Monday, January 16, 2012

Kill Bill vol.1: Merayakan Kekerasan ala Tarantino


Directed by: Quentin Tarantino
Written by: Quentin Tarantino & Uma Thurman
Duration : 111 mins
Release date:  10 October 2003
cast: Uma Thurman, Vivica A.Fox, Julie Dreyfus, Michael Madsen, Lucy Liu, Sonny Chiba, Chiaki Kuriyama, Daryl Hannah, David Carradine.

"Revenge is a dish best served cold" - Old Klingon proverb" 





Hari ini hujan besar, saya sedang download Sherlock, dan merasa “alangkah baiknya jika sembari menunggu donlotan kelar saya menulis review”. Ya, itu lebih baik daripada sekedar menyimak pergerakan progress bar di download manager atau membuat print screen dari semua film yang ada Okada Masaki.  Selanjutnya saya duduk terdiam menatap deretan film di hard disk….and my choice goes to none other than Kill Bill.

Kill who? Kill Bill. Jadi sesuai judulnya, ini adalah film yang bercerita tentang pembunuhan (atau rencana pembunuhan) bagi seseorang yang bernama Bill.

Eh…review film bunuh-bunuhan lagi? #facepalm. Uh mungkin harus saya jelaskan ya kalo saya memang suka film bunuh-bunuhan. Kenapa? Karena:

1) saya selalu tertidur setiap menonton film komedi romantis atau film parodi bodoh-bodohan (*uhuk* Scary Movies dan kawan-kawan *uhuk*)  

2) ini merupakan metode yang bagus untuk melepas emosi dan rasa kesal yang membuncah di dada. Jauh lebih bagus daripada gebukin orang (itu dosa) atau menggebuki diri sendiri (itu sakit).

Uhh anyway, back to the topic.

Kill Bill merupakan dwilogi Quentin Tarantino. Bercerita tentang pembalasan dendam Beatrix Kiddo aka The Bride aka Black Mamba (Uma Thurman, dalam peran terbaiknya) terhadap kelompoknya, The Deadly Viper Assassins Squad pimpinan Bill (David Carradine). The Bride merupakan mantan anggota pembunuh ini yang mencoba hidup normal dan menikah dengan seorang pria. Sayang disayang Bill menyerang tempat pernikahannya, membantai semua orang yang ada di sana, menyiksa The Bride, dan menembaknya tepat di kepala. The Bride pun mati…well setidaknya DIANGGAP telah mati.
Tapi ternyata dia tidak mati, namun terkapar koma selama bertahun-tahun. Pun begitu, Elle Driver (Darryl Hannah) mencoba untuk meracuninya walau kemudian dilarang oleh Bill. Dan gigitan seekor nyamuk menyadarkannya kembali.





Dimulailah misi pembalasan dendamnya pada semua teman-temannya koleganya. Vernita Green aka Copperhead (Vivica A. Fox), O-Ren Ishii aka Cottonmouth (Lucy Liu), Elle Driver aka Californian Mountain Snake, Budd (Michael Madsen), dan tentu saja pada Bill, cappo di tutti cappi, orang yang paling bertanggung jawab dalam kejadian itu.

Untuk mengawali pembalasan dendamnya, Beatrix terbang ke Okinawa untuk menemui Hattori Hanzo (Chiba Sonny), sang pembuat pedang ternama di Jepang. Mangsa pertama pun diputuskan, yap…O-Ren Ishii, yang kini menjadi pemimpin Yakuza di Jepang.

Tapi itu bukan sesuatu yang mudah. Mengingat Beatrix harus berhadapan dengan Crazy 88 dan pengawal pribadinya, GoGo Yubari (Kuriyama Chiaki). Untuk selanjutnya berhadapan dengan O-Ren dalam guyuran salju….




"Scary Chiaki" is scary








Kill Bill adalah salah satu film favorit saya, bersama dengan Gone With The Wind, The Godfather, dan Battle Royale. Dia adalah film yang sudah saya tonton berkali-kali, hingga dalam tataran hafal dialognya, namun tetap saja memukau untuk ditonton.

So what’s good about it? Well, pertama-tama, ini karya Quentin Tarantino. Jika berbicara tentangnya kita bicara kualitas dan eksentrik. Quentin bukan tipe sutradara yang merilis film setiap tahunnya namun setiap rilisannya pasti bermutu.

Di film ini, Quentin mengeluarkan semua trademarknya. Di awal film kita disuguhkan adegan pertarungan The Bride dan Vernita Green, walaupun setelah ditarik ulang, Vernita ada di nomor 2 dalam death list yang dibuat The Bride. Dialog remeh-temeh tentang sake, aksen bahasa Jepang, and some English puns (“get even? Even Steven? I would have to kill you…that would be squared”). Iklan bohon-bohongan, yang di film ini adalah Red Apple Cigarette, yang ada di bandara. Hingga trunk shot yang ada di akhir film. Kesemuanya ada di film ini.


who needs CGI, huh?



What’s more? Hmmm…di film ini Quentin mengemas kekerasan menjadi sesuatu yang indah. Sepanjang film kita akan disuguhi oleh sinematografi kelas wahid, Ada non-stop shot saat The Bride akan berganti kostum. Atau saat The Bride menghadapi Crazy 88, di mana kamera secara perlahan-lahan bergerak ke atas (tilt up) hingga ke posisi bird eye view, memperlihatkan The Bride di tengah-tengah Crazy 88, The Bride menghunus pedangnya, dan…wutt…kawanan Crazy 88 mundur dan menghasilkan gerakan bagai bunga yang sedang mekar. Indah! (ini adegan favorit saya btw). Atau saat The Bride menghadapi O-Ren Ishii di bawah guyuran salju dan percikan darah merah jatuh di salju yang putih. Sungguh, Kill Bill tidak membutuhkan CGI gila-gilaan atau kamera 3D yang muahal untuk menghasilkan gambar yang bagus (*batuk batuk* AVATAR *batuk batuk*).

Oh ya “The Origin of O-Ren Ishii” yang dikemas dalam bentuk anime itu adalah salah satu sekuen paling keren yang pernah saya tonton. 



The inspiration

Apalagi? Oh printilan-printilannya pun sangat bagus. Saya suka fakta kostum The Bride sama dengan kostum Bruce Lee di Death Game, sepatu Asics Tiger Onitsuka kuning strip hitam yang klasik itu, dan pemilihan kendaraan pemerannya. Saya ingat, Jeremy Clarkson pernah menyinggung di kolom Top Gear, betapa Quentin  sangat memperhatikan printilan-printilan di setiap filmnya. I mean, come on, The Bride mengendarai Kawasaki Ninja, Sofie Fatale (Julie Dreyfus) mengendarai Nissan 300 ZX, Bill mengendarai De Tomaso Mangusta, kesemuanya adalah kendaraan istimewa. Dan siapa sih yang terpikir untuk membuat air mata darah saat GoGo tewas? Sepertinya cuma Tarantino. It’s scary yet so melancholic…


Jadi pikirkan saja orang yang mau susah-susah menghadirkan printilan yang bagus pasti filmnya tidak abal-abal.

And what I like in this movie is the fact that it portrays different side of women. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Uma Thurman, Kill Bill mengambil setting di sebuah dunia paralel. Sebuah dunia di mana wanita bukanlah makhluk yang lemah. Saat disakiti mereka tidak hanya diam menangis but seeks revenge. Para wanita di sini tangguh, mereka tak takut dengan senjata, tak takut adu pedang, memiliki tekad yang kuat, dan terlihat sangat keren.




Well-acted, well-written, well-directed, packed with classy and stylish action, and Kuriyama Chiaki. That’s why I like it. Very much.

Rating: 4.5/5

*diberi nilai segitu karena GoGo mati, biased talk here :p *

1 comment: