Thursday, May 31, 2012

Ruang Transit Bernama Rumah Sakit

Kemarin saya mengunjungi Rumah Sakit Sardjito untuk yang ketiga kalinya dalam kurun waktu seminggu. Hal ini dilakukan karena ada kenalan yang sedang opname di sana. Karena saya diamanahi oleh orang tua saya untuk sering-sering menjenguknya, ya….saya harus menjenguknya.

Sebenernya ada niat untuk bertemu (mantan) gebetan tapi tidak kesampaian. Mungkin kami memang tidak berjodoh. Selamat jalan kekasih, kaulah cinta dalam hidupku, aku kehilanganmu untuk selama-lamanya.

Oke, saya malah nyanyi. Balik lagi ke topik semula.

Kunjungan saya berlangsung dalam waktu 30 menit dan setelah itu saya bergegas pulang. Sewaktu sedang berjalan menelusuri selasar saya berpapasan dengan serombongan petugas medis yang sedang mengangkut seseorang dari ICU. Sekilas saya dapat melihat sosoknya. Seorang kakek tua, bernafas dengan susah payah melalui alat bantu pernafasan. Selang infus dan kabel alat EKG malang melintang di badannya. Pemandangan yang membuat saya tertegun.

Kemudian saya berjalan kembali dan 15 meter kemudian, dari jalur lain, terlihat pemandangan serupa. Namun kali ini, sang pasien sudah tertutupi selimut. Dari ujung kepala hingga ujung kaki. Beberapa orang yang tidak memakai seragam medis mengikutinya. Sepertinya itu keluarganya. Dan di muka mereka terlihat pergulatan emosi yang luar biasa. Ah…salah satu dari mereka menangis.

Sekali lagi itu membuat saya tertegun. Berpikir apa yang akan terjadi. Atau mungkin apa yang telah terjadi.  Apa yang terjadi dengan orang di balik selimut itu? Apa yang akan menjadi masa depannya? Akankah dia selamat? Seperti apa sosoknya di kala sehat? Apa saja pengalaman yang pernah dijalaninya? Dan sekian banya pertanyaan pun berkecamuk dalam benak saya.

Dan saya mulai memperhatikan keadaan di sekitar saya. Dan mulai memikirkan segaa sesuatu mengenai rumah sakit. Seketika itu saya berpikir "Rumah sakit ini semacam stasiun atau bandara. Tempat transit."

Ya, rumah sakit itu dalam beberapa dimensi memang mirip seperti stasiun atau bandara. Banyak orang berlalu-lalang. Datang dan pergi. Duduk-duduk ngobrol ngalor-ngidul. Dan ya, dipikir-pikir rumah sakit itu tempat transit.

Rumah sakit itu tempat transit. Rumah sakit adalah tempat sementara waktu, entah bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap. Pasien rawat jalan mau tak mau harus mengujungi rumah sakit untuk sementara waktu. Rumah sakit adalah tempat sementara bagi dia yang harus dikunjungi untuk menggapai kesehatannya.

Begitu juga dengan pasien rawat inap. Rumah sakit adalah layaknya bandara maupun stasiun, tempat transit untuk mereka. Mereka bisa pulang setelah dirawat intensif di Rumah Sakit. Ataupun "melanjutkan" perjalanan ke alam selanjutnya. Oke, saya berbicara tentang kematian di sini.

Semuanya menjadi sementara di tempat ini. Layaknya relativitas yang kita temui di bandara ataupun stasiun ataupun terminal. Ada perjumpaan, ada perpisahan. Ada orang yang kembali dari rumah sakit. Namun ada juga orang yang melanjutkan kehidupan di tahap selanjutnya, kematian. A

Apalagi di ajaran agama saya, Islam, alam kematian (alam barzah) juga menjadi tempat transisi dari alam dunia menuju alam akhirat. Maka Rumah sakit bisa menjadi tempat transit untuk menuju tempat transit. Ibarat nai pesawat Indonesia - Makkah. Maka Rumah Sakit itu adalah bandara Changi alias tempat transit pertama dalam perjalanan.

Ah kematian. Konon bagi orang yang ditinggalkan, kematian itu layaknya tiba-tiba orang yang kamu tinggalkan pergi tanpa pamit dan takkan kembali. Akan ada lubang yang besar di hati. Semuanya akan berhenti pada memori yang kita miliki. Makanya kematian itu pasti menyedihkan. Setidaknya bagi satu orang yang peduli pada diri kita. Itu kutipan dari salah satu drama favorit saya.

Dan melihat kejadian kemarin saya berpikir apa yang terjadi saat saya tiba-tiba mati. Akankah ada orang yang merasa kehilangan? Apakah saya sudah cukup berharga dalam menjalani kehidupan ini? Akankah akan ada orang yang merasa memiliki lubang yang besar karena kematian saya ini?

Konon orang yang baik adalah orang yang saat lahir dia menangis sementara orang lain semua tertawa. Dan saat dia meninggal semua orang menangis sementara dia tersenyum di alam sana. Apakah saya bisa begitu?


Ah melankolis sekali saya malam ini….

BGM: If I Die Tonight - Cat Steven
Cemilan: ndak ada.

No comments:

Post a Comment