ini sih memang tidak berniat untuk mencobanya. Ih ogah ogah ogaaaah! Mending beli Nike Zoom atau Reebok PUMP.

Dua hari yang lalu, ada rumor jika SNSD akan konser ke Jakarta tanggal 22 Oktober. Saya mulai terpikir untuk beli stretcher badan atau insole 20 cm. Biar apa? Biar tambah tinggi lah, biar ga malu waktu foto sama Dek Young. Jika itupun gagal, apa boleh buat, saya mungkin akan menyelinap ke belakang panggung untuk mengekstrak DNA Sooyoung….

SALAM KOPROL!