Saturday, June 11, 2011

Willy, S.IP - Sarjana Angker

Seperti yang sudah pernah ditulis, berakhirnya program 31 Hari Menulis membuat saya harus memutar otak untuk melanjutkan kehidupan blog ini. Dan, ting tong teng, keluarlah ide untuk membuat sebuah proyek merayakan pendadaran teman. Agak sangat kurang kerjaan sekali memang. Mengingat pendadaran diri sendiri saja hanya diketahui oleh rumput yang bergoyang.

Dua korban tahap awal, Damar dan Handyna, sudah berhasil digarap. Konon Damar bahkan langsung cuci blow ke Rinjani setelah disiram Coca-Cola. Lengket lengket basah dingin gimana gitu katanya. Mehehe….

Malamnya, saya pergi ke Cinnamon, di mana saya bertemu sang storyteller berinisial A. Sebut saja namanya Awe. Sering sekali ya saya menyebut namanya di sini? Ah jangan berpikiran macam-macam. Di sana Awe sedang duduk bersama Mbak Pulung, Dek Ijah Imut, dan Ocha Gorgom. Ya, mereka pasti sedang merekap dan mengecek tulisan peserta lomba menulis ini.

Setelah Awe selesai merekap dan memposting tulisan, dan saya sudah selesai download video Hello Baby SNSD, kami duduk bareng. Saya tanya siapa yang akan didadar. Mas Willy dan Mas Iqbal Babal Hamdan katanya.

"Heh sesuk Willy didadar jam piro?" tanya saya (heh, besok Willy didadar jam berapa)

"jam siji cum" jawab Awe (jam satu Cum)

Setelah itu, Kak Maya dan Awe, dua manusia yang agak kurang kerjaan, membuat rencana untuk merayakan kelulusan mas Willy. Kenapa harus dirayakan? Kenapa harus Willybrodus Yudha? Karena eh karena:

1. Mas Willy adalah pemandu kelompok Makrab saya dulu.

2. Mas Willy beserta Mas Gilang adalah dua pria berbadan besar yang sering menepuk saya dari belakang. Niatnya menepuk, kenyataannya saya kelempar 5 meter ke depan #lebay

3. Mas Willy adalah Liverpudlian dan saya Gooners sekaligus Yiddos. (njuk ngopo lho, May)

4. Mas Willy adalah pria yang pintar memasak.

5. Mas Willy adalah orang yang sering mengingatkan Awe untuk sholat.

Oke, alasan yang dikemukakan memang tidak penting. Tapi pokokmen kami merasa HARUS merayakan pendadaran mas Willy. Dan kami mempunyai ide yang sangat asoy untuk itu.

"Nggawe spanduk nggo Willy yuk, We" (bikin spanduk buat Willy yuk we)

"Ooh, ide bagus kuwi cum. Ayo nggawe sing heboh"

"Enaknya gimana ya spanduknya?"

Di sinilah keusilan kreativitas kami merajalela.

"Nganggo kain wae. Men apik"

"Oh yo, bener We. Ditulisi nganggo pylox sisan"

"Oh ya, bener-bener. Mantep kuwi, Cum. Apik!"

Kami pun sepakat untuk membuat spanduk dari kain untuk Mas Willy. Kesepakatan dibuat. Saya yang bagian beli-beli. Awe yang bagian mengerjakan. Besoknya ketemu di kampus. Oke. Saya pun pulang.

Keesokan harinya, dimulailah perburuan saya mencari bahan-bahan untuk spanduk mas Willy. Hari itu cerah. Mentari bersinar sangat terik. Langit biru. Tanpa awan putih sedikit pun yang menggantung. Panas lah intinya. Saya gowes menuju Jl.Solo. Ke deretan toko kain yang berjejer di sana. Seperti sebelumnya, sesaat setelah saya masuk ke dalam tokonya, lagu yang diputar berubah. Dari Armada menuju ke soundtrack film India. Kali ini, soundtrack film Mohabbatein. Iseng sekali sih pegawainya.

Singkat kata, saya akhirnya berkeliling mencari kain sambil sesekali menyenandungkan lagu yang sedang diputar (ternyata hafal). Pilah pilih pilah pilih. Saya tanya pegawainya kain yang saya butuhkan. Putih, polos, murah, dan tebal. Biar tidak tembus saat disemprot pylox. Tanpa tedeng aling-aling, pegawainya bertanya "mbaknya mau demo ya?" Kaget saya, "Enggak, mas! Bukaaaan. Saya ga hobi demo". Akhirnya ketemulah kain yang dibutuhkan. Saya beli dua meter. Kemudian menuju kasir untuk bayar.

Saat mengantri di kasir, saya mematutkan diri di cermin. Dengan vest yang lusuh, celana jeans, sneakers, dan masker wajah, bentukan saya memang lebih cocok sebagai orang yang akan berdemo daripada mahasiswa imut lucu dan unyu #eh. Dibayar, saya lanjut ke kampus. Ampun, panas banget udaranya. Tapi demi dia. Demi Mas Willy, pria besar bertampang sangar tapi harum layaknya bunga mawar #eaaaa, saya meneguhkan diri gowes ke kampus. Sampai. Kampus sepi karena dipakai SNMPTN. Celingak-celinguk saya cari Awe. Tidak ada. Saya telpon anak gaul Klender ini. Ternyata pulsa habis. Cih! mahal sekali sih pulsa si Merah ini.

Oh, untung ada Matahari. Saya pinjam handphone miliknya untuk mengirim SMS. “ning ndi kowe?” bunyinya. Sembari menunggu jawaban, saya menuju lokasi ruang sidang. Tak lama, doski eh Awe datang. Kami pun segera beraksi. Kain putih kami rentangkan. Pylox dikocok-kocok. Belum sempat pylox disemprot, kami sudah disemprot petugas CS, “Hei, jangan corat-coret di lantai”. Dikiranya kami mau melakukan vandalisme (sebenarnya iya sih)

Apa boleh buat, kami pun melipir ke, emm…apa ya namanya itu. Entahlah. Yang jelas semacam ruang kosong di lantai satu. Ya, kami ke sana dan mulai melakukan vandalisme, membuat spanduk untuk Mas Willy.

Mengingat keterbatasan kain dan radius semprotan pylox yang besar, maka kami memilih menyemprotkan kata-kata yang singkat namun garang oy. Kata yang kami pilih adalah, jreng jreng jreng, “WILLY, S.IP” dan “ANGKER”. Kenapa harus S.IP? Karena Mas Willy adalah Sarjana Ilmu Perradioan #ngacoah. Kenapa angker? Karena....karena...doi ANGKER mamen! Etapi walau perawakan doski angker, namun sesungguhnya dia adalah pria yang hobi masak. Uff, anyway, kami pun mulai beraksi.



Oknum Awe sedang beraksi

Setalah selesai semua, kami punya gagasan yang lebih asoy lagi. “Piye nek digantung wae, We? Jadi semua orang bisa tahu kalo Willy sudah lulus. Sarjana lho iki. SARJANA, coy!” ujar saya berapi-api. “Oh ya, betul juga Cum. Angker ki. Willy ki sarjana angker!” balasnya. Dan adegan selanjutnya bisa anda tebak, kami BENAR-BENAR MENGGANTUNG spanduk yang tulisannya WILLY, S.IP di lantai satu.


Berpose bersama dik Matahari


Tak beberapa lama, mbak Mayda sang penyiar Swaragama datang. Hore! Mas Willy pendukungnya tambah banyak.

Sekitar jam 2-an, Mas Willy keluar dari sidang dan dinyatakan LULUS! Segera kami serahkan spanduk mahakarya itu dan tak lupa berfoto bersama.



Foto dulu dong, cyiiin


Rawk, mamen!




Gayanya harus menggambarkan keangkeran. Rrrawwwr!

Akhir kata, selamat untuk Willybrodus Yudha, S.IP. Sarjana Ilmu Perradioan #ngawur. Kami tunggu sumbangsihmu untuk bangsa dan negara #tsaaah.

SALAM ANGKER! Rrrawr!

Thursday, June 2, 2011

Merayakan Pendadaran Dengan Selo

Sudah bulan Juni. Itu berarti sudah menginjak pertengahan tahun. Itu berarti sudah harus bayar uang kos. Itu berarti sudah hampir UAS. Itu berarti sudah tiga bulan skripsi Si Es seperti listrik. Statis

Sudah bulan Juni berarti berakhir sudah program 31 Hari Menulis. Kompetisi ini berakhir dengan keluarnya Mbak Syaifatudina alias Dina Camen sebagai pemenang (larung! larrung!). Dengan begitu, doi pantas dikalungi gelar BLOGGER TERANGKER KOMUNIKASI UGM. You rawk bangeudzzz mbak!

Jujur, saya sangat terbantu dengan adanya program menulis selama bulan Mei ini. Pertama, karena program ini hari-hari saya tidak semata-mata dihabiskan dengan guling-guling di kamar atau melakukan hal tidak produktif lainnya. Program ini memaksa, dalam arti yang positif, pesertanya untuk memeras otak untuk menghasilkan tulisan setiap hari. Which is good.

Kedua, karena program hasil gagasan selo oknum Ardi Wilda inilah grafik di blog rodo tidak jelas ini menjadi layaknya grafik harga minyak Brent saat krisis dunia Arab kemarin. Meningkat tajam.

Tapi di bulan Juni tidak ada kompetisi semacam ini. Katakanlah 30 Hari Menulis Diary atau 30 Hari Mengirim Ke Surat Cinta (ngirim ke siapa juga lho, May :| ). Jadi saya harus mencari cara lain agar bisa produktif. Agar hari-hari tidak sekedar diisi dengan malas-malasan yang kadang membuat bosan (bahkan untuk malas-malasan pun saya malas, kurang wagu apa lagi coba!?).

Sukurnya selalu ada jalan untuk melanjutkan nafas blog yang sering melakukan quantum leap ini. Memang benar apa kata pepatah, when there is a will there is a way.

Sebenarnya ini sudah terpikir saat penceplokan pendadaran saudari Damar dan Handyna. Menghadiri pendadaran teman dan mengucapkan selamat kepadanya merupakan perbuatan yang baik dan terpuji.

Tapi saya tidak puas.

Rasanya kurang saik. Kurang asoy. Kurang greget. Kurang sangar. Kurang rock 'n roll. Kurang...kurang apa ya. Kurang saja. Terlalu baik rasanya. Muihihihi.

Makanya kemarin saya membuat spanduk untuk anak-anak yang didadar kemarin. Ternyata menyenangkan juga. Spanduknya sih sederhana saja. Hanya terdiri dari kertas buffalo yang ditulisi dengan spidol. Hanya saja kata-lata di situ ditulis dengan bahasa yang wagu. Karena sesungguhnya di dalam kewaguan itu ada keindahan.

Dari situlah saya mendapat inspirasi. Layaknya Archimedes yang menemukan rumus berat jenis. EUREKA!

Mengingat di bulan Juni ini banyak teman yang akan pendadaran dan berhubung saya kurang kerjaan teman yang baik, saya merencanakan sebuah proyek yang berhubungan dengan kegiatan pengujian mata kuliah UNYU 600 ini.

Dan rencana kurang kerjaan proyek ini dinamakan, jreng jreng jreng,

Graduation Project.

Apakah itu? Singkatnya itu adalah proyek asoy geboy dan rodo selo dalam merayakan pendadaran. Pendadaran saya? Jelas bukan. Itu masih lama. Pendadaran orang lain. Kenapa pendadaran orang lain? Ya suka suka saya dong. Mau protes!? #dibandem

Namun hidup itu perlu aturan dan kriteria. Turun dari Metromini saja harus diteriaki "kaki kiri! Kaki kiri". Karenanya, saya perlu rasanya menetapkan beberapa aturan dan kriteria untuk proyek ini.

1. Proyek ini berlangsung selama bulan Juni. Jadi hanya berlaku untuk orang-orang yang didadar di bulan ini.

2. Orang yang terpilih akan diberi ucapan selamat yang dijamin asoy.

3. Ucapan selamat itu akan ditulis di spanduk atau kain. Tergantung kondisi keuangan, dana yang tersedia, dan keteguhan niat saya.

4. Ucapan selamat akan berisi kata-kata yang ditulis dalam bahasa yang rodo wagu. Misalnya, "congratzzz!", "keren beuedzzz", "akhirnya gUw3h LuLuSsZz", dan sebagainya. Karena sesungguhnya dalam kewaguan terdapat keindahan.

5. Bagi beberapa orang yang beruntung, tak hanya diberi spanduk, tapi juga akan dihadiahi siraman Pepsi Blue.

6. Tak lupa, ada sesi foto-foto dan wawancara. Hasilnya akan diunggah ke situs jejaring sosial. Untuk wawancara, bisa dilihat di YouTube.

7. Untuk laporan lengkapnya bisa dilihat di blog ini #promosi

8. Proyek ini terbuka terhadap ide-ide segar dan kolaborasi dengan pihak lain.

Jadi begitulah proyek untuk bulan Juni yang saya rencanakan. Setelah membaca ini ana boleh saja berpikir "kurang kerjaan banget sih anak ini" atau yang semacamnya.

Tapi sayangnya saya tidak peduli...
Published with Blogger-droid v1.6.8

Wednesday, June 1, 2011

Sayonara

Musim kan berganti. Hujan pun akan berhenti. Abadi bukanlah dunia ini (Tetaplah di Sini - Syaharani and The Queen Fireworks)

Hari ini begitu bangun tidur, saya cumuk gogi (cuci muka gosok gigi). Seperti biasa. Lalu saya bikin kopi. Seperti biasa. Lalu saya duduk di kasur bawah dan membuka laptop. Seperti biasa, Lalu saya kembali menghadapi masalah yang sudah mendera sepanjang bulan ini. SKRIPSI BAGAIMANA MAU NULIS APA HARI INI. Saya pun membuka aplikasi text edit dan menatapnya. Lama. Ketika akhirnya saya memutuskan untuk membuka kalender. Melongok tanggal di ponsel. Mencoret tanggal 31, dan dengan agak tidak rela membuka lembar selanjutnya.

INI SUDAH BULAN JUNI.

Jika sudah bulan Juni, berarti bulan Mei sudah berakhir. Itu artinya program 31 Hari Menulis pun berakhir. Kami pun resmi berpisah setelah sebulan penuh merajut kenangan (opo tho iki -____-).

Pisah. Berpisah. Perpisahan. Saya selalu benci kata ini. Saya benci dengan kenyataan semua hal di dunia ini harus diakhiri dengan perpisahan. Pasti akan ada episode mengharu biru di sana. Saat perpisahan SD, saya sedih karena tidak satu sekolah dengan Adis, sahabat saya. Saat perpisahan SMP, saya sangat sedih karena harus berpisah dengan circle of friend semasa itu. Semakin sedih lagi karena saya harus masuk sekolah berasrama jauh di perumahan besar berslogan Big City Big Opportunity. Inisialnya, BSD. Perpisahan SMA malah jauh lebih sedih lagi. Karena kami sudah tiga tahun tinggal bersama-sama, hubungan kami pun lebih dari sekedar teman. Lebih. Kami sudah seperti saudara. Saya takkan melupakan eratnya pelukan kami saat satu per satu pergi meninggalkan asrama.

Pisah. Berpisah. Perpisahan. Kata ini juga berkorelasi positif dengan kata kangen. Ya, saya pasti akan kangen dengan teman-teman dan segala hal yang pernah saya temui.

Begitu pula dengan perpisahan dengan 31 Hari Menulis ini. Saya sedih dan saya pasti kangen.

Saya bakal kangen dengan tekanan mencari bahan tulisan yang akan diposting setiap hari. Saya bakal kangen dengan kegiatan guling guling pegang kepala saat kehabisan ide. Saya bakal kangen dengan saat-saat melakukan kerandoman agar bisa mendapat ide tulisan (ini SUNGGUH-SUNGGUH dilakukan).

Saya bakal kangen pagi-pagi buka blog 31 Hari Menulis untuk melihat rekapan. Saya bakal kangen membuka blog para peserta satu per satu. Membaca kelanjutan cerita Milo dari Damar. Ngakak karena baca tulisan Gorgom yang sangat beling. Marmos saat baca tulisannya mas Brama *pake Shiseido*. Mengira-ngira apa yang akan ditulis Mas Jaki. Manggut-manggut baca tulisannya Awe. Sampai berkunang-kunang saat melihat blognya Matahari yang sangat gemerlap (dalam arti harfiah).

Saya bakal kangen itu semua.
Andai program ini berlanjut di bulan Juni.



Tapi seperti kata Syaharani, abadi bukanlah dunia ini. Ya, tak ada yang abadi di dunia yang fana ini. Ada jauh ada dekat, semuanya sama-sama 2000 rupiah, eh bukan itu angkot. Ada awal ada akhir. Ada hidup ada mati. Ada perjumpaan ada perpisahan. Maka saya hanya bisa bilang satu kata ini.

Sayonara….sayonara…

(p.s: berakhirnya program 31 Hari Menulis tidak serta merta mengakhiri hidup Dunia Maya. Saya bakal melanjutkan blog ini. Tunggu kejutan dan kerandoman yang akan mengganggu kehidupan anda. Untuk bulan Juni, saya berencana membuat Graduation Project aka proyek merayakan pendadaran teman-teman dengan cara yang asoy geboy)